Miris, Hanya Berjarak 5 KM dari Kantor Bupati, Tapi Sejak Indonesia Merdeka Kampung Ini Gelap Gulita
Kompleks kantor pemerintahan daerah yang disebut-sebut termegah di Sumut ini menelan biaya ratusan miliar rupiah.
Penulis: Tulus IT |
Laporan Wartawan Tribun Medan / Nanda F. Batubara
TRIBUN-MEDAN.com, TAPANULI SELATAN - Pemkab Tapanuli Selatan memiliki kompleks pemerintahan yang baru. Kantor Bupati, Gedung DPRD beserta kantor-kantor perangkat kerjanya sudah berdir kokoh di atas perbukitan yang berada di Sipirok, Tapanuli Selatan.
Dibangun beberapa tahun lalu, kompleks kantor pemerintahan daerah yang disebut-sebut termegah di Sumut ini menelan biaya ratusan miliar rupiah.

Namun, tak jauh dari kantor para pejabat daerah tersebut, terlihat kondisi yang begitu memprihatinkan.
Megahnya kompleks perkantoran Pemkab Tapanuli Selatan akan begitu kontras bila dibandingkan kondisi perkampungan yang berada di sekitarnya.
Di antaranya Unte Rudang, kampung yang berada di Desa Pargarutan Dolok, Kecamatan Angkola Timur, Tapanuli Selatan.
Sejak Indonesia merdeka, atau pun sejak Kabupaten Tapanuli Selatan dibentuk, warga di Unte Rudang tidak pernah menikmati aliran listrik.
Padahal, perkampungan ini berjarak tak lebih lima kilometer dari kantor pemerintahan Tapanuli Selatan tersebut. Dapat ditempuh hanya dalam waktu 15 menit menggunakan sepeda motor.
Jangan bayangkan televisi (tv) mode LED atau alat-alat elektronik lainnya di perkampungan ini. Alih-alih tv LED, malam-malam warga kampung Unte Rudang hanya diterangi lampu teplok. Orang di kampung ini menyebut lampu tesebut telong-telong.
Tak sampai situ, di Unte Rudang, warga juga harus berbagi WC untuk mandi sekaligus keperluan lainnya. WC yang dimaksud hanya berupa parit yang disekat-sekat oleh lembaran seng. Gunanya memisahkan antara tempat laki-laki dan perempuan.
Aliran air ini juga dimanfaatkan warga untuk berwudhu sebelum menunaikan salat di Musala yang dibangun oleh seorang warga Kisaran. Musala tersebut sekaligus satu-satunya bangunan yang terbuat dari semen.
Kondisi infrastruktur jalan menuju kampung ini juga tak kalah membuat pengendara mengerutkan kening.
Unte Rudang dihuni oleh sekitar 10 kepala keluarga, sekitar 80 jiwa. Jumlah yang relatif sedikit bila dibandingkan dengan kampung-kampung lainnya.
Meski demikian, mayoritas dari jumlah total penghuni Unte Rudang merupakan pelajar. Sebagian besar dari mereka bahkan masih duduk di bangku sekolah dasar.
Hal inilah yang selalu mengganjal benak para orangtua di kampung tersebut. Ketiadaan listrik dan akses yang baik membuat mereka seolah-olah terisolasi walau berada di halaman belakang kantor bupati.