Isu Cantrang Sampai ke Jokowi, Menteri Susi Ungkap Bobrok 'Permainan' Pengusaha Ikan

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menilai banyak mafia perikanan yang menjadikan masyarakat sebagai tameng

KOMPAS.com/Suparman Sultan
Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti meninjau daerah pesisir Kolaka yang terkena dampak sedimentasi lumpur merah dalam kunjungan ke Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, Senin (20/3/2017). 

TRIBUN-MEDAN.com - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menilai banyak mafia perikanan yang menjadikan masyarakat sebagai tameng untuk melawan kebijakan pemerintah demi keuntungan pribadi.

Salah satu yang gencar dilakukan saat ini adalah kembali mempersoalkan kebijakan pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang.

"Sudah, anda semua (pengusaha besar) sudah cukup berpesta (sejak) zaman tidak ada aturan di laut ini. Sekarang kita mau atur karena laut tidak mau kita punggungi lagi," kata Susi dalam keterangan resmi, Jakarta, Jumat (28/4/2017).

Baca: KPK Tetapkan Miryam Status DPO Hingga Kirimkan Red Notice ke Markas Interpol

Baca: Monyet Obesitas Ini Dijuluki 'Uncle Fatty', Lihat Apa Dimakannya Hingga Alami Kegemukan

Baca: Lihat Foto-fotonya di Sini: Penyakit Langka, Pria Ini Dipekirakan Usianya 160 Tahun, Padahal. . .

Baca: Bunkasai USU 2017 Hadirkan Seni Bela Diri Jepang

Selama ini kata dia, penggunaan cantrang umumnya bukan digunakan nelayan kecil melainkan oleh kapal-kapal besar perikanan dengan ukuran di atas 30 gross ton.

Susi menjelaskan, pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang lantaran pengoperasian cantrang menyentuh dasar perairan.

Hal itu membuat ekosistem laut rusak sehingga menyebabkan produktivitas dasar perairan berkurang.

"Cantrang ini umumnya bukan dipakai nelayan (kecil) lagi, tetapi sudah saudagar besar. Tapi banyak juga mereka yang memakai gillnet dan purse seine. Jadi, pelarangan cantrang ini bukan akhir segalanya,” kata Susi.

Ia meminta para pengusaha besar untuk berhenti mengadu domba dan melobi pemerintah soal kebijakan pelarangan penggunaan alat tangkap cantrang.

Kebijakan pelarangan cantrang bertujuan untuk mengembalikan laut sebagai masa depan bangsa.

Baca: Duh, Gajah Marah Serang Pemiliknya Hingga Tewas, Dililit dengan Belalai Lalu Dibanting

gajah_barumun
gajah_barumun (Tribun Medan/Silfa Humairah)

Ketersediaan sumberdaya perikanan harus dijaga dengan berhenti menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, salah satunya cantrang. 

Presiden Joko Widodo mengaku sudah mendapat laporan mengenai kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang diprotes oleh nelayan.

Namun nelayan di sini masih menjadi tanda tanya, apakah mereka nelayan kecil atau nelayan mengatasnamakan pengusaha besar yang biasa mengeruk hasil laut menggunakan cantrang.

"Ya sudah ada satu, dua laporan yang saya dengar," ujar Jokowi saat diwawancara wartawan di sela kunjungan kerjanya di Tangerang Selatan, Banten, Kamis (27/4/2017).

Namun, Jokowi belum dapat berkomentar lebih banyak mengenai kebijakan itu.

Baca: Gawat, Pelajar Sekarang Berani Pose Foto Syur di Dalam Kelas, Kok Berani Begini?

Baca: Gara-gara Foto Ini Netizen Sebut Nagita Slavina Tidur di Kamar Ayu Ting Ting, Ini Alasannya

Baca: Seorang Bocah Bikin Heboh Cari Uang Jadi Supir Angkot Hingga Viral di Media Sosial

Jokowi akan melihat seperti apa persoalan itu di lapangan terlebih dahulu.

Jokowi pun akan memanggil Menteri Susi untuk mendapatkan penjelasan mengenai kebijakan tersebut.

"Saya akan mengevaluasi kebijakan yang telah dilakukan oleh Menteri KKP," ujar Jokowi.

"Tetapi percayalah pemerintah akan memberikan solusi yang paling baik untuk nelayan," lanjut dia.

Presiden Jokowi disambut para santri di Pondok Pesantren Musthafawiyah, Mandailing Natal, Sumatera Utara, Sabtu (24/3/2017).
Presiden Jokowi disambut para santri di Pondok Pesantren Musthafawiyah, Mandailing Natal, Sumatera Utara, Sabtu (24/3/2017). (Imanuel Nicolas Manafe/Tribunnews.com)

Diberitakan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menimbulkan konflik antara kalangan nelayan dan aparat penegak hukum.

Peraturan yang dimaksud yakni Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Dalam peraturan itu, nelayan dilarang menggunakan cantrang dalam menangkap ikan.

Sebagai gantinya, KKP membagikan alat penangkap ikan pengganti cantrang yang dianggap lebih ramah lingkungan.

Namun persoalannya, dua tahun sudah kebijakan itu berjalan, KKP belum optimal dalam hal pembagian alat penangkap ikan pengganti cantrang.

Data dari Kantor Staf Kepresidenan mencatat, hingga April 2017, baru sebanyak 605 nelayan dan 3 koperasi nelayan di seluruh Indonesia yang sudah mendapatkan alat penangkap ikan yang diperbolehkan KKP.

"Masih di bawah 10 persen dari total nelayan di Indonesia yang dibagikan," ujar Kepala KSP Teten Masduki di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/4/2017).

Karena terdesak kebutuhan ekonomi, mereka pun nekat melaut menggunakan alat penangkap yang lama.

Di sisi lain, aparat penegak hukum di laut sudah mulai melaksanakan tugasnya.

Alhasil, terjadilah ketidakadilan. Nelayan belum mendapat haknya, namun aparat sudah menangkapnya.

Teten berharap KKP segera menyelesaikan pembagian pengganti cantrang demi kesejahteraan nelayan di Indonesia.

"Memang harus segera dipercepat pembagian pengganti cantrang. Supaya para nelayan bisa segera melaut karena kan mereka terdesak kebutuhan ekonomi," ujar Teten.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved