Pengamat Anggaran: Audit BPK Hanya Administratif Saja

Pengamat anggaran Sumatera Utara, Elfenda Ananda mengingatkan masyarakat untuk memahami maksud dari audit Badan Pemeriksa Keuangan

Tribun Medan / Ammar
Rapat paripurna penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI terhadap keuangan daerah Pemprov Sumut di Gedung DPRD Sumut, Selasa (7/6/2016). Pemprov Sumut meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2015. 

Laporan Wartawan Tribun Medan / Abul Muamar

TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Pengamat anggaran Sumatera Utara, Elfenda Ananda mengingatkan masyarakat untuk memahami maksud dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Menurutnya, audit BPK hanya bersifat administratif.

"Ada pedoman audit yang dilakukan untuk peneracaan. Hasil audit diberikan ke yang diperiksa untuk kemudian dimintai rencana aksi. Sepanjang bisa dijawab dan diklarifikasi, hasilnya akan disampaikan seperti yang ditemukan," ujar Elfenda kepada tribun-medan.com, melalui sambungan telepon, Selasa (7/6/2016).

Hasil pemeriksaan BPK, kata Elfenda, sangat rentan akan adanya kekeliruan. Sebab, sebut dia, audit BPK dilakukan secara random (acak).

"Tidak semua diaudit. Jadi kemungkinan-kemungkinan opini itu melesat sangat mungkin terjadi. Jadi memang, seharusnya, hasil temuan itu ditelaah oleh yang terperiksa. DPRD harus melakukan analisis terhadap audit itu. Kemudian jika ada yang harus ditindaklanjuti, ya, harus dilaksanakan. Itu paling penting," ujarnya.

Soal opini WTP yang diraih Pemprov Sumut dan dua pemkab di Sumut (Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan), Elfenda mengatakan, itu tidak dapat menjadi patokan bahwa Pemprov Sumut telah bersih dari penyelewengan anggaran. Apalagi Sumut belakangan dilanda kasus korupsi.

"Belajar dari pengalaman, kita harus memandang ini sebagai sesuatu yang sifatnya administratif. Karena hasil audit itu belum yang sesungguhnya. Hanya sekadar random. Jadi sebaiknya, daerah-daerah yang mendapat WTP, tidak boleh berbangga hati, karena peluang penyalahgunaan anggaran masih sangat besar," katanya.

"Kecuali kalau kita yakini petugas BPK-nya dapat dipercaya dan integritasnya tinggi, ya kita bisa percaya. Tetapi karena BPK sendiri sekarang mengalami ujian --ada pimpinannya yang orang partai, BPK ya harus benar-benar mempertanggungjawabkan hasil auditnya ini," sambung Elfenda.

Mengenai pemda-pemda yang terlambat menyerahkan LKPD-nya, menurut Elfenda, Menteri Dalam Negeri perlu memberikan sanksi.

"Perlu ada semacam sanksi kepada daerah tersebut karena tidak patuh pada Undang-Undang. Ini bukan perkara paranoid. Ini justru patut dicurigai ada apa di dalamnya sehingga terlambat. Ketakutan memang pasti. Tetapi kalau memang merasa tidak ada kesalahan, kenapa harus berlama-lama," pungkasnya.

(amr/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved