Gawat Mendagri Tidak Bisa Batalkan Perda Bermasalah
Uji materi tersebut diajukan oleh Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan kawan-kawan.
TRIBUN-MEDAN.com - Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan berlakunya aturan terkait kewenangan Menteri Dalam Negeri dalam membatalkan peraturan daerah (perda).
Hal itu disampaikan majelis hakim MK dalam sidang uji materi yang digelar di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (4/4/2017).
"Mengabulkan permohonan Pemohon sepanjang pengujian Pasal 251 ayat (2), ayat (3), dan ayat (8) serta ayat (4) sepanjang frasa'..pembatalan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat', Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah," begitu bunyi putusan yang diterbitkan oleh MK, Rabu.
Uji materi tersebut diajukan oleh Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan kawan-kawan.
Pemohon meminta agar peraturan terkait pembatalan perda yang terdapat dalam Pasal 251 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dibatalkan oleh MK.
Adapun putusan terebut teregistrasi dengan nomor perkara 137/PUU-XIII/2015. Dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa perda merupakan produk hukum yang dibuat oleh eksekutif dan legislatif, yakni pemerintah daerah dan DPRD.
Sedianya, pembatalan produk hukum berupa peraturan di bawah undang-undang itu bisa dibatalkan jika dilakukan melalui mekanisme uji materi di Mahkamah Agung.
Ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Pasal 24 A ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa: "Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang".
Tahun 2016 Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membatalkan 3.143 peraturan daerah dan peraturan kepala daerah yang dinilai menghambat laju investasi dan pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Tjahjo mengaku sebelum membatalkan peraturan-peraturan itu, jajarannya telah berkoordinasi dengan pejabat provinsi setingkat Sekretaris Derah dan Kepala Biro Hukum.
"Begitu Presiden memerintahkan peraturan bermasalah dihapus, kami undang kepala hukum tingkat provinsi dan Sekda (membahas peraturan yang bermasalah)," ujar Tjahjo di Istana, Selasa (14/6/2016).
Para pejabat itu diminta memaparkan perda serta peraturan kepala daerah yang berlaku di daerahnya. Baik peraturan yang merujuk pada aturan yang lebih tinggi maupun hasil otonomi.
Setelah itu, para pejabat daerah tersebut mendapat penjelasan bahwa ada perda yang dianggap l. "Dengan demikian harusnya enggak ada (gugatan hukum) ya," lanjut Tjahjo.