Bedah Buku Hinca Pandjaitan
Hinca Sebut Negara Tak Hadir dalam Konflik PT TPL di Sumut, Jalan Tengah Adalah Martonggo Raja
Konflik antara masyarakat adat di Sumut dengan TPL tak kunjung tuntas. Apa pendapat Anggota Komisi III DPR RI Dr Hinca Pandjaitan?
Lewat buku ini, Hinca mengajak masyarakat untuk kembali menerapkan kearifan lokal dalam penyelesaian masalah.
“Karena saya orang Batak, saya membawa betul filosofi habatakon (kebatakan-red) itu dalam peta politik saya. Sejak saya diajak gabung oleh Pak SBY di Partai Demokrat, ulos tidak pernah lepas dari saya,” katanya.
“Mengapa saya bergabung di situ (Partai Demokrat-red) ternyata partai A terlalu ke kanan, partai B terlalu ke kiri. Demokrat datang dengan partai tengah. Itulah yang kita sebut nasionalitas religius,” jelasnya.
Habatakon ini pula yang terus ia gemakan di DPR. Ia mencontohkan saat naturalisasi pemain sepakbola Timnas Indonesia menjadi polemik.
“Saya tarik ke kearifan lokal dari kampung kita. Waktu ngomongin naturalisasi ada orang setuju maupun tidak setuju tentang naturalisasi. Saya bilang naturalisasi itu terjemahan bahasa batak yang paling keren manjou mulak mata mual. Memanggil pulang sang mata air. Sudah pergi jauh merantau kemana-mana padahal DNA-nya Indonesia. Maka bukan soal lokal atau tidak lokal, ini soal kembalinya sang mata air itu,” paparnya.
Demikian dengan konflik antara masyarakat adat dengan korporasi di Sumut. Ia juga mengajak untuk kembali menerapkan kerifan lokal dalam penyelesaiannya.
Dalam bab terakhir di dalam bukunya, Hinca menuliskan konsep ‘Duduk Setara Berjalan Bersama lewat Martonggo Raja.
“Di Asahan kami tinggal. Sejak kecil aku hapal kenduri. Kalau kami sudah kenduri, selesai persoalan. Begitu juga tonggo raja. Masyarakat harus didengar, industri harus didengar, negara juga harus dengar,” paparnya.
Menurutnya, sejak dahulu kala di tanah Batak sudah ada prinsip dasar duduk berunding yakni tonggo raja. Prinsip ini yang kemudian hendak ia dorong kembali sebagai jalan tengah untuk mencari solusi bersama.
Dalam bukunya, Hinca juga menuliskan konflik antara masyarakat Suku Sami di Finlandia dan Suku Inuit di Kanada. Ia mengajak semua pihak untuk mencontoh penyelesaian konflik di dua negara ini.
“Kasus di Finlandia dan kasus di Kanada saya ikuti. Panjang betul, tapi ujung dari martonggo raja mereka itu bersepakat. Kau boleh ini, aku boleh ini. Kau gak boleh itu, aku gak boleh ini,” katanya.
Lewat martonggo raja, jelasnya, semua masalah diinventarisir. Dia mencontohkan di DPR, ada daftar isian masalah untuk dibawakan dalam perundingan. Daftar isian masalah itulah yang dibahas di martonggo raja.
“Dalam bahasa batak ada disebut gokhon dohot jou-jou. Itu sama dengan undangan, tapi tidak sesimpel itu. Gokhon itu orang yang ditunggu diundang. Terhormat dia, ya wajib hadir. Jou-jou datang kau dan dia akan datang. Maka semua orang akan datang dengan membawa apa yang ada dihatinya untuk dibicarakan bersama. Saya rindukan itu. Itu yang sudah hilang dari kearifan lokal kita sehari-hari. Karena kalau semua datang pasti raja,” paparnya.
Dia meyakini, jika konsep martonggo raja ini dijalankan, bukan tak mungkin konflik yang ada akan terselesaikan. “Butuh waktu, jadi saya mempunyai keyakinan yang sangat kuat ketika semua duduk, membaca dan mendengarkan satu dengan yang lainnya, mestinya ada jalan keluar yang kita sebut jalan tengah,” paparnya.
Diakui Hinca, buku ini ia tulis dengan pergelutan batin. “Saya geluti dalam. Saya datangi satu-satu. Saya belah satu-satu sampai detail. Buku ini tak bermaksud untuk berpihak ke kiri atau ke kanan. Minimal mencerahkan. Bagi semua pejuang lingkungan apapun latar belakangnya, harus kita hormati itu. Fungsi kita mencerahkan,” katanya.
| Jadwal Siaran Polandia vs Belanda Menuju Piala Dunia 2026 Prediksi Skor dan Susunan |
|
|---|
| SOSOK Dea Sister Hong Lombok Viral, Berkedok MUA, Ternyata Aslinya Pria Bernama Denny |
|
|---|
| Diusir Suami di Malam Pertama, Pengantin Wanita Menangis Haru Saat Tahu Alasan Suaminya |
|
|---|
| Penyebab Kapolri tak Dapat Perintahkan Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil, Tarik Semua Polisi Aktif |
|
|---|
| Ribka Tjiptaning, Penulis Buku Aku Bangga Jadi Anak PKI Sebut Soeharto Pembunuh Dilaporkan ke Polisi |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Hinca-Pandjaitan-bedah-buku-TPL.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.