Djonner Siap Laksanakan Keputusan Menteri Siti Nurbaya Soal Hutan Adat Leluhur Masyarakat Sihaporas

Djonner Efendi D Sipahutar sembari menunggu keputusan, berjanji akan menjalankan keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Penulis: Dedy Kurniawan |
TRIBUN MEDAN/DEDY KURNIAWAN
Perwakilan Masyarakat Sihaporas saat audiensi dengan UPT Dinas Kehutanan Sumut. 

Laporan Wartawan Tribun Medan / Dedy Kurniawan

TRIBUN-MEDAN.COM, PEMATANGRAYA - Warga Sihaporas, Kabupaten Simalungun yang tergabung dalam Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) terus berjuang mendapatkan hak tanah adat leluhur yang sudah dihuni selama 8-11 generasi. Mereka sudah menyurati Presiden Jokowi dan bertemu langsung dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar.

Mengetahui hal ini, Kepala Kantor Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah II Pematangsiantar, Djonner Efendi D Sipahutar sembari menunggu keputusan, berjanji akan menjalankan keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 

"Katanya sudah bertemu dengan ibu Menteri, silahkan saja lah Pak. Ada kelompok yang pengin Tora (Tanah Objek Reforma Agraria) silahkan, cuma jangan ada yang mengklaim kalau itu sudah tanahnya, dan sudah jadi hutan adat sebelum ada izin dari menteri," katanya di ruangan kerjanya, Senin (23/4/2018)

"Kalau nanti ada keputusan dari menteri bahwa ini tanah Sihaporas 1.948 hektare adalah hutan adat, kita tinggal mengamankannya aja," tegasnya. 

Djonner menjelaskan bahwa akan menjadikan keputusan menteri terkait sebagai rencana kerjanya. Seolah tak mau berpihak, Djonner berharap dua belah pihak yang hendak mengklaim tanah Sihaporas untum tetap mengedepankan prosedural hukum.

"Kemarin saya juga dikirimi pertemuan mereka (warga Sihaporas yang memperjuangkan hutan adat) dengan ibu Menteri. Saya rasa dia (warga Sihaporas) positif ke saya. Ya saya bilang ke dia selama dilalui melalui prosedur dan aturan yang berlaku ya gak ada yang salah. Biar lah masing-masing. Jika nanti ibu menteri setuju jadi hutan adat ya tinggal saya jadikan rencana kerja saya. Paling kami memasilitasi mereka lah," ujarnya.

Diketahui, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar telah bertemu dengan masyarakat adat Nagori/Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumut, di ruang VIP Bandara Kualanamu Minggu, (22/4/2018). 

Baca: Mengudar Silsilah Ompu Mamontang Laut, Pemilik Asli Tanah Sihaporas sebelum Indonesia Merdeka

Baca: Lihat Peta Enclave Sihaporas 1916 Zaman Belanda, Lamtoras Semangat Pejuangkan Tanah Luluhur

Baca: Belanda Caplok Tanah Adat Sihaporas dari Generasi Ke-5 Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita

Sebelum kembali ke Jakarta usai menghadiri kegiatan acara Hari Bumi (Earthday) di Kota Medan, Siti bersedia mendengarkan pengaduan masyarakat adat yang mengatasnamakan kelompok Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras). Pertemuan Siti dengan belasan orang perwakilan masyarakat adat Lamtoras ini pun berlangsung dengan akrab dan kekeluargaan.

Dalam pertemuan ini, Ketua Lamtoras Judin Ambarita bersama Ketua Umum Panitia Pengembalian Tanah Adat Warisan Ompu Mamontang Laut Ambarita Edy Harianto Ambarita menyampaikan, warga berharap kepada pemerintah.

"Tanah yang sudah kami tempati turun-temurun selama 8-11 generasi, yakni jadi permukiman dan perladangan agar ditetapkan atau dikukuhkan pemerintah sebagai tanah adat. Kemudian agar hutan kurang lebih 1.500 hektare yang semula, sekitar tahun 1913, dipinjam penjajah Belanda bisa dikembalikan untuk kami jadikan hutan adat," ujar Judin Ambarita.

Disebutkan, lahan itu dulunya adalah milik leluhur mereka yang sempat dicaplok oleh kolonial Belanda dari generasi kelima keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita, yakni dari Ompu Lemok Ambarita, Ompu Haddur Ambarita dan Ompu Jalihi Ambarita.

Mereka menceritakan bagaimana sejarah tanah leluhurnya yang dicaplok Belanda itu. "Belanda meminta warga menanam tusam (pinus) untuk masa 30 tahun. Tapi belum sempat panen, Belanda kalah perang dan kembali ke negerinya. Tapi tanah ompung kami, kemudian dinasionalisasi pemerintah," kata Edy Harianto Ambarita.

"Karena kita tahu Pak Presiden Jokowi itu prorakyat, makanya kami sampaikan hal ini kepada ibu menteri. Terimakasih sekali ibu sudah bersedia menerima kita dan meluangkan waktunya. Kami meminta lahan dikembalikan menjadi tanah adat bukan mau kami jual bu, gak ada sama sekali niat kami seperti itu. Kami hanya minta supaya itu bisa dijadikan tanah adat saja bu," ujar Mangitua Ambarita, tetua adat Sihaporas.

Saat mendengarkan cerita itu Siti Nurbaya pun tampak begitu serius. Ia pun bersedia mendengarkan satu per satu cerita masyarakat. Bahkan dengan begitu terbukanya Siti pun mempersilakan masyarakat untuk bercerita menambah informasi yang ia terima.

Menteri yang juga politisi Partai NasDem pun menerima masukan dari akvitis pendamping masyarakat Saurlin Siagian mewakili Hutan Rakyat Institute (HaRI), dan Perhimpunan Bantuan Hukum & Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), serta Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak Roganda Simanjuntak.

Baca: Warga Berharap Lahan Seluas 1.500 Ha di Sekitar Danau Toba di Jadikan Hutan Adat

Masyarakat adat Sihaporas kemudian menyampaikan segala dokumen pendukung yang mereka punyai selama ini. Termasuk status warga, merupakan penduduk asli, bukan pedatang baru. Mereka menyerahkan fotocopy piagam penghargaan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia yaitu Legiun Veteran Republik Indonesia enam orang warga kelahiran Sihaporas.

Bahkan saat itu peta wilayah Sihaporas pun mereka maksud pun diserahkan kepada Siti. Dengan senang hati, Siti Nurbaya menerima lampiran-lampiran dokumen itu. Dalam dokumen itu warga menegaskan mereka hanya ingin Pemerintah dapat mengukuhkan tanah adat Sihaporas dan pengembalian hutan adat Sihaporas, agar kelak tidak jatuh kepada pihak asing, konglomerat dan mafia pengincar tanah.

Disebut tanah Sihaporas berupa hunian perkampungan berikut bekas-bekas perkampungan sejak generasi pertama Martua Boni Raja Ambarita alias Ompu Mamontang Laut Ambarita, yang 'mamukka huta'/memulai perkampungan sejak tahun 1800-an.

Saat itu salah satu perwakilan masyarakat, Mangitua Ambarita pun sempat menyampaikan bagaimana ia memperjuangkan tanah leluhurnya ini. Menurutnya ia pun sudah pernah masuk penjara tahun 2003 dan divonis satu tahun karena dituduh melakukan perusakan.

Atas sambutan Siti yang cukup positif terhadap masyarakat adat ini, mereka pun menghadiahkan ulos kepadanya. Saat itu pemakaian ulos diberikan langsung oleh Judin Ambarita. Apa yang diberikan ini pun membuat Siti terharu.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar dengan senang hati menerima lampiran-lampiran dokumen yang selama ini dimiliki oleh masyarakat adat ini. Bahkan dokumen peta lokasi juga mereka serahkan saat itu.

"Saya ini juga sebenarnya boru Lubis jadi jangan ragu-ragu sama Saya. Saya akan tindaklanjuti hal ini. Saya akan cek apakah persoalan ini sudah pernah dibahas sebelumnya atau tidak. Tindaklanjut ini akan segera ditangani sama Kementeritan Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata Siti.

Ada pun surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mempertanyakan pencaplokan tanah adat menjadi diklaim sepikat masuk hutan milik negara. Klaim itu masuk dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 579/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan di Sumatera Utara seluas 3.055.795 hektare yang dikeluarkan Menteri Kehutanan saat dijabat Zulkifli Hasan, saat ini Ketua Umum Partai Amanat Nasional dan Ketua MPR RI. (dyk/tribun-medan.com) 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved