Menkeu Sri Mulyani Buka-bukaan soal Darurat Utang, Jawabannya Bikin Kaget

Sekadar informasi, utang pemerintah sudah mencapai Rp 3.667 triliun per 30 April 2017, naik Rp 201 triliun dibandingkan posisi Desember 2016.

Editor: Tariden Turnip
(Kompas.com/Kurnia Sari Aziza)
Menteri Keuangan Sri Mulyani 

TRIBUN-MEDAN.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati diajukan pertanyaan mengenai apakah Indonesia sudah dalam kondisi darurat utang, seperti yang diselalu disebarkan pihak pihak tertentu di media sosial.

Pertanyaan menohok ini dilontarkan Rosiana Silalahi saat Menkeu Sri menjadi bintang tamu program Rosi yang ditayangkan Kompas TV, Kamis (10/8/2017) malam.

Baca: Bikin Terharu, Ini Alasan Menkeu Sri Mulyani Tinggalkan Gaji Miliaran di Bank Dunia

Sekadar informasi, utang pemerintah sudah mencapai Rp 3.667 triliun per 30 April 2017, naik Rp 201 triliun dibandingkan posisi Desember 2016.

Dalam program itu hadir pula Kasi Penilaian Sumber Daya Alam Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Ahmad Fauzi. Fauzi bertugas melakukan penilaian hutan.

Baca: Salahkan Pria Ini, yang Bikin Netizen Bisa Tonton Film Porno Gratis

Sri Mulyani menyatakan Indonesia tidak dalam kondisi darurat utang.

Dia mengibaratkan utang itu ibarat kartu kredit.

Dalam mengajukan kartu kredit, maka sesuaikanlah limit maksimal dengan kemampuan membayar.

Baca: Baru Diluncurkan, Aplikasi Ayo Poligami Sudah Diunduh Ribuan Kali

Apabila pendapatan seseorang Rp 10 juta, maka mintalah kartu kredit yang limit maksimalnya Rp 1 juta. Kemudian, apabila pendapatan seseorang mencapai Rp 25 juta, maka limit maksimal yang seharusnya diajukan adalah Rp 5 juta.

"Itu tidak berarti bahwa Anda punya limit Rp 5 juta kemudian Anda bilang situasinya lebih buruk dari yang Rp 1 juta. Harus dilihat dari kemampuan dan size ekonomi keseluruhan," jelas Sri Mulyani.

Baca: Gita Gutawa Ditodong Ayahnya Menikah Muda, Ini Tipe Cowok yang Diidamkan

Sri berkilas balik ke periode tahun 1997-1998 ketika ada pergantian dari era Orde Baru ke era Reformasi yang menghasilkan presiden-presiden yang dipilih langsung oleh rakyat.

Perubahan besar tersebut terjadi bersamaan dengan krisis ekonomi. Akibatnya, negara harus menanggung perbaikan sektor keuangan yang waktu itu tengah dilanda krisis.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved