Cerita Luhut Binsar Pandjaitan Mau Libas Demonstran 22 Mei: Untung Saya Sudah Tidak Jadi Tentara

Dia mengaku menyaksikan langsung aksi itu dari tempat kerjanya di Kantor Kemenko Kemaritiman di Jalan MH Thamrin.

TRIBUN MEDAN
Menko Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan (kiri) menyapa mahasiswa sebelum menyampaikan Kuliah Umum, di Universitas Sumatera Utara, Medan, Senin (18/2/2019). Kuliah umum yang dihadiri ribuan mahasiswa tersebut mengangkat tema "Wawasan Kebangsaan Menuju Kedaulatan Pangan, Maritim dan Daya Saing Bangsa Dalam Era Revolusi Industri 4.0".TRIBUN MEDAN/RISKI CAHYADI 

TRIBUN-MEDAN.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menuturkan bahwa pembubaran paksa massa aksi 22 Mei2019 di Jakarta pada pukul 21.00 WIB oleh polisi adalah hal yang wajar.

Menurut dia, hal itu harus dilakukan polisi karena izin unjuk rasa hanya sampai pukul 18.00 WIB.

"Tapi polisi masih toleransi memberi waktu sampai selesai tarawih. Nah kalau tidak mau bubar akhirnya dibubarkan paksa. Untung saya sudah tidak jadi tentara. Kalau (saya) masih jadi tentara, saya libas juga itu," kata Luhut di Surabaya, Minggu (26/5/2019).

Dia mengaku menyaksikan langsung aksi itu dari tempat kerjanya di Kantor Kemenko Kemaritiman di Jalan MH Thamrin.

Oleh karena itu, dia menegaskan bahwa tidak benar jika polisi dinilai bertindak keterlaluan dalam mengamankan massa hal tersebut.

"Kantor saya itu berdampingan dengan Bawaslu, jadi saya lihat semua kejadian di Jakarta yang hari itu kira-kira ada 6.000 orang dan polisi itu dilempari batu sampai polisi pakai tameng. Polisi itu masih nahan diri," ungkap Mantan Komandan Pertama Detasemen 81 Anti Teroris Kopassus tersebut.

Luhut menuturkan, banyak oknum dari pengunjuk rasa tersebut yang merupakan demonstran bayaran.

"Saya ingin sampaikan, anggota dan staf saya ada yang iseng juga turun ke lapangan pagi-pagi dan melihat demonstran banyak dibayar Rp 200.000, Rp 300.000 sampai Rp 400.000 per orang. Jadi tidak murni semua demonstran," ujarnya.

Targetkan 4 Tokoh dan Bos Lembaga Survei, Dibayar Rp 150 Juta

Institusi Polri dan TNI menggelar jumpa pers bersama terkait adanya rencana pembunuhan bayaran dalam aksi 22 Mei, di Mabes Polri, Senin (27/5/2019).

Dari Mabes Polri diwakili Kadiv Humas Polri Irjen Pol M Iqbal. Sedangkan dari Mabes TNI diwakili Wakil Kepala Pusat Penerangan TNI, Laksamana TNI Tunggul Suropati.

Iqbal mengungkapkan, ada pembunuhan bayaran yang merencanakan aksi saat demonstrasi 22 Mei 2019.

Target pembunuhan itu pun sudah jelas, yakni sejumlah bos lembaga survei dan empat orang tokoh nasional.

Menurut Iqbal, pembunuh bayaran tersebut telah menerima uang senilai Rp 150 juta untuk melakukan eksekusi.

Setidaknya ada satu pimpinan lembaga survei Pilpres 2019 yang sudah dibuntuti oleh pembunuh bayaran tersebut.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved