HUT Kemerdekaan RI

Sarasehan Kebangsaan Gelaran Barisan Save NKRI: Menjawab Tantangan Krisis Kebhinekaan

Sentimen perbedaan yang marak dalam ujaran kebencian di media sosial hingga mengguncang ideologi bangsa. Bagaimana cara menjawab tantangan ini?

Dok.Barisan Save NKRI
Sejarawan dan Dosen USU Wara Sinuhaji (paling kiri) saat menyampaikan napak tilas sejarah kebhinekaan mencapai Indonesia Merdeka di Taman Budaya Sumatera Utara, Kamis (17/8/2017). Sarasehan Kebangsaan ini digelar Barisan Save NKRI dengan tema Merayakan Kemerdekaan dalam Tantangan Krisis Kemerdekaan. Selain Wara, hadir pula praktisi hukum Franz Harahap (kedua dari kiri) dan Sekretaris Umum GMKI Medan (kedua dari kanan). (Dok.Barisan Save NKRI). 

TRIBUN-MEDAN.com - 72 tahun sudah Indonesia merdeka. Rentang 72 tahun pula Indonesia dilanda beragam masalah, bergulatnya pesimisme kontra optimistme. Teranyar, masalah yang paling menonjol adalah krisis kebhinekaan yang dirongrong oleh aksi-aksi terorisme, sentimen perbedaan yang marak dalam ujaran kebencian di media sosial hingga mengguncang ideologi bangsa.

Demikian untaian masalah yang jadi pembahasan dalam Sarasehan Kebangsaan yang digelar komunitas Barisan Save NKRI, di Taman Budaya Sumatera Utara, Kamis (17/8/2017). Sarasehan Kebangsaan ini merupakan kegiatan jilid ke II yang digelar sebagai momentum perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-72.

Sarasehan Kebangsaan ini mengambil tema Merayakan Kemerdekaan dalam Tantangan Krisis Kebhinekaan. Merupakan rangkaian kegiatan setelah kegiatan donor darah di hari yang sama, yang melambangkan semangat darah juang

Baca: Rayakan Kemerdekaan, Cantiknya Yuni Shara Kenakan Baju Pejuang

Tiga pembicara hadir menawarkan solusi pada anak bangsa terkait krisis kebhinekaan yang melanda negeri. Sejarawan dan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara (USU) Wara Sinuhaji, Praktisi Hukum Franz Harahap dan perwakilan mahasiswa Sekretaris Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Medan Rahmat Puna Marbun.

Wara Sinuhaji menuturkan setiap anak negeri mesti menapaktilas perjalanan Indonesia hingga bisa merdeka.

Ada proses panjang yang dilalui hingga kemerdekaan diraih. Dalam prosesnya, rasa senasib dan sepenanggungan atas penjajahan menjadi semangat juang yang meningkat menjadi semangat persatuan.

Baca: Unggah Harapannya di Hari Kemerdekaan, Netizen Berikan Apresiasi kepada Prilly Latuconsina

Jauh sebelum tahun 1945, perjuangan yang bersifat kedaerahan sudah muncul. Namun perjuangan bercorak kedaerahan mudah ditumpas kolonial Belanda.

Maka pada 1908, corak perjuangan modern mulai timbul dengan hadirnya organisasi Budi Utomo. Lalu pada 1928, nasionalisme kian menguat dengan bersatunya organisasi-organisasi kepemudaan dan mengucapkan Sumpah Pemuda.

“Jadi, tidak ujuk-ujuk merdeka. Sudah ada perjuangan sebelum 17 Agustus 1945. Kita harus melihat proses ini. Untuk memerdekakan bangsa ini, kebhinekaan menjadi kekuatan. Jong java, jong Ambon, jong Minahasa, jong sumatera Bond dan banyak lagi, bersatu dan berjuang bersama-sama. Mereka berbeda secara identitas tapi merasa sama dalam nasib. Bersatu untuk meraih kemerdekaan,” kata Wara Sinuhaji.

Baca: Kenduri Kopi Buat Parade Komunitas Rayakan Kemerdekaan

Wara menekankan, Pancasila adalah jawaban dari krisis kebhinekaan dari masa ke masa. Bukan sekali ini saja, Pancasila sebagai falsafah Negara diganggu.

Ada banyak gerakan separatis yang muncul dari dulu, namun takluk juga karena Pancasila menggambarkan kekuatan kebhinekaan Indonesia.

Baca: Barisan Save NKRI Berkumpul di Titik Nol Kilometer Medan, Ini yang Akan Dilakukan

Massa aksi Barisan Save NKRI menggelar aksi damai di seputar Lapangan Merdeka Medan, Sabtu (20/5/2017).
Massa aksi Barisan Save NKRI menggelar aksi damai di seputar Lapangan Merdeka Medan, Sabtu (20/5/2017). (Tribun Medan/Array)
Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved