Edisi Cetak Tribun Medan
Ada Petugas Lapangan yang Mengaku Bisa Hapuskan Denda, Ini Tindakan Tegas dari PLN
Manajemen perusahaan penyedia strum, PT Perusahaan Lisrik Negara (PLN) Persero mengakui ada petugas lapangan nakal.
TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Manajemen perusahaan penyedia strum, PT Perusahaan Lisrik Negara (PLN) Persero mengakui ada petugas lapangan nakal.
Manager Area PLN Kota Medan Agus Tri Susanto, mengatakan, sejak bertugas setahun, dia sudah memecat dua orang petugas. Orang yang diberhentikan berstatus karyawan alih daya atau outsourching.
"Dua orang yang kami pecat itu bertransaksi di lapangan, kesalahannya seolah-olah dia bisa menghapuskan dan mengurangi denda," ujar Agus saat berbicang dengan Harian Tribun Medan/online Tribun-Medan.com di kantornya Jalan Listrik.
Namun demikian, kata Agus, PLN meyakini dalam kasus dugaan kecurangan yakni terbukti melubangi meteran listrik di rumah dua warga, yang menimpa Ratwati dan Ananda, dia menjamin pegawainya tidak bertindak nakal.
Sekarang, menurut Agus Tri Susanto, sistem kerja yang dibangun PLN bisa mendeteksi pegawai nakal ketika memeriksa konsumen di lapangan.
Baca: HOREEE! PLN Kasi Diskon pada Pelanggan, Catat Tanggalnya
"Semisal jika ada temuan pengatur daya yang tidak standar, maka harus diganti dengan pengatur daya yang disediakan PLN. Ketika barang tersebut keluar dari gudang PLN, maka sistem akan mencatatnya," ujar Agus.
Ketika sudah tercatat di sistem pertanggungjawaban harus ada, yaitu membawa pengatur daya yang diganti. Apa penyebab pengatur daya itu harus diganti, berita acaranya ada dan berapa yang harus dibayar konsumen.
Kasus yang menimpa Ananda dan Ratnawati, yaitu ditemukan lubang meteran listriknya, banyak menimpa warga Medan. Bahkan beberapa konsumen yang mengalami ini pemuka masyarakat dan tokoh agama.
Semuanya harus diberikan sanksi denda, walaupun para pelanggan konsumen ini mengaku pelakunya bukan mereka.
Baca: Demo di Kantor PLN Ricuh, Ini Foto-fotonya
Diberitakan dalam laporan eksklusif Harian Tribun Medan edisi Senin (23/10) kemarin, pelanggan PLN merasa syok akibat kena denda lebih dari Rp 10 juta. Korbannya adalah Ananda Idha Zulfia dan Ratnawati Nuryanti. Ananda wajib membayar denda Rp 10.629.049, adapun Ratna terkena denda Rp 6 juta.
Menurut Ananda, aliran listrik di rumahnya diputus secara sepihak karena petugas Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) dari PLN Area Medan Johor menemukan lubang pada meteran listrik di rumahnya. Temuan lubang itu dianggap sebagai kecurangan atau kejahatan penyalahgunaan arus listrik.
"Dendannya Rp 10 juta labih. Denda itu tidak bisa tidak dibayar. Kalau tidak dibayar sambungan listrik di rumah kami ini tidak akan disambung lagi katanya. Mahal kali dendanya. Padahal kami sama sekali tidak pernah merusak atau melubangi meteran," ujar Ananda.
Masih menurut Agus, pedoman P2TL ini kan diatur Keputusan Direksi Nomor 1486.K/Dir/2011. Dalam aturan yang sudah diperkuat oleh menteri ini, mewajibkan PLN untuk mendenda ketika ada ditemukan pelanggaran.
Baca: Mahasiswa Sebut Oknum PLN Pungli, Ini Daftar Biaya Pasang Sambung Baru yang Diterapkan
"Banyak begitu, dipikir saya senang dapat begitu, ada ustaz, haji, terus pendeta mengontak saya, kurang percaya bagaimana kita tentang moral mereka, tapi bunyinya begitu lho. Tidak ada satu pun pasal yang menyebutkan cari pelakunya, tapi langsung ketika ditemukan lobang dan sebagainya, ini dendanya. Rumus perhitungan rupiahnya ada," katanya.
Agus menjelaskan ada empat golongan tingkatan kesalahan dalam peraturan tersebut. Golongan I yaitu pelanggaran mempengaruhi batas daya. Golongan ke II yaitu pelanggaran yang mempengaruhi pengukuran energi.
Golongan ke II yaitu pelanggaran yang mempengaruh batas daya dan mempengaruh pengukuran energi. Dan golongan ke IV yaitu pelanggaran yang di lakukan oleh bukan pelanggan.
Baca: Pelanggan PLN Syok Kena Denda Rp 10 Juta, Arus Listrik pun Mendadak Diputus
Sanksi Rupiah
Peraturan direksi yang mengatur P2TL tersebut kata Agus tidak berbicara siapa yang melakukan perusakan meteran (pelobangan), melainkan ketika ditemukan kerusakan meteran semisal adanya bolong di meterannya, manajmen PLN diwajibkan mendenda pelanggan, karena bagi PLN hal tersebut sudah cukup bukti pelanggan tersebut menyalahgunakan aliran listrik.
"Tidak bicara soal itu, kami tidak mencari pelakunya, karena mencari tugasnya kepolisian. Siapa sih yang membolongi, itu tugasnya kepolisian mencari tahu. Kami hanya memberikan sanksi rupiahnya, kami hanya dari perdatanya," katanya.
Dan kasus yang menimpa Ananda adalah golongan II yaitu pelanggaran yang mempengaruhi pengukuran energi.
Salah satunya ciri-ciri pelanggaran ini ada ditemukan lubang di meteranya, dimana lubang ini bisa dijadikan sebagai upaya mengurangi laju piringan dan mengurangi penghitungan penggunaan listrik yang terpakai.
Baca: Pelanggan PLN Bilang Lobang di Meteran Listrik Seperti Buatan Pabrik, Kok Bisa?
Untuk kasus yang menimpa Ananda dan Ratnwati, Agus mengatakan mereka juga yakin pelakuknya bukan Ananda dan Ratnawati. Tapi PLN harus tetap memberikan sanksi denda kepada kedua warga seperti yang diatur dalam peraturan direksi nomor 1486.K/Dir/2011.
"Kami yakin bukan mereka pelakunya, tapi itu tadi, kami kerjanya dari sini," ujarnya seraya menunjukkan buku peraturan P2TL.
Agus pun turut mempertanyakan buat apa dibuat lubang di meteran tersebut kalau tidak adan niatan untuk mempengeruhi perhitungan pemakaian listriknya.
Apakah tidak ada pengecualian jika ternyata ada orang lain yang merusak meteran litrik di rumah seseorang? Agus mengutarakan tidak ada aturan demikian.
Baca: Kena Denda 10 Juta, Pelanggan PLN Terpaksa Numpang Charge Gadget di Rumah Tetangga
"Tidak sampai diatur di sini, karena itu tadi, ada pelanggaran, ada penyalah gunaan, tapi kalau ada begitu bisa dilaporkan kepada polisi," ujarnya.
Kejadian pelaku perusak meteran listrik pernah ditangkap di Polsek Helvetia karena merusak meteran dengan cara mem bypas listriknya. Perbuatan ini tidak hanya dilakukan di satu rumah namun bayak.
"Pelakunya ini menawarkan dari rumah ke rumah, dia meminta Rp 200 ribu untuk memperkecil biaya listrik yang dibayar, misalnya Rp 800 ribu biasanya, jadi Rp 100 ribu. Sempat banyak yang kena. Namun warga pun langsung melaporkannya. Dan ini yang benar," ujarnya.(ryd)