Sumut Terkini

Cerita Silvia Gea, Anak Muda dari Nias yang Jadi Motor Gerakan Merawat Lingkungan

Perempuan kelahiran Gunungsitoli, 5 Desember 2002 ini menunjukkan bahwa anak muda dari daerah pun mampu menjadi penggerak perubahan nasional

Penulis: Husna Fadilla Tarigan | Editor: Ayu Prasandi
DOKUMENTASI
Silvia Decmerry Natalia saat memberikan edukasi kepada masyarakat 

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN- Di balik sederet prestasinya MUDA30 Changemakers, Pemimpin Muda untuk Iklim, hingga Delegasi Indonesia di konferensi Asia nama Silvia Decmerry Natalia Gea selalu dikaitkan dengan satu hal kepemimpinan yang tumbuh dari hati. 

Perempuan kelahiran Gunungsitoli, 5 Desember 2002 ini menunjukkan bahwa anak muda dari daerah pun mampu menjadi penggerak perubahan nasional, bahkan internasional, ketika ketulusan dijadikan fondasi setiap langkah.

Masa kecil Silvia di Kota Gunungsitoli bukan hanya tentang keindahan alam dan kuatnya ikatan keluarga.

Dari sana pula ia belajar arti hidup sederhana yang penuh kasih dan kerja keras. Di bawah asuhan orang tuanya Y. Gea dan R. Siallagan Silvia dibentuk menjadi perempuan yang berani bermimpi besar.

“Mama mengajarkan saya keteguhan dan jiwa independen, sedangkan bapak menanamkan kesederhanaan dan ketulusan,” ujarnya. 

Kedua figur itu menjadi guru pertama yang menanamkan integritas dan keberanian, dua hal yang kelak mengantarnya ke berbagai panggung kepemimpinan.

Perjalanan sosial Silvia dimulai sejak SMA ketika ia bergabung sebagai relawan di HOPE Worldwide Nias.

Mengajar anak kurang mampu membuatnya memahami arti memberi bukan sekadar tenaga, tetapi juga harapan.

Tak berhenti di sana, pada usia yang terbilang muda, ia dipercaya menjadi Leader World Cleanup Day Kota Gunungsitoli 2019–2022, memimpin ratusan relawan dalam aksi bersih-bersih lintas titik. Dari kegiatan inilah kepedulian lingkungannya tumbuh semakin dalam.

“Kepemimpinan bagi saya bukan soal memerintah, tapi menggerakkan orang dalam aksi nyata,” katanya.

Pilihan kuliah di FISIPOL Universitas HKBP Nommensen Medan bukan kebetulan.

Silvia memang tertarik pada isu sosial, kebijakan publik, dan pembangunan berkelanjutan. Di kampus inilah perspektifnya semakin terasah.

Salah satu momen terpenting adalah ketika ia mengerjakan skripsi tentang implementasi Perda Pengelolaan Persampahan di Kota Medan.

Turun langsung ke lapangan membuka matanya pengelolaan sampah bukan hanya persoalan kebersihan, tapi juga edukasi dan partisipasi publik.

Dari keresahan itulah ia mendirikan Ecoeducare gerakan edukasi lingkungan yang kini menjadi fondasi dari banyak programnya.

Membawa Gerakan Ecoeducare ke Proyek BERLIAN

Lewat program Pemimpin Muda untuk Iklim bersama Plan Indonesia dan Teens Go Green, Silvia menciptakan Proyek BERLIAN (Bank Sampah HORAS BAH) yang fokus pada edukasi dan olah limbah minyak goreng di Kampung Nelayan Seberang.

Limbah yang sebelumnya mencemari laut diubah menjadi peluang ekonomi. Edukasi, recycle, dan olah limbah digabungkan menjadi model pemberdayaan berbasis komunitas.

“Menjadi Pemimpin Muda untuk Iklim bukan gelar, tapi tanggung jawab untuk menerjemahkan ilmu menjadi aksi,” katanya.

Tahun 2024, Silvia menjadi Delegasi Indonesia dalam World Cleanup Day Impact and Sustainable Asia Conference di Malaysia. Di sana ia bertemu para pemuda Asia yang membuktikan bahwa gerakan lokal bisa berdampak global.

Pengalaman ini memperkuat keyakinannya bahwa anak muda Indonesia, terutama perempuan, punya peran besar dalam solusi perubahan iklim.

Perjalanan panjang itu kemudian mengantar Silvia ke salah satu pencapaian terbesar terpilih sebagai Finalis MUDA30 Changemakers 2025 dan satu-satunya wakil Sumatera Utara.

Prosesnya panjang Social Media Campaign, Governance Bootcamp, Townhall Forum, hingga menulis buku “Teman Muda Nusantara Vol. 2”.

“Penghargaan ini bukan soal saya. Ini bukti bahwa anak muda dari daerah pun bisa membawa perubahan,” tegasnya.

Membangun Program Baru PESONA dan Misi Ekonomi Sirkular

Silvia melanjutkan langkahnya lewat program terbarunya, PESONA kolaborasi Ecoeducare dengan berbagai hotel untuk mengubah sampah menjadi sumber pendanaan edukasi lingkungan

Sampah hotel akan disalurkan ke bank sampah, dan hasilnya digunakan untuk seminar serta kegiatan sustainability.

Baginya, perubahan besar dimulai dari siklus kecil yang terhubung dan melibatkan banyak pihak.

Di tengah padatnya aktivitas, Silvia menjaga keseimbangan dengan cara sederhana: membuat jadwal disiplin, menyisihkan waktu untuk membaca, travelling, dan mengeksplor hal-hal baru.

“Membaca memberi wawasan, travelling membuka perspektif, dan mencoba hal baru membuat saya berani keluar dari zona nyaman,” ujarnya.

Silvia memaknai kepemimpinan sebagai bentuk pelayanan.

“Apa pun yang saya kerjakan harus seperti saya melakukannya untuk Tuhan,” katanya tegas.

Baginya, perempuan muda bukan hanya pendukung perubahan, tapi penggerak utama yang membawa keseimbangan antara logika dan empati.

Kepada perempuan muda di Nias dan Sumut, Silvia menitipkan pesan penuh harapan.

“Jangan ragu bermimpi besar. Tempat asal bukan batas, tapi kekuatan. Langkah kecilmu hari ini bisa menjadi cahaya bagi banyak orang,” pungkasnya.

(cr26/tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di FacebookInstagram dan Twitter dan WA Channel

Berita viral lainnya di Tribun Medan 

 

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved