Pak Jokowi, yang Dibutuhkan Bukan Hanya Payung dan 'Sopir' Saja

“Investasi Arab ke Indonesia Rp 89 triliun. Tapi ya saya lebih kaget saat beliau ke China yang beliau tanda tangani Rp 870 triliun,”

setkab.go.id
Kunjungan Raja Arab, Salman bin Abdulaziz Al-Saud di Istana Bogor, Rabu (1/3/2017) 

Tentu. Perusahaan Listrik Negara (PLN) kini lebih modern dan go on-line. Untuk mendapatkan sambungan listrik, kini masyarakat tidak perlu lagi mendaftar ke kantor PLN. Mereka cukup melakukan registrasi melalui website pln.go.id atau pusat layanan PLN dengan nomor 123.

Tetapi, bagimana dengan indikator lain? Akan terlalu panjang kali lebar jika hanya untuk membahas seluruh indikator Bank Dunia.

Yang pasti, jika melihat perbandingannya dengan negara-negara di kawasan, apalagi dengan China, peringkat Indonesia meski membaik masih jauh di bawah mereka.

Baca: Tak Selamanya Artis Itu Cantik, Buktinya Mereka Seperti Ini Ketika di Candid

Raisa dan Ariel Tatum
Raisa dan Ariel Tatum ()

Dalam rilis sama, peringkat kemudahan berusaha China tahun 2017 berada di urutan ke-empat setelah Selandia Baru, Singapura, dan Hong Kong.

Menyusul di belakang China, ada produsen gelombang K-Pop, Korea Selatan. Bandingkan dengan Indonesia, peringkat 91.

Kemudahan Berusaha 

 Terkait dengan kemudahan berusaha ini, sebenarnya ada satu hal penting yang membuat orang mau berinvestasi, yaitu kepastian hukum dan kepastian kebijakan. Namun, ini seperti barang langka yang ada di negeri ini.

“Jadi, tingkat risiko di Indonesia masih tinggi karena dukungan infrastruktur belum pasti. Ditambah lagi inkonsistensi kebijakan. Jangankan kepastian regulasi, kita (pemerintah) bikin kebijakan saja tidak konsisten,” kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati kepada Kompas.com, Jumat (14/4/2017).

Ambillah contoh di sektor andalannya Arab Saudi, yaitu sektor energi. Siapa yang tidak tahu bahwa payung hukum di sektor ini sering sekali berubah?

Di subsektor mineral dan batu bara (minerba) misalnya, regulasinya sering sekali berubah. Mungkin bahasanya sama, syaratnya juga kurang lebih sama. Cuma jangka waktunya saja yang diperpanjang untuk mengakomodasi perusahaan tambang besar. Begitu juga dengan subsektor minyak dan gas bumi (migas).

Negosiasi demi negosiasi yang alot antara pemerintah dan kontraktor di beberapa blok boleh jadi menjadi gambaran Arab Saudi betapa banyaknya yang harus dibuat bahagia dengan kehadirannya sebagai investor.

Padahal menurut Enny, Arab Saudi tidak membutuhkan semua kerumitan itu. Regulasi yang bolak-balik diubah oleh para pembantu Presiden itu menurut Enny seharusnya menjadi pelajaran, bahwa investor itu butuh kepastian.

Selain itu, masalah infrastruktur yang masih tertinggal jauh dibandingkan China, menurut Enny juga menjadi salah satu pertimbangan Arab Saudi berkomitmen lebih besar kepada Xi Jinping.

Dia melihat Arab Saudi ini tipe negara yang tidak mau repot, karena merasa memiliki banyak modal. Jadi, lumrah saja jika pilihannya adalah negara yang infrastrukturnya sudah jalan, sehingga apa yang ditanamkan segera berbuah.

“Agama orang bisnis itu keuntungan. Kita sudah berada dalam kompetisi sempurna sekarang. Kalau Indonesia sudah berbangga diri dengan keunggulan sumber daya alam yang kita milik dan berhenti di situ, ya sudah pasti disalip semua negara,” katanya. (*)

Sumber: Tribun Bogor
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved