Kasus Korupsi
Hakim PN Jakarta Selatan Tolak Gugatan Praperadilan Miryam S Haryani
Hakim menilai dari 30 bukti surat yang diajukan KPK, menunjukkan penetapan tersangka sesuai prosedur dan memenuhi dua alat bukti permulaan.
TRIBUN-MEDAN.com - Hakim tunggal di sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Asiadi Sembiring, menolak gugatan prapadilan Miryam S Haryani, kader Partai Hanura sekaligus mantan anggota DPR RI terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP.
Hakim menyatakan, surat perintah penyidikan surat KPK nomor Sprin.Dik-28/01/04/2017 telah sah dan berdasarkan atas hukum.

“Menyatakan penetapan tersangka atas nama Miryam S Haryani adalah sah,” ujar Asiadi.
Hakim menilai Pasal 22 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang merupakan perubahan dari Undang-Undang 31 tahun 1999, masih menjadi wewenang KPK.
Sebab, pasal itu masuk di BAB III UU Tipikor yang mengatur tentang tindak pidana lain yang berkaitan dengan Tipikor.
Baca: Begini Sadisnya Anggota Geng Motor Menghabisi Nyawa Fajar Muhammad
Baca: Miryam S Haryani Syok Dijebloskan ke Sel Tahanan KPK
Baca: Reaksi Djarot soal Rencana Anies-Sandi Mengalihkan Penggunaan Pulau Reklamasi
Sesuai pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, menjelaskan, tindak pidana korupsi adalah, tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UU 31 tahun 1999.
Atas dasar itu, pasal 22 yang disematkan kepada Miryam masuk kategori Tipikor yang menadi wewenang KPK.
"Termohon memiliki kewenangan melakukan penyidikan," ujar Asiadi.
Pihak penasihat hukum Miryam S Haryani berkeyakinan mekanisme pengusutan kasus dugaan keterangan palsu Miryam, mengacu Pasal 174 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Namun, menurut Asiadi, KPK tidak harus mengikuti pasal 174 KUHAP, dan penyidik KPK secara langsung dapat melakukan pengusutan kasus tersebut.
Pertimbangan lainnya, mengenai cukup tidaknya alat bukti memproses hukum Miryam S Haryani.
Hakim menilai dari 30 bukti surat yang diajukan KPK, menunjukkan penetapan tersangka sesuai prosedur dan memenuhi dua alat bukti permulaan.