Gubernur Edy Rahmayadi Tak Mau Ulama Datangi Kantor Gubernur, Dia Sendiri yang Mendatangi
“Ulama itu pimpinan, setelah Rasulullah tak ada. Jadi kalau sudah tak ada ulama, bubar bangsa ini,”
Penulis: Satia | Editor: Randy P.F Hutagaol
“Begitu juga MUI ini sangat penting. Jadi ada tempat kita mengadu. Kalau tidak ada, ini yang buat rusak sekarang ini. Karena itu, kalau sudah berani mengambil titel ulama, itu berat sekali. Sehingga bagaimana ulama dan umaro itu bisa bersama,”
Laporan Wartawan Tribun Medan/ Satia
TRIBUN MEDAN.COM, MEDAN - Muzakarah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Edisi Muharram 1440 Hijriah tingkat provinsi, Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi menyebutkan pentingnya peran ulama dalam kehidupan berbangsa.
Lembaga ini juga disebut sebagai tempat mengadu, khususnya bagi para pemimpin atau umaro.
Hal itu disampaikan Gubernur pada Muzakarah yang mengambil tema ‘Dengan Semangat Hijriah, Kita Rajut Ukuwah Menuju Sumatera Utara Bermartabat' di Aula MUI Sumut, Minggu (23/9/2018).
Hadir di antaranya Wakil Gubernur Sumut H Musa Rajekshah, Ketua MUI Sumut Abdullah Syah dan Dewan Pertimbangan MUI Sumut Maslin Batubara, Anggota DPD RI Darmayanti Lubis, utusan MUI kabupaten/kota dan ratusan ulama.
“Ulama itu pimpinan, setelah Rasulullah tak ada. Jadi kalau sudah tak ada ulama, bubar bangsa ini,” ujar Gubernur Edy Rahmayadi.
Menurutnya, ulama sebagai pemuka agama adalah sosok yang harus dihormati dan dipanuti.
Karena itu pula, sebagai umaro atau pemimpin pemerintahan, Edy tidak berharap para ulama datang ke kantor Gubernur dan mengantri untuk masuk, berdesakan dan sebagainya, sehingga terkesan diperlakukan tidak layak.
“Saya pernah berjanji, tetapi bukan sekadar janji. Saya tak mau ulama datang ke Kantor Gubernur, tetapi panggil saya, undang saya, saya akan hadir,” kata Gubernur yang menganggap harusnya pemimpin yang mendatangi ulama.
Gubernur pun mencontohkan seperti di satu daerah di Jawa, pemimpin pemerintahan datang ke ulama, dengan santun dan sikap sangat menghormati para pemuka agama.
Sebab menurutnya, untuk menyandang gelar tersebut, tidak mudah, bahkan sangat berat.
Sebab di dalamnya ada ketegasan, antara hitam dan putih, benar dan salah.
“Begitu juga MUI ini sangat penting. Jadi ada tempat kita mengadu. Kalau tidak ada, ini yang buat rusak sekarang ini. Karena itu, kalau sudah berani mengambil titel ulama, itu berat sekali. Sehingga bagaimana ulama dan umaro itu bisa bersama,” kata Edy, yang meminta agar kegaitan Muzakarah pihaknya dilibatkan sebagai pelaksana.
Selain itu, Gubernur juga menyinggung beberapa wacana di masyarakat yang menimbulkan kekisruhan.