Mesin Parpol Tak Solid di Pilgub Sumut
Peneliti Center Analysis for Social & Economi Studies (CASES)
Laporan Wartawan Tribun Medan/ Adol Frian Rumaijuk
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Peneliti Center Analysis for Social & Economi Studies (CASES) Sumatera Utara, Edi S Sitepu SE MSi, menyampaikan bahwa ada beberapa fenomena politik yg menarik untuk dikaji dan didalami dari hasil Quick Count pada 7 Maret 2013. Diantaranya hampir 60 persen pemilih Sumut golput disebabkan beberapa faktor.
Menurutnya, seperti disampaikan kepada wartawan, Jumat (8/2/2013), faktor itu ialah turunnya kepercayaan publik terhadap institusi politik dan pemerintahan dan ketidak-solidan mesin partai yang mengusung beberapa pasangan cagub/cawagub Sumut. Mengkaji hasil quick count Pilgub Sumut dan menyebutkan terjadinya golput akibat kurang maksimalnya sosialisasi dan tahapan pendataan pemilih oleh KPU. Yang dapat dibuktikan dengan masih banyaknya pemilih yang tidak menerima undangan form C-6 .
Ada beberapa kejutan yang terjadi dari hasil quick qount, yaitu kondisi yang bertentangan ditunjukkan pasangan nomor urut 4 (AMRI-RE) yang berdasarkan hasil quick count kemarin hanya menempati urutan ke-4. Padahal pasangan ini adalah pasangan yang dianggap memiliki modal politik paling kuat di Sumatera Utara dibandingkan dengan pasangan lainnya.
Hal ini dapat dilihat dari popularitas kedua orang ini sangat tinggi di Sumatera Utara berdasarkan hasil survey yang dilakukan beberapa lembaga survey sebelum pilkada. Amri Tambunan sendiri adalah seorang Bupati di Deli Serdang selama dua periode dan sedangkan RE Nainggolan adalah birokrat senior dengan posisi jabatan terakhir adalah sebagai Sekda Provinsi Sumut.
"Selain itu RE Nainggolan juga dikenal sebagai tokoh yang sangat dihormati oleh masyarakat Tapanuli. Pasangan ini juga didukung secara tunggal oleh partai terbesar di Sumatera Utara yakni Partai Demokrat," ujarnya.
Kekalahan AMRI-RE ini dinilai disebabkan oleh beberapa faktor, seperti turunnya ekspektasi masyarakat terhadap calon pemimpin yang berasal dari kalangan birokrat. Masyarakat mengharapkan adanya regenerasi kepemimpinan Sumatera Utara yang dipegang oleh kaum muda.
Kemudian, hasil ini menunjukkan ketidaksolidan mesin Partai Demokrat mengingat partai ini tidak perlu berkoalisi dengan partai lain dalam mengusung pasangan AMRI-RE, sehingga konflik yang ada seharusnya dapat diminimalisir. Serta isu nasional yang sedang melanda tubuh Partai Demokrat sedikit banyak mempengaruhi penilaian masyarakat.
“Ditambah lagi dengan berkembangnya isu politik di tingkat lokal pada saat menjelang hari H pilkada yang menyebutkan keterlibatan petinggi-petinggi Partai Demokrat di tingkat pusat dalam upaya menggagalkan pelantikan Gatot sebagai Gubernur definitif akibat kepentingan pemenangan AMRI-RE. Tentunya isu ini mempengaruhi penilaian publik terhadap pasangan AMRI-RE dan sangat kontra produktif dalam upaya pemenangan pasangan calon Partai Demokrat tersebut,” ujarnya.
Selain itu, ungkapnya, pasangan nomor urut 3 (Charly) yang didukung partai besar Golkar dan PPP ternyata hanya mampu meraup suara persentasi sebesar 1 digit berdasarkan hasil quick count. Diduga disebabkan oleh terbaginya dukungan dari beberapa kader partai golkar kepada kandidat lain yang berasal dari Partai Golkar.
Disamping itu sosok Chairuman muka lama yang sudah bebarapa kali mencoba bermain dalam pemilukada Sumut, sehingga sedikit banyaknya hal ini mempengaruhi penilaian publik. Kemudian pasangan normor urut 1 (Gusman), yang didukung oleh 23 partai politik ternyata hanya mampu menempati posisi ketiga dalam Pilkada Sumut. Diindikasikan lemahnya koordinasi mesin pemenangan dalam mengelola potensi konflik yang terjadi diantara partai-partai pendukung yang jumlahnya terlalu besar.
Dilanjutkannya, fenomena politik yang sangat menarik, katanya, datang dari dua pasangan yaitu ESJA dan AMRI-RE. Masuknya ESJA sebagai runner up hasil quick count kemarin dapat dikatakan menjadi sebuah kejutan politik. Karena berdasarkan polling dan hasil survey beberapa lembaga survey sebelum pilkada, pasangan ini hanya menunjukkan posisi tertingginya di ranking ketiga saja.
"Dapat dipahami mengingat pasangan ini tidak begitu popular dikalangan masyarakat sumut, apalagi Effendi Simbolon dianggap sebagai pemain wajah baru di peta perpolitikan Sumut," tuturnya.
Dengan hasil quick count kemarin yang menempatkan pasangan ini pada posisi dua menunjukkan bahwa PDIP sangat solid dalam mengusung ESJA, dan ini adalah modal besar bagi PDIP menghadapi Pemilu 2014 mendatang.
Sedangkan kemenangan pasangan nomor urut 5 (Ganteng) yang didukung koalisi PKS, Hanura dan partai-partai kecil menunjukkan konsistensi hasil-hasil survey pra pilkada yang dilakukan beberapa lembaga survey, disebabkan pasangan ini incumbent dan relative sudah dikenal oleh masyarakat luas.
(afr / tribun-medan.com)