Ramadan 1439 H

Soal Penetapan Idul Fitri, Said Agil: 2 Syawal atau 3 Syawal, Itu Baru Masalah . . .

Umat Islam merayakan hari kemenangan, yang merupakan hari yang ditungu-tunggu usai menjalai puasa

Editor: Salomo Tarigan
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Ilustrasi/ Peneropongan hilal 

Sementara itu, Turki, negara yang secara resmi sekuler, menggunakan perhitungan astronomi untuk menentukan akhir Ramadhan.

Dan di Eropa, kebanyakan Muslim menunggu pengumuman pemimpin masyarakatnya, meskipun ini kemungkinan didasarkan pengamatan bulan seperti halnya di negara Muslim lain.

Kalau beda pun tak masalah

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Dr Said Aqil Siradj pernah mengatakan, kalaupun ada perbedaan penentuan waktu penyelenggaraan Hari Raya Idul Fitri seharusnya tak mesti menjadi masalah, selama ditetapkan pada 1 Syawal.

“Kalau ada yang berpendapat bahwa Idul Fitri itu 2 Syawal atau 3 Syawal, itu baru masalah,” katanya.

Menurut Kang Said, yang menyebabkan hal itu adalah perbedaan metode yang digunakan saja. “Muhammadiyah pakai hisab, kalau NU (menggunakan, red) rukyat. Tapi NU sebetulnya juga menggunakan hisab, yang lebih utama adalah rukyat. Jadi, jangan dikira NU nggak bisa hisab,“ terangnya.

KH Said Agil Siroj (kiri)
KH Said Agil Siroj (kiri) (Tribunnews)

NU, katanya, meski dalam hitungan hisab-nya sudah ada, tapi tetap memerlukan pembuktian dalam penentuannya, yakni melalui proses rukyat. Jika proses tersebut tidak berhasil, maka dilakukan istikmal, yakni menggenapkan usia bulan menjadi 30 hari. “Jadi, puasanya digenapkan menjadi 30 hari. Itu kalau tidak berhasil melihat bulan,“ ujarnya.

Perbedaan-perbedaan tersebut, menurut Kang Said, tak hanya terjadi di Indonesia saja. Di luar negeri, terutama negara-negara berpenduduk mayoritas muslim pun mengalami hal yang sama.

“Di Saudi Arabia dan Yaman, itu menggunakan metode rukyat. Kalau di Mesir dan Yordania pakai metode hisab,“ jelasnya.

Oleh karena itu, lanjut Kang Said, pemerintah tak bisa memaksa NU dan Muhammadiyah serta sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam lainnya dalam penentuan awal bulan Syawal tersebut. Masing-masing ormas memiliki metode dan pola pikir yang berbeda dalam penentuan tersebut.

PBNU akan Teleconference

Sementara itu, Lembaga Falakiyah Penguru Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) akan melakukan siaran langsung pantauan dari sembilan titik rukyatul hilal di Indonesia, yakni Kendal, Ponorogo, Kebumen, Kudus, Blitar, Majalengka, Cirebon, Tasikmalaya, Gresik, dan Jember.

Di samping itu, PBNU juga akan melakukan teleconference dengan para perukyat dari sembilan titik tersebut.

Dalam almanak Falakiyah NU berdasar Markaz Jakarta, tinggi hilal sudah memungkinkan untuk bisa dilihat, yakni 7 derajat 33 menit 6 detik. Secara perhitungan hisab, dengan data tersebut, hari raya Idul Fitri, 1 Syawal 1439 H diprediksi jatuh pada Jumat (15/6/2018).

 "Jadi jika pada Kamis sore setelah ghurub ada saksi yang melihat hilal dan terlaporkan ke Kemenag menurut mekanisme yang berlaku, sudah cukup bagi Menteri Agama untuk mengisbatkan 1 Syawal jatuh hari Jumat (15/6/2018)," kata KH Sirril Wafa, wakil Ketua LF PBNU.

Halaman
123
Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved