JR Masih Gagal, Meski Sudah Empat Tahun Memimpin Simalungun
Kinerja Pemerintahan Kabupaten Simalungun yang dipimpin Bupati JR Saragih belum mampu membuat masyarakat tersenyum dan bahagia
Laporan Wartawan Tribun Medan / Abul Muamar
TRIBUN-MEDAN.com, RAYA - Kinerja Pemerintahan Kabupaten Simalungun yang dipimpin Bupati JR Saragih belum mampu membuat masyarakat tersenyum dan bahagia. Janji-janji politiknya yang mengusung tema perubahan, meskipun telah empat tahun memimpin, belum terealisasi sebagaimana yang diharapkan.
"Sesuai dengan hasil evaluasi kinerja yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP) tahun 2011, kinerja Pemkab Simalungun mendapat skor 2,3636 dengan ranking 20. Sedangkan untuk tahun 2012 skornya 2,2377 dan mendapat ranking 17," papar Koordinator Centre For Research Of Public Budgeting (Cerpub) Rindu Marpaung kepada www.tribun-medan.com, Selasa (25/11/2014).
Selain kualitas kinerja yang buruk, kata Rindu, JR juga menciptakan permasalahan yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat khususnya pegawai, dengan kerap mengganti pejabat. Catatan Cerpub, sejak JR jadi bupati tahun 2010, sedikitnya terdapat 2.835 PNS yang mengalami pergantian atau pergeseran. Bahkan, ada puluhan pegawai eselon II hingga eselon IV yang usia jabatannya tak kurang dari dua bulan, dicopot, tanpa ada penjelasan.
"Celakanya, ada yang seminggu menjabat, langsung dicopot," ujar Rindu. Kebijakan itu, kata Rindu, mencerminkan bahwa JR Saragih tidak percaya diri atas kebijakannya.
"Dan dapat disebut itu kebijakan barbar. Buruknya kinerja dia adalah pelayanan publik diakibatkan gonta-ganti pejabat, khususnya kepala satuan kerja perangkat daerah," kata Rindu.
Dikatakannya, sulit bagi aparatur pemerintahan mewujudkan visi pembangunan yaitu "Terwujudnya Masyarakat dan Daerah Kabupaten Simalungun yang Makmur Perekonomian, Adil, Nyaman, Taqwa, Aman dan Berbudaya (MANTAB)" yang tertuang di Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), jika bupati bertindak seperti itu.
"Mereka tidak nyaman bekerja, kalau bupati lagi nggak mood, jantung mereka berdepar-debar," kata Rindu.
Sebagai jantung pembangunan, lanjut Rindu, APBD Kabupaten Simalungun dalam empat tahun terakhir juga belum menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat.
"Atau dengan kata lain, anggaran masih pro birokrasi. Sebagai salah satu contoh, total realisasi belanja pegawai tahun anggaran 2013 sebesar Rp 985 miliar. Jumlahnya sangat fantastis bila dibandingkan dengan total pendapatan daerah yang hanya Rp 1,4 trilliun dan realisasi belanja modal untuk rakyat yang hanya Rp 234 miliar, serta belanja barang dan jasa seperti ATK, listrik, telepon, perjalanan dinas, makan minum, perawatan mobil atau sepeda motor, penggandaan pakaian dinas, sebanyak Rp 146 miliar," ujarnya.
"Semenjak Bupati JR Saragih memimpin, publik sudah dipertontonkan atas kebijakan yang kontroversial itu. Bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan telah keliru dilakukan. Indikator untuk membuktikannya sangat sederhana. Pertama, sifat dan perilaku konsumtif dan tidak taat aturan dari mayoritas aparatur pemerintah dalam bekerja. Kedua, buruknya pelayanan dan pemenuhan hak-hak masyarakat dan pembangunan fasilitas publik. Ketiga, kolusi dan nepotisme telah menjadi mentalitas utama di birokrasi. Keempat, tingginya angka korupsi, mulai dari pegawai rendahan sampai pejabat. Dan kelima, lemahnya proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelaporan program pembangunan dan keuangan daerah," katanya.
Rindu pun berharap JR Saragih melakukan evaluasi dan refleksi atas kepemimpinannya.
(amr/tribun-medan.com)