Demo Buruh di Kantor Gubernur Jadi Ladang Untung Pedagang Kecil

"Syukur kali lah kalau ada seperti ini. Maklum lah, kan susah cari uang di Medan ini," ujar Ina.

Penulis: Tulus IT |
Tribun Medan/Nanda Fahriza Batubara
Pedagang asongan, Ina, menjajakan barang dagangannya kepada para pendemo ketika berunjuk rasa di luar gerbang Kantor Gubernur Sumut Jalan Pangeran Dipongoro, Kamis (10/11/2016). 

Laporan Wartawan Tribun Medan / Nanda F. Batubara

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - unjuk rasa yang dilakukan ribuan buruh di luar gerbang Kantor Gubernur Sumut Jalan Pangeran Diponegoro , Kamis (10/11/2016), memberikan keuntungan bagi para pedagang.

Aksi ini juga dijadikan momentum bagi beberapa pedagang dadakan untuk mendulang penghasilan. Satu di antara sejumlah pedagang dadakan tersebut adalah Ina.

Perempuan berusia 56 tahun tersebut merupakan pedagang asongan yang hanya berjualan apabila mendapati aksi unjuk rasa seperti pada hari ini.

Dengan berjalan kaki, Ina menjajakan barang dagangannya berupa rokok dan minuman mineral kepada para pengunjuk rasa.

Baca: Buruh Tolak UMP Sumut Tahun 2017

"Syukur kali lah kalau ada seperti ini. Maklum lah, kan susah cari uang di Medan ini," ujar Ina kepada www.tribun-medan.com.

Ribuan buruh yang tergabung dalam Buruh Bersatu Sumut melakukan aksi unjuk rasa di depan gerbang Kantor Gubernur Sumut Jalan Pangeran Diponegoro.

Unjuk rasa tersebut dilakukan untuk menolak Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut Tahun 2017 yang telah ditetapkan Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi senilai Rp.1.961.354.

Menurut buruh, UMP Sumut 2017 yang telah ditetapkan terkesan dipaksakan dan tidak memenuhi Kebutuhan Hidup Layak bagi para buruh di Sumut. Mereka menuntut Erry untuk membatalkan UMP tersebut.

"Kami kecewa Gubernur Sumut hanya menaikkan upah sebesar 8,25 persen dari UMP 2016 lalu. Kami menuntut kenaikan minimal 25 persen," ujar koordinator aksi, Sukatmin, ketika berorasi.

Menurut orator lainnya, Willy Agus Utomo, penetapan UMP Sumut berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dinilai tidak sesuai dengan kebutuhan hidup di Sumut saat ini.

"Seharusnya Gubernur paham, bahwa dalam peraturan pemerintah itu mengatur tentang batas minimum penetapan UMP, artinya tidak masalah kalau ditetapkan di atas itu. Oleh karena itu, kami juga meminta PP Nomor 78 Tahun 2015 itu dicabut," ujar Willy.

Pada aksi tersebut, para buruh meminta Erry untuk mendatangi para buruh dan mendengar tuntutan yang mereka sampaikan secara langsung. Namun, hingga berita ini diturunkan, Erry belum muncul untuk mendengarkan tuntutan tersebut. (cr5/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved