Kasus Bansos
Dengar Putusan Hakim, Wan Tak Bisa Simpan Kecewa
Wan Muhammad Daud Baqi, calo bansos di Langkat, dalam persidangan terungkap bahwa Pemprov Sumut menyalurkan bantuan hibah
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Wan Muhammad Daud Baqi, calo bansos di Langkat, dalam persidangan terungkap bahwa Pemprov Sumut menyalurkan bantuan hibah melalui Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial Setdaprov Sumut sebesar Rp273,9 miliar pada 2010. Rp7,8 miliar di antaranya dialokasikan untuk 52 lembaga/sekolah di Kabupaten Langkat.
Beratnya hukuman kepada terdakwa, dalam vonis hakim dikarenakan tindakannya termasuk dalam kategoti extradionary crime dan berpotensi merugikan negara secara berkelanjutan. Dirinya juga terbukti bersalah melanggar pasal melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau termasuk dalam dakwaan primer Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Stabat, ujar hakim yang diketuai Suhartanto di Medan, Kamis (30/8).
Usai mendengarkan putusan hakim, Wan pun tampak tak mampu menyembunyikan kekecewaannya. Sembari diboyong oleh JPU Stabat bernama Iskandar dan petugas kepolisian masuk ke dalam mobil jenis Kijang Kapsul, Wan tidak memberikan komentar apa-apa.
"Saya pikir-pikir. Tidak adil bagi saya," ujar pria bergaya rambut gondrong belakang ini.
Langkah sama diutarakan oleh JPU yang menyidangkan kasus ini, di mana mengambil langkah pikir-pikir.
Seperti diketahui, pada persidangan sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Wan Muhammad Daud Baqi, Ketua Lembaga Pemantau Pemilu dan Pemerintah Sumatera Utara (LP3SU), selama enam tahun enam bulan penjara pada sidang di Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (14/8) lalu.
Dia diyakini terminal melakukan tindak pidana korupsi dengan memotong dana hibah bantuan sosial dari sembilan sekolah penerima di Kabupaten Langkat sebesar Rp906 juta.
Selain dituntut hukuman penjara, Wan Muhammad juga dituntut hukuman denda sebesar Rp 50 juta yang dapat diganti dengan pidana penjara dua bulan penjara dan uang pengganti Rp906 juta subsider tiga bulan kurungan badan.
Dia diyakini terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1,2,3) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau dakwaan primer Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Stabat.
"Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp906 juta, perbuatan terdakwa juga meresahkan masyarakat. Terdakwa berbelit-belit memberikan keterangan sehingga menyulitkan pemeriksaan,"kata jaksa.
Jaksa dalam tuntutannya dibacakan dihadapan majelis hakim diketuai Suhartanto, mengatakan, pada tahun anggaran 2010 Pemprovsu menyalurkan bantuan hibah melalui Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial Sekdaprovsu sebesar Rp273,9 miliar.
Dari dana itu, sebesar Rp7,8 miliar direalisasikan untuk 52 lembaga/sekolah penerima dana di Kabupaten Langkat.
Diantara penerima tersebut, terdapat tujuh lembaga yang dibantu pencairanya oleh terdakwa. Ketujuh lembaga itu, MDA Musyawiyah Rp150 juta, PAUD Al-Iklas Rp150 juta, LPI As-Salmah Rp300 juta, PAUD Taman Aklaq Rp150 juta, MIS Pematang Cengal Rp150 juta dan Yayasan LP Assaqinah Rp200 juta. Sedangkan tahun 2011, terdakwa mengurus pencairan dana untuk MTS Nur Bahri Rp200 juta dan MIS Nurul Amal Rp200 juta.
Menurut jaksa, perbuatan itu dilakukan terdakwa dengan cara menawarkan kepada masing-masing kepala sekolah untuk membuatkan proposal permohonan ke Pemprovsu.
Kepada para kepala sekolah, terdakwa mengatakan, jika ingin mendapatkan bantuan harus membuat proposal permohonan ke Gubernur Sumatera Utara dan harus menyerahkan uang pengurusan yang ditentukan besarnya oleh terdakwa. Para Kepala sekolah yang tidak pernah mendapat bantuan menyetujui persyaratan itu.
Setelah permohonan diajukan dan ditampung di APBD, terdakwa kemudian memberitahukan kalau permohonan disetujui dan menyuruh para calon penerima untuk mengajukan permohonan pencairan dana dan kelengkapan lainnya. Selanjutnya terdakwa menyampaikan kalau dana itu sudah masuk ke rekening masing-masing lembaga penerima dana hibah.
Dalam pencairan dana tersebut, terdakwa ikut ke bank. Saat itulah terdakwa menerima dana jasa pengurusan dari penerima dengan jumlah bervariasi. Dari MDA Musyawiyah terdakwa menerima Rp50 juta, dari PAUD Al Ikhlas menerima Rp83 juta, dari LPI As-Salmah Rp160 juta, dari PAUD Taman Aklaq menerima Rp83 juta, dari MIS Pematang Cengal menerima Rp60 juta, dari Yayasan LP Assaqinah menerima Rp80 juta, dari MTS Nur Bahri menerima Rp125 juta, dan dari MIS Nurul Amal menerima Rp100 juta.
Meski dana diterima sudah berkurang dari permohonan, atas petunjuk terdakwa para penerima dana hibah tetap membuat laporan pertanggungjawaban sebesar dana yang diterima. Laporan itu kemudian diserahkan kepada terdakwa.
Namun, pada tanggal 3 Januari 2012, sekitar pukul 14.00 WIB, terdakwa ditangkap di halaman parkir Bank Sumut Cabang Stabat saat menerima uang pemotongan bantuan dana hibah dari MIS Nurul Amal sebesar Rp100 juta.
Terhadap tuntutan tersebut, Wan Muhammad dan penasihat hukumnya menyampaikan pembelaan (pledoi) secara lisan. Wan Muhammad menangis terisak-isak meminta keringanan hukuman kepada majelis hakim dengan alasan dia telah mengakui perbuatannya, menyesali apa yang telah dilakukannya dan tidak akan mengulangi perbuatannya.
Tuntutan jaksa juga dikatakan sangat berat karena dia masih memiliki tanggungan keluarga. "Anak saya sedang sakit tumor dan saya sendiri juga menderita sakit maaq," tuturnya terisak-isak.
Penasihat hukum terdakwa juga minta keringanan hukuman, karena uang hasil pemotongan dana hibah dari sembilan sekolah tersebut tidak dinikmati sendiri oleh terdakwa.
Menanggapi pembelaan terdakwa dan penasihat hukumnya tersebut, JPU menyatakan tetap pada tuntutannya. Sidang ditunda hingga Kamis, 30 Agustus mendatang untuk mendengarkan putusan majelis hakim.
(Irf/tribun-medan.com)