Pengadilan Tipikor dan Hakim Ad Hoc Masih Dibutuhkan
Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat I Gede Pasek Suardika menilai pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) di daerah
Menurut Pasek, masalah utama dari terjadinya praktik korupsi di pengadilan tipikor lantaran lemahnya proses seleksi calon hakim ad hoc.
"Kalau saya melihatnya tidak hanya hakim ad hoc, hakim karir juga banyak yang bermasalah. Artinya rekrutmennya yang memang bermasalah," kata Pasek di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, menyikapi penangkapan dua hakim ad hoc pengadilan tipikor oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasek mengatakan, panitia seleksi hakim ad hoc harus memperketat proses seleksi selanjutnya dengan melibatkan lebih besar peran masyarakat. Publik diminta menyampaikan track record setiap calon sebagai bahan masukan.
Jika hakim yang dihasilkan berkualitas, menurut dia, maka tidak akan menjadi masalah jika pengadilan tipikor ditempatkan di seluruh provinsi. Sebaliknya, jika pengadilan tipikor tidak ditempatkan di tiap provinsi, tambah dia, maka akan menimbulkan kesulitan dan membutuhkan biaya besar untuk menyidangkan perkara korupsi.
"Kalau pengadilan tipikor hanya di Jakarta, soal biaya bagaimana? Saksi yang datang dari Papua bagaimana?," kata politisi Partai Demokrat itu.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Aboe Bakar Al Habsy mengatakan, pansel hakim ad hoc harus menelusuri dengan teliti rekam jejak setiap calon. "KY harus lebih sensitif terhadap setiap laporan masyarakat," kata dia. (*)