SOSOK Donatur Kerusuhan 22 Mei & Emak-emak AF Istri Mayjen Purn TNI Pemasok Senjata Bidik 4 Tokoh
"Ya (AF istri dari purnawirawan)," kata Dedi saat ditanya apakah AF merupakan istri dari seorang purnawirawan.
SOSOK Donatur Kerusuhan 22 Mei & Emak-emak AF Istri Mayjen Purn TNI Pemasok Senjata Bidik 4 Tokoh
TRIBUN-MEDAN.com - Setelah TNI/Polri membongkar skenario rusuh di balik aksi 22 Mei, publik menunggu siapa dalang atau donatur aksi yang menelan korban jiwa ini.
Selain itu publik juga menunggu kejelasan sosok emak-emak AF yang dinyatakan menjadi pemasok senjata bagi eksekutor yang menargetkan pembunuhan empat tokoh nasional dan satu bos lembaga survei.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menyatakan uang yang diberikan oleh pendana kepada koordinator lapangan untuk membunuh tokoh nasional berupa pecahan Dolar Singapura.
"Kan ada enam tersangka ini, enam kan ada leadernya, di situ kan ada aktor intelektual yang mendesain semua itu.
Di atas ada pendana juga yang kasih uang Rp 150 juta tapi dalam bentuk dollar Singapura, kasih ke aktor intelektual.
Kasih kan ke ini nih (ke para tersangka)," kata Dedi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Dedi mengatakan, uang tersebut diberikan kepada HK selaku tersangka yang bertugas sebagai koordinator lapangan, untuk membeli senjata.
Baca: TERUNGKAP Bos Lembaga Survei Target Pembunuhan Perusuh Aksi 22 Mei, Sering Tampil di Metro TV
Baca: Nama Moeldoko Masuk Daftar Target Pembunuhan, Sepekan Terakhir Dikawal Dua Anggota Kopassus
Ia mengatakan nantinya uang untuk honor bagi para eksekutor akan diberikan lagi di luar Rp 150 juta yang digunakan untuk membeli senjata.
"Bukan, honor untuk aksi dikasih lagi.
Rp 150 juta itu buat beli senjata.
Baru Rp 50 juta dapat senjata, sisanya untuk beli senpi laras panjang.
Kalau laras pendek kan ada empat tuh," lanjut Dedi.
Dedi mengungkapkan, penyandang dana dalam kasus rencana pembunuhan pejabat negara adalah orang papan atas.
Baca: PRABOWO Terbang ke Dubai Pakai Pesawat Pribadi bersama 7 Orang, Ini Daftarnya
Baca: Aparat Negara Digerakkan Menangkan Jokowi? Karyawan BUMN yang Memilih 02 Sebanyak 78 Persen
Hal itu diungkapkan Dedi karena sang penyandang dana memberikan pecahan dollar Singapura untuk digunakan membeli senjata.
"Iya (orang papan atas) pendananya ya," ujar Dedi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Namun, saat ditanya siapa pendana tersebut, Dedi mengatakan sosok tersebut masih didalami dan akan diungkap.
Dedi juga membenarkan bahwa AF (Asmaizulfi alias Fifi), tersangka dalam kasus rencana pembunuhan empat pejabat negara merupakan istri dari seorang purnawirawan.
"Ya (AF istri dari purnawirawan)," kata Dedi saat ditanya apakah AF merupakan istri dari seorang purnawirawan.
Namun, Dedi tak merinci lebih lanjut apakah AF merupakan istri dari seorang purnawirawan TNI atau Polri.
"Enggak usah dikasih tahu itu sudah tahu," lanjut dia.
Berdasarkan penelusuran tribun-medan.com, Asmaizulfi alias Fifi adalah Ketua Umum GEMPAR (Gerakan Emak-emak Peduli Rakyat).
GEMPAR pernah berdemo di depan Mabes Polri di kebayoran, Jakarta Selatan menuntut Kapolri mengusut aksi persekusi yang dialami Ustaz Abdul Somad.
Suami Fifi, Mayjen (Purn) Moerwanto eks napi korupsi yang pernah mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Baca: INILAH Empat Pejabat yang Jadi Sasaran Pembunuh Bayaran Dalam Aksi 22 Mei
Mayjen (Purn) Moerwanto adalah Ketua Yayasan Citra Handadari Utama.
Melansir Wartakotalive.com, Bayu Putra Harfianto (28), putra Asmaizulfi alias AF alias Fifi (53) mengatakan dirinya dan tiga adiknya serta ayahnya masih sangat shock saat mengetahui ibunya ditangkap polisi.
FIFI dibekuk polisi karena dituduh terlibat merencanakan pembunuhan terhadap 4 pejabat negara bersama lima tersangka lain.
Belum lagi kata Bayu, opini yang dibangun media seakan-akan bahwa ibunya adalah penyuplai senjata api untuk rencana pembunuhan itu.
"Saya masih shock aja waktu dikasih tahu ibu ditangkap soal ini. Juga yang bikin kita tambah shock, opini yang dibangun media," kata Bayu saat ditemui Warta Kota di rumahnya di Komplek Zeni AD, Kelurahan Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2019)
Padahal, kata Bayu, ibunya tidak tahu menahu soal rencana pembunuhan itu.
Yang ibunya tahu, cuma pinjam uang dan jaminannya adalah senjata api pemberian rekan ayahnya.
Ibunya, kata Bayu, tak tahu senjata akan dipergunakan untuk apa oleh HK alias Iwan salah satu tersangka lainnya.
Bayu menuturkan, saat ibunya diamankan polisi pada Jumat 24 Mei lalu, di bank BRI di Jalan MH Thamrin, ia sedang bekerja di kantornya di kawasan Kebon Sirih.
"Saya dikasih tahu bapak saya, sore hari kalau ibu ditangkap. Saya masih di tempat kerja saat itu," kata Bayu.
Dari informasi yang didapatnya, kata Bayu, saat ditangkap polisi ibunya hendak mentransfer uang di bank BRI di Jalan MH Thamrin Jakarta.
"Ibu saya mau transfer uang ke saudara saya di Pekanbaru. Tapi saat itu langsung diamankan polisi. Waktu itu ibu saya berdua dengan temannya dari anggota Gempur," kata Bayu.
Sementara saat itu, kata Bayu, ayahnya, Mayjen (Purn) Moerwanto, sedang membuat laporan terkait kecurangan Pilpres ke Bawaslu dan beberapa pihak lain bersama pendukung pasangan capres Prabowo-Sandi.
Meski mengaku masih shock, Bayu mengaku tetap bersabar seperti pesan ibunya.
"Sehabis ditangkap polisi saya sudah ketemu ibu di tahanan Polda Senin kemarin. Ibu minta saya dan adik-adik tetap bersabar dan tetap percaya sama ibu," kata Bayu.
"Saya sama adik-adik dan semua keluarga sangat percaya ibu nggak akan merencanakan pembunuhan pada siapapun, " kata Bayu.
Sebab, kata Bayu, ibunya memang tidak tahu soal itu.
Pada kasus ini ibunya bisa tersangkut, karena sebenarnya cuma masalah utang piutang saja sama Iwan, salah satu tersangka lain.
Ibunya pinjam uang ke Iwan dan jaminannya yang diminta senjata itu, pemberian rekan ayahnya.
Bayu juga menyayangkan pemberitaan dan informasi yang beredar bahwa seakan-akan ibunya benar-benar turut serta merencanakan pembunuhan.
"Seolah-olah di media, ibu saya nyediain senjata dan nyuruh mereka tembak nih bunuh. Padalah tidak. Ibu saya nggak tahu senjata yang digadaikannya ke Iwan mau dipakai untuk apa," kata Bayu.
Dalam BAP kepolisian saat ibunya diperiksa polisi, kata Bayu, ibunya juga menerangkan ketidaktahuannya soal rencana pembunuhan dan sudah tertulis.
"Ibu saya nggak tahu senjata buat diapain. Di BAP ibu bilang nggak tahu menahu soal rencana itu," kata Bayu.
Bahkan dari keterangan para penyidik Polda Metro Jaya, kaya Bayu, ketidaktahuan ibunya soal rencana pembunuhan adalah wajar.
"Di Polda kan ada juga beberapa teman ibu. Mereka sama sekali kaget dan nggak percaya kalau ibu saya dibilang ikut merencanakan pembunuhan," kata Bayu.
Menurut Bayu, awalnya senjata api Revolver Taurus kaliber 8 itu adalah pemberian rekan ayahnya yang cukup lama disimpan di Gedung Cawang Kencana, Jakarta Timur.
Mayjen (Purn) Moerwanto, ayahnya, berkantor sebagai ketua yayasan yang memiliki gedung dan juga sempat menjabat Sekjen Depsos.
"Lalu senjata itu menjadi jaminan utang ibu Rp 25 Juta ke Iwan, atau digadai. Karena ibu butuh uang untuk mempertahankan Gedung Cawang Kencana yang sedang sengketa dengan Kemensos," kata Bayu.
Bayu mengatakan, saat ayahnya divonis kasus korupsi Gedung Cawang Kencana di Jakarta Timur dan mendekam di LP Sukamiskin sejak 2014, keadaan ekonomi keluarganya menjadi cukup sulit.
"Sementara ibu butuh uang untuk mempertahankan Gedung Cawang Kencana yang sedang sengketa dengan Kemensos," kata Bayu.
Sebab, menurut ibu, gedung itu adalah milik yayasan yang dikelola ayahnya.
Sementara Kemensos mengklaim milik negara karena dibangun saat ayah Bayu menjabat Sekjen di Kemensos.
Karena butuh uang, ibunya cari pinjaman.
"Lalu ada namanya Pak Andi. Pak Andi ini teman ibu-ibu di gerakan Gempur yang dipimpin ibu saya."
"Pak Andi lalu mengenalkan ibu saya ke Pak Iwan yang katanya bisa meminjamkan uang Rp 25 Juta," kata Bayu.
Iwan belakangan adalah HK, salah satu tersangka dugaan kasus perencanaan pembunuhan 4 pejabat negara.
Setelah berkenalan dengan Iwan yang bersedia meminjamkan uang Rp 25 Juta ke ibunya, kata Bayu, Iwan sempat bertanya ke Andi, apa jaminan untuk uang pinjaman itu.
"Karena Pak Andi adalah teman ibu, Pak Andi sempat bilang kalau jaminannya badan dia," kata Bayu.
Namun kemudian tambah Bayu, Iwan menawarkan dan meminta senjata suami AF sebagai jaminannya.
"Iwan ini kan mantan Kopassus. Dia tahu bapak purnawirawan dan akhirnya bilang ke Andi agar senjata itu sebagai jaminan utang ibu," kata Bayu.
"Akhirnya sepakatlah mereka senjata itu yang digadikan sebesar Rp 25 juta," kata Bayu.
Ibunya, kata Bayu, akhirnya menyerahkan senjata yang disimpan di Gedung Cawang Kencana ke Iwan.
"Menurut ibu saya, diserahkannya ke Iwan antara 2017 atau 2018," kata Bayu.
Senjata itu, kata Bayu, adalah pemberian rekan ayahnya yang selama ini disimpan di Gedung Cawang Kencana.
Sementara ayahnya sudah bebas menjalani hukuman karena tuduhan korupsi dari LP Sukamiskin 2018 lalu.
"Intinya ibu saya nggak tahu senjata itu mau digunakan untuk apa oleh Iwan. Ibu saya tahunya hanya pinjam uang dan senjata itu jadi jaminannya," kata Bayu.
Sebelumnya Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, menjebloskan Mayjen TNI (Purn) Moerwanto Soeprapto, ke lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Selasa (16/12/2014).
Mantan Sekjen Departemen Sosial (Depsos), tersebut telah divonis 4 tahun penjara dalam kasus pemindahtanganan tanah dan gedung Cawang Kencana, Jalan Mayjen Sutoyo Kav 22, Cawang, Jakarta Timur, milik Depsos.

Pengajuan PK (peninjauan kembali) pun, telah ditolak Mahkamah Agung.
Pantauan Wartakotalive.com, proses eksekusi tersebut cukup alot, saat hendak dijemput di Gedung Cawang Kencana. Bahkan ketegangan terjadi dengan petugas yang akan mengamankan terpidana tersebut.
Terpidana membentak petugas yang akan membawanya ke kantor Kejari Jakara Timur.
Dalam proses eksekusi itu sendiri, juga sempat diturunkan enam anggota dari Pom AD dan beberapa petugas kepolisian dari Polres Jakarta Timur.
Kasi Intel Kejari Jakarta Timur, Asep Sontani, mengatakan, karena proses hukum sudah incrah (memiliki kekuatan hukum tetap), pihaknya melakukan eksekusi kepada Moerwanto.
"Kami lakukan tindakan ini, sesuai dengan putusan Mahkamah Agung nomor 1504 K/Pid.Sus/2013 tanggal 26 September 2013. Dimana disebutkan terdakwa telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi," katanya.
Moerwanto sendiri, pada tahun 1999, terbukti memindahtangankan kepemilikan tanah dan gedung Cawang Kencana dari Yayasan Dana Bakti Kesejahteraan Sosial (YDBKS) milik Depsos, kepada Yayasan Citra Handadari Utama, milik terdakwa dan rekan-rekannya.
"Tapi proses pemindatanganan itu, tanpa melalui prosedur hukum yang berlaku. Akibat perbuatan terdakwa, keuangan negara dirugikan mencapai Rp 148, 889 miliar. Kami langsung bawa ke Lapas Sukamiskin sekarang juga," kata Asep.
Sedangkan, Moerwanto, menolak semua tuduhan tersebut. Pasalnya, Gedung Cawang Kencana sejak awal memang bukan milik Depsos.
"Logikanya adalah, jika milik pemerintah maka ada anggaran perawatan gedung setiap tahunnya. Ini kami punya surat-suratnya bahwa gedung itu milik kami. Lalu kenapa sekarang saya dituduh korupsi, jelas tidak terima. Saya merasa dikhianati oleh orang-orang yang dulunya mendukung saya," katanya saat dibawa ke Kantor Kejari Jakarta Timur.
Namun, perlawanan Moerwanto berakhir.
Para petugas membawanya ke Lapas Sukamiskin saat itu juga.
Sekira pukul 18.35, Moerwato dibawa menggunakan mobil Innova hitam B 1656 RDJ.
Dalam proses eksekusi tersebut, mereka dikawal oleh petugas Pom AD dan petugas Polres Jakarta Timur, selama perjalanan ke Lapas Sukamiskin.
Sebelumnya, TNI Polri mengungkap ada pihak ketiga yang ingin menciptakan martir dalam aksi menolak hasil pilpres pada 22 Mei 2019 di depan gedung Bawaslu, Jakarta.
Selain itu, kelompok ini juga diduga berniat melakukan upaya pembunuhan terhadap empat pejabat negara dan seorang pemimpin lembaga survei.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal menjelaskan, kronologi upaya pembunuhan ini bermula sejak 1 Oktober 2018.
Saat itu, HK mendapat perintah seseorang untuk membeli senjata.
"HK menerima perintah dari seseorang untuk membeli dua pucuk senpi laras pendek di Kalibata. Seseorang ini, pihak kami sudah mengetahui identitasnya. Sedang didalami," kata Iqbal dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (27/5/2019).
Setelah itu, lanjut Iqbal, pada 13 Oktober HK menjalankan pemerintah dan membeli senjata.
Ada empat senjata yang didapat oleh HK dari AF dan AD.
Sebagian senjata itu lalu diserahkan HK kepada AZ, TJ, dan IR.
Pada 14 Maret, HK mendapat transfer Rp 150 juta.
Sebanyak Rp 25 juta ia bagikan kepada TJ.
"TJ diminta membunuh dua tokoh nasional. Saya tak sebutkan di depan publik.
Kami TNI Polri sudah paham siapa tokoh nasional tersebut," kata Iqbal.
Lalu pada 12 April, HK kembali mendapat perintah lagi untuk membunuh dua tokoh nasional lainnya.
"Pejabat negara. Tapi bukan presiden. Tapi bukan kapasitas saya menyampaikan ini. Nanti kalau sudah mengerucut baru dikasih tahu," kata dia.
Saat ini, HK beserta dua rekannya AZ, TJ dan IR yang mencoba melakukan upaya pembunuhan sudah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka.
Artikel ini dikompilasi dari Kompas.com dengan judul "AF, Tersangka Rencana Pembunuhan Pejabat Merupakan Istri Purnawirawan", "Polri Sebut Pendana Rencana Pembunuhan Pejabat Negara Orang Papan Atas", dan dari Wartakotalive dengan judul BREAKING NEWS: Kejari Jebloskan Moerwanto ke Lapas Sukamiskin, Anak AF Shock Ibunya Ditangkap Polisi Karena Dituduh Berencana Bunuh 4 Pejabat