Hari Pahlawan

Indonesia Merdeka Hadiah Jepang? Sejarawan Ini Beber Bukti Mencengangkan

Fakta sejarah yang menilai kemerdekaan Republik Indonesia merupakan 'hadiah' dari Jepang sulit diterima banyak kalangan

Facebook/Ichwan Azhari
Para serdadu Jepang yang dimakamkan dalam Taman Makam Pahlawan (TMP) Kota Medan 

Menjelang ceramah itu patik minta pada Ito dapat kiranya patik dipertemukan dengan nara sumbernya, salah satu keturunan serdadu Jepang yang ada di Medan.

Tak diduga Ito langsung membawa Bapak Johan Sato (putra tentara Jepang Shichiro Sato) ke kantor patik di prodi Ansos Pasca Unimed dan dari percakapan patik dengan pak Johan patik rasakan kegetiran pak Johan ketika bicara tentang sejarah orang tuanya dan kawan kawannya yang katanya tidak ditulis dalam sejarah Indonesia.

Terharu pada kisah pak Johan Sato, patik utuslah saat itu mahasiswa bimbingan patik, Eviliana Sari menulis skripsi dengan tajuk "Peranan Orang Jepang Pada Perang Kemerdekaan di Sumatera Utara (1945-1949)" , memawawancarai pak Johan Sato dan informan lainnya, dan mengungkap sekeping hadiah Jepang terlupakan dalam perang kemerdekaan RI.

Penelitian dan penulisan lanjutan tentang ini dilakukan tahun 2016 untuk diterbitkan menjadi buku.

Ke 80 orang Jepang yang membantu perjuangan kemerdekaan RI di Sumut dan Aceh itu di samping melatih para pejuang dibidang penggunaan senjata dan strategi perang termasuk pembuatan peluru serta bom juga ikut bertempur.

Djamin Gintings termasuk pahlawan nasional RI yang mengaku di pengungsian dia dibantu Inoe Teksuro dalam membuat peluru, merubah bom menjadi dinamit dan di pedalaman membuat pabrik peluru berproduksi 500 butir perhari.

Juga pejuang Bedjo yang pasukannya memiliki senjata paling lengkap di Medan, mengaku sangat dibantu oleh Shichiro Sato dan teman teman Jepangnya dalam perang Medan Area.

Kita, dalam faham Semangat 45 nasionalisme Indonesia, sejak SD harus diajarkan : "Kemerdekaan Indonesia Bukan Hadiah Jepang" (walaupun paradoks juga anak anak kita hafal siapa yang membentuk dan apa bahasa Jepangnya BPUPKI, PPKI, dan rumah Laksamana Maeda tempat perumusan naskah Proklamasi malam 17 Agustus).

Lalu setelah kita dewasa haruskah kita tutup mata terhadap banyaknya "bantuan" Jepang dalam mencapai kemerdekaan Indonesia? Padahal para pejuang dan pahlawan kita, termasuk pengurus makam pahlawan sajapun mengakui peran dan jasa mereka.

Sisi buruk masa pendudukan Jepang di Indonesia sudah banyak ditulis. Tapi adilkah kita terhadap masa lalu, saat jasa dan bantuan mereka tidak kita nilai ada, dalam penulisan dan pembelajaran sejarah kita? (Ichwan Azhari)"

Sumber: Tribun Medan
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved