Operasi Tangkap Tangan

Menilik Peran SBY dalam Masuknya Patrialis Jadi Hakim MK, Seolah Menjilat Ludah Sendiri

"Sekarang Patrialis diangkat lagi jadi hakim konstitusi. Ini seperti membiarkan Presiden menjilat ludah sendiri,"

TRIBUN/DANY PERMANA
Hakim Konstitusi Patrialis Akbar memberikan suaranya dalam voting pemilihan Wakil Ketua MK pada Rapat Permusyawaratan Hakim Konstitusi di Gedung MK, Jakarta, Senin (12/1/2015). Arief Hidayat terpilih sebagai Ketua MK setelah mendapat dukungan aklamasi dalam musyawarah-mufakat Hakim Konstitusi, sementara Anwar Usman menjalani empat putaran voting terlebih dahulu untuk dapat menduduki jabatan Wakil Ketua MK. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

TRIBUN-MEDAN.com, JAKARTA - Naiknya Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi tak lepas dari peranan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Ketika itu, Presiden menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 87/P Tahun 2013 tertanggal 22 Juli 2013.

Isinya, memberhentikan dengan hormat  Achmad Sodiki dan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi.

Presiden SBY lalu mengangkat kembali Maria. Selain itu, diangkat juga Patrialis untuk menggantikan Achmad.

KETUA Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar jumpa pers di kediamannya di Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (02/11/2016). Presiden keenam RI itu menyampaikan berbagai isu terkini, antara lain menanggapi rencana unjuk rasa pada 4 November 2016 mendatang, mengenai Pilkada Jakarta dan juga kasus TPF Munir.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelar jumpa pers di kediamannya di Puri Cikeas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (02/11/2016). Presiden keenam RI itu menyampaikan berbagai isu terkini, antara lain menanggapi rencana unjuk rasa pada 4 November 2016 mendatang, mengenai Pilkada Jakarta dan juga kasus TPF Munir.

Dalam Pasal 18 Undang-Undang MK diatur bahwa hakim konstitusi diajukan oleh Mahkamah Agung, DPR, dan Presiden, masing-masing tiga orang.

Langkah Presiden SBY ketika itu sempat mendapat sorotan tajam dari para aktivis.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dianggap menjilat ludahnya sendiri dengan mengangkat mantan Menteri Hukum dan HAM (Menhuk dan HAM) Patrialis Akbar menjadi hakim konstitusi.

Presiden pernah mengevaluasi dan mengganti Patrialis sebagai menteri. Hal itu berarti Patrialis pernah gagal menjalankan tugasnya.

Hal itu ditegaskan Koordinator Eksekutif Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Ashar, di Kantor Indonesia Corruption Watch di Jakarta, Minggu (11/8/2013).

"Logikanya kalau SBY sudah mengganti Patrialis artinya sudah talak 3 (putus hubungan) antara Presiden dan Patrialis. Sekarang Patrialis diangkat lagi jadi hakim konstitusi. Ini seperti membiarkan Presiden menjilat ludah sendiri," kata Haris waktu itu.

Ia mengingatkan beberapa kegagalan Patrialis ketika menjabat sebagai Menhuk dan HAM.

Di antaranya, pemberian remisi hingga empat kali kepada terpidana kasus pembunuhan aktivis HAM Munir, Polycarpus.

Menurutnya, beberapa kebijakan Patrialis tidak sensitif terhadap HAM. Hal itu, menurut Haris, termasuk pengakuan Patrialis hanya pada enam agama di Indonesia.

Baca: Terungkap, Hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar Ditangkap di Hotel Esek-esek

Baca: Komisi III DPR Kaget KPK Tangkap Tangan Pejabat Mahkamah Konstitusi

"Patrialis adalah orang yang cenderung anti-keberagaman keagamaan. Dia tidak mengakui WNI (warga negara Indonesia) lain yang menganut agama di luar enam agama itu," ujarnya.

Ia mengkhawatirkan, jika Patrialis menjadi hakim konstitusi, maka putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang terkait dengan HAM tidak akan memihak pada penegakan HAM.

Seperti diberitakan, Ketua KPK Agus Raharjo membenarkan adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh lembaganya terhadap hakim di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pihak yang di OTT yakni hakim MK Patrialis Akbar di sebuah hotel di Tamansari, Jakarta Barat.

Kelanjutan dari OTT itu, penyidik KPK melakukan penggeledahan di kediaman Patrialis ‎Akbar di Cipinang Muara, Jakarta Timur untuk menemukan bukti lainnya.

"‎Benar soal informasi OTT yang dilakukan KPK di Jakarta. Ada sejumlah pihak yang diamankan saat ini. ‎ Perkembangan lebih lanjut akan kami sampaikan," ucapnya.

Ditanya lebih lanjut soal OTT kasus apa, Agung enggan menjelaskan detail.

Dia hanya membocorkan, OTT tersebut ‎terkait dengan lembaga penegak hukum.

Baca: Fantastis, Ternyata Segini Gaji dan Fasilitas Hakim MK, Kok Patrialis Masih Mau Terima Gratifikasi

Politikus PKS: Innalillahi Wainnailahi Rojiun

Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil menilai operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap hakim MK merupakan kecelakaan sejarah.

Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) diisi oleh para hakim yang negarawan.

"Mereka juga diharapkan menjaga integritas ternyata menjadi hakim yang culas. Maka itu saya ucapkan Innalillahi wainnailahi rojiun bagi kejadian ini," kata Nasir di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (26/1/2017).

Politikus PKS itu belum dapat berkomentar banyak mengenai KPK yang menangkap Hakim MK Patrialis Akbar.

Politikus PKS: Innalillahi Wainnailahi Rojiun
Ferdinand Waskita/Tribunnews.com
Nasir Djamil

Apakah, Patrialis menerima hadiah yang menjurus kepada tindak pidana korupsi.

"Apalagi memang sejak kehadiran beliau kalau benar memang namanya Patrialis Akbar di sejumlah media online memang kehadiran beliau di MK itu menuai kritik dari sejumlah pihak karena dinilai tidak transparan waktu itu masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono," kata Nasir.

Nasir pun menyarankan adanya perubahan UU MK terutama rekruitmen hakim-hakim dari tiga institusi yakni DPR, MA dan Presiden.

Menurut Nasir, tiga institusi tersebut harus bekerja secara transparan serta melibatkan publik dalam merekrut calon hakim MK.

"Saya pikir DPR dan Pemerintah harus mengambil inisiatif ini sehingga kedepan integritas daripada hakim MK benar-benat sudah teruji sehingga tidak lagi ada kasus-kasus seperti ini. Saya pikir akan menjadi heboh dan negara-negara lain akan melihat sebagai aib bagi bangsa kita," ujar Nasir.

Beberapa Kali Laporkan LHKPN ke KPK

‎Usai ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), Patrialis Akbar (PA) hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) kini masih diperiksa intensif oleh penyidik KPK.

Berdasarkan informasi dari website KPK, Patrialis Akbar yang juga mantan anggota DPR ini sudah lebih dari dua kali menyetorkan laporan harta kekayaan dan penyelenggara negara (LHKPN) ke KPK.

Berdasarkan data LHKPN Patrialis yang diakses di lama acch.kpk.go.id, diketahui Patrialis melaporkan kekayaan pada 1 Mei 2001 saat menjadi anggota Komisi III DPR.

Kala itu ‎jumlah kekayaan yang dilaporkan mencapai Rp 1,243 miliar dan USD 3000.

Jumlah hartanya terus meningkat saat melaporkan LHKPN pada 22 Oktober 2009 atau kala menjabat sebagai Menkumham.‎ Jumlah hartanya senilai Rp 5,98 miliar dan USD 3 ribu.

Sementara saat menjabat sebagai hakim MK, Patrialis melaporkan kekayaan pada 20 Februari 2012 dan 6 November 2013.

Saat 2012, harta yang dilaporkan Patrialis Rp 10,48‎ miliar dan USD 5000. Lalu pada 2013 hartanya naik menjadi Rp 14,93 miliar dan USD 5000.

Harta tersebut ‎terdiri dari tanah dan bangunan Rp 13,7 miliar di Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Bekasi dan Padang.

Informasi yang dihimpun di lapangan, ‎Patrialis Akbar (PA) diamankan bersama dengan 10 orang lainnya.

Bahkan tiga orang perempuan dikabarkan ikut pula diamankan.

Selanjutnya, setelah diamankan di sebuah Hotel di Tamansari, Jakarta Barat pada Rabu (25/1/2017) kemarin, pukul 17.30 WIB, seluruh pihak yang diamankan tiba di KPK dan diperiksa maraton.

Masih menurut informasi di lingkungan KPK, PA ditangkap karena diduga menerima suap terkait uji materi UU nomor 41 tahun 2014 tentang peternakan dan kesehatan hewan.

Atas serangkaian OTT itu, ‎Ketua KPK, Agus Raharjo membenarkan adanya OTT yang disertai dengan penggeledahan di kediaman PA di Jakarta Timur.

Dimana dari hasil penggeledahan itu, ditemukan beberapa dokumen dalam beberapa tas yang sudah dibawa ke kantor KPK.

"Informasi OTT di Jakarta itu benar, ada‎ sejumlah pihak yang turut diamankan dan sampai saat ini masih diperiksa," ucap Agus.(*)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved