Sekda Siantar Buka Ruang Dialog yang Luas Untuk Mahasiswa Terkait NJOP, Berikut Paparannya

Sekda Siantar Buka Ruang Dialog yang Luas Untuk Mahasiswa Terkait NJOP, Ini Paparannya

Editor: Aisyah Sumardi
TRIBUN MEDAN / HO
Sekda Siantar Buka Ruang Dialog yang Luas Untuk Mahasiswa Terkait NJOP, Ini Paparannya 

TRIBUN-MEDAN.com, SIANTAR - Pemerintah Kota Pematangsiantar yang diwakili Sekretaris Daerah Junaedi Sitanggang membuka ruang dialog yang luas untuk mahasiswa terkait dengan tuntutan pembatalan NJOP Tahun 2024-2026.

Hdjjj

Lewat diskusi yang digelar, Selasa (9/9/2025) Junaedi menjawab semua pertanyaan yang dilayangkan mahasiswa. 

Diterangkan Junaedi, saat ini Pemko Pematangsiantar sangat terbuka dengan segala ide dan masukkan/pendapat. Namun, pendapat masyarakat tersebut harus tetap mematuhi koridor peraturan perundang-undangan. 

Vnnk

Mantan Kepala Inspektorat ini menjelaskan bahwa pajak masih sektor pendapatan utama untuk pembangunan di Kota Pematangsiantar. Pemerintah sejak awal sangat serius dan penuh kehati-hatian dalam mengelola uang rakyat, termasuk NJOP. 

“NJOP adalah dasar untuk penetapan PBB. Bagaimana masyarakat supaya bisa membayar PBB, tentu kita (pemerintah) sesuaikan dengan karakteristik masyarakatnya. Emang kalau kita batalkan NJOP ini, sudah jadi solusi? Kan tidak,” kata Junaedi. 

Junaedi menyebut bahwa Pemko Pematangsiantar memberikan kemudahan dengan memberikan relaksasi terhadap masyarakat ekonomi kelas bawah. Pemko Siantar tak semena-mena menetapkan nilai NJOP.

“Karena outputnya kan kembali ke masyarakat juga,” kata Junaedi seraya menyebut serapan pajak dari PBB P2 adalah sumber untuk Pembangunan Kota Pematangsiantar.

Dijelaskan Junaedi, kemajuan suatu daerah adalah di mana tingginya nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibanding Dana Transfer Pusat ke Daerah. Sementara Kota Pematangsiantar masih bergantung pada Dana Transfer Pusat ke Daerah. 

“Coba bandingkan dengan Medan. Rasio PAD dengan Dana Transfer, itu lebih tinggi PAD-nya. Sementara kita (Kota Pematangsiantar), pendapatan PAD-nya baru 20 persen dari APBD. Harusnya dengan APBD sebesar Rp 1 Triliun, nilai PAD kita 60 persen, atau Rp 600 miliar. Apa kita mau daerah kita begini-begini aja,” ujar Junaedi.

Junaedi juga menyebut, pajak yang dikelola Pemko Pematangsiantar selama ini sangat menolong masyarakat kelas bawah. Mulai dari insentif UMKM, Program Rumah Tak Layak Huni (RTLH), Tanggungan BPJS Kesehatan untuk masyarakat miskin, Tanggungan BPJS Ketenagakerjaan untuk pekerja informal, pelbagai bansos sampai dengan pembangunan infrastruktur dan pendidikan. 

Terpisah, Kabid PBB pada BPKD Kota Pematangsiantar, Christianto Silalahi menyampaikan bahwa lewat Peraturan Wali Kota Pematangsiantar Nomor 15 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Wali Kota Pematangsiantar Nomor 3 Tahun 2024, Pemerintah sangat berupaya menjangkau kepatuhan pajak bagi rakyat miskin.

"Pemerintah memberikan pengurangan berdasarkan kondisi tertentu seperti Objek Pajak yang Wajib Pajaknya adalah pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, pensiunan ASN, pensiunan TNI/Polri, atau janda/dudanya dapat diberikan pengurangan sebesar 25 persen," kata Arri. 

​Objek Pajak yang Wajib Pajaknya adalah fakir miskin dan/atau orang tidak mampu yang masuk ke dalam DTKS dapat diberikan pengurangan sebesar 75 persen. Kemudian Objek Pajak yang dikuasai, dimiliki dan/atau dimanfaatkan oleh perguruan tinggi swasta untuk penyelenggaraan pendidikan secara langsung yang terletak di lingkungan perguruan tinggi yang bersangkutan dapat diberikan pengurangan sebesar 50 persen. 

​Objek Pajak yang dikuasai, dimiliki dan/atau dimanfaatkan oleh rumah sakit swasta untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara langsung yang terletak di lingkungan rumah sakit yang bersangkutan dapat diberikan pengurangan sebesar 50 persen. 

Objek Pajak berupa cagar budaya yang diatur dan ditetapkan oleh pemerintah/Pemerintah Daerah sebagai Bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang tidak mengalami perubahan fisik Bangunan baik model maupun cat dapat diberikan pengurangan sebesar 50 persen. 

​Objek Pajak yang terkena dampak bencana alam, bencana non alam, kebakaran atau sebab lain yang dapat dipertanggungjawabkan serta sebab-sebab lain yang luar biasa seperti hama tanaman, wabah/pandemi dan krisis ekonomi dapat diberikan pengurangan sebesar 50 persen (lima puluh persen).

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved