Kedai Tok Awang

Agak Diringankan Sikit Beban Messi Itu

Tidak akan ada yang membantah apabila disebut Lionel Messi adalah Argentina dan Argentina adalah Lionel Messi.

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: AbdiTumanggor
AFP PHOTO GABRIEL
Lionel Messi 

SEPAKBOLA adalah permainan tim, bukan permainan individu.

Maka individu hebat sekalipun mesti melebur, mesti menyatu, menjadi bagian dari tim untuk membentuk satu kesatuan skuat yang solid. Demikianlah teorinya.

Namun siapapun yang tidak asing-asing betul terhadap sepakbola pastinya tahu juga, untuk beberapa tim teori ini tak berlaku. Satu di antaranya Argentina.

Tidak akan ada yang membantah apabila disebut Lionel Messi adalah Argentina dan Argentina adalah Lionel Messi.

Tidak akan ada pula yang berani membantah betapa ketergantungan Argentina terhadap Messi sangatlah besar.

Persoalannya, kadang kala, pada titik-titik tertentu, beban ini merusak Messi.

Foto Abdi Tumanggor.

Lionel Messi dan Angel Di Maria | AFP PHOTO JUAN MABROMATA.

Kebintangannya lenyap tak berbekas, dan alih-alih menunjukkan diri sebagai "alien" yang berasal dari galaksi lain, Messi justru kembali jadi manusia biasa yang serba penuh kesalahan.

Lebih celaka, kecenderungan seperti ini, justru terjadi pada momentum-momentum penting bagi Argentina.

Di Copa Amerika, Messi gagal empat kali. Tiga di antaranya pada laga final, yakni pada tahun 2007, 2015, dan 2016 (Copa America Centenario).

Di Piala Dunia, dia masuk skuat sejak Piala Dunia 2006 di Jerman dan belum juga mampu sampai pada podium tertinggi.

Messi lagi-lagi hanya mampu mencapai final. Satu-satunya keberhasilan Messi adalah medali emas Olimpiade 2008 di Beijing.

"Tahu kelen kenapa Messi bisa main bagus di Olimpiade itu?" tanya Mak Idam kepada Jek Buntal, Jontra Polta, dan Sudung yang bermain leng bersamanya. Juga pada Wak Razoki dan Zainuddin serta Tok Awang dan Lek Tuman yang sedang saling berduel catur di meja lain.

"Karena enggak imbang, Mak," sahut Jontra Polta.

"Iya, Messi terlalu jago untuk ukuran sepakbola olimpiade," kata Sudung menimpali.

"Salah!"

"Jadi apa?" sergah Jek Buntal seraya membanting kartu.

"Karena waktu itu bukan dia yang harus menanggung beban paling besar. Ingatnya kelen sama pemain yang namanya Riquelme?"

"Juan Roman Riquelme," ujar Wak Razoki.

"Iya, itu dia. Di Olimpiade Beijing itu, Riquelme yang lebih senior dari Messi jadi playmaker sekaligus kapten. Jadi, Messi, yang waktu itu memang masih muda kali, enggak perlu pening berpikir yang lain-lain. Cukup bagaimana bisa dapat bola, goreng-goreng bola, ngilek-ngilek lawan, dan bikin gol."

Foto Abdi Tumanggor.

Alain Delon | GABLESCINEMA.COM

Ocehan Mak Idam bermula dari analisis sok-sokan dia dengan Wak Razoki, Zainuddin, dan Lek Tuman terkait laga Perancis melawan Argentina di babak perdelapan final Piala Dunia 2018.

Lagak gaya mereka tak kalah dari para pundit mantan-mantan pemain bola kelas dunia di program ESPN FC.

Lek Tuman dan Zainuddin hakkul yakin pegang Perancis, Mak Idam pegang Argentina, sedangkan Wak Razoki memilih netral namun dengan kecenderungan sedikit condong ke Argentina.

Wak Razoki bilang, kekuatan Argentina dan Perancis pada dasarnya tidak beda-beda jauh.

Perancis lebih unggul sedikit di lapangan tengah.

Pilihan Jorge Sampaoli atas gelandang-gelandang robot tanpa cita rasa seni membuat Perancis lebih dapat angin di lini ini.

Empat gelandang Argentina yang diturunkan kontra Nigeria, yaitu Enzo Perez, Javier Mascherano, Ever Banega, dan Angel Di Maria, sulit mengimbangi kecepatan dan kolektivitas trio Perancis, Paul Pogba, N'golo Kante, dan Corentin Tolisso, yang dibantu Ousmane Dimbele dan Antoine Greizmann yang kerap bergerak dari sayap.

Apabila Didier Deschamps menurunkan formasi 4-2-3-1 seperti saat Perancis menghadapi Peru, maka gelandang-gelandang Argentina yang masih serba canggung tadi akan kelimpungan ditekan oleh Pogba, Kante, Mbappe, Greizmann, plus Blaise Matuidi.

Cadangan-cadangan Argentina, seperti Maximiliano Meza dan Marcos Acuna juga sama tak bisa diharap. Salah-salah malah bengap.

"Dibanding waktu lawan Islandia dan Kroasia, lawan Nigeria sebenarnya lumayan. Tapi, kalok pun Argentina mainnya kayak mereka lawan Nigeria, kujamin putus orang tu," kata Wak Razoki.

Foto Abdi Tumanggor.

Paul Pogba dan Ngolo Kante | AFP PHOTO HECTOR RETAMAL. 

"Perancis pun sebenarnya enggak bagus-bagus kali. Punya pemain-pemain cepat, pemain-pemain yang tajam, Deschamps belum bisa betul-betul memanfaatkannya. Menghadapi tim yang berani melawan kayak Denmark, agak kepayahan orang tu. Tapi sekali lagi, kalok main Argentina masih kayak mereka lawan Negeria, main asal sepak kayak PSMS gak pake rap-rap, hancurlah. Berani kukasih poinlah, ayok, siapa mau tampung. Iya, kan, Jon?"

"Siap! Siap tampung kita, Wak!"

Sangkot, suporter Barcelona yang jadi suporter Argentina sejak tahu Lionel Messi berkebangsaan Argentina (padahal sebelumnya dia suporter Brasil lantaran Ronaldinho datang dari Brasil), langsung menyambar.

"Jadi cemana, Wak? Apa memang tak adanya peluang Argentina menang nanti malam?"

"Kecuali, kalok Si Sampaoli itu, atau siapapun lah yang sekarang megang Argentina, bisa bikin mereka seperti di Olimpiade tahun 2008."

"Maksudnya, Wak?"

"Agak diringankanlah sikit beban Messi itu."

Le Tuman yang baru saja memastikan kemenangan 3,5-1,5 melawan Tok Awang, menceletuk.

"Sulitlah kayaknya, Wak. Siapa di tim nasional Argentina sekarang yang setara dengan Requelme? Selain Messi, pemain senior Argentina, ya, Si Higuain. Juga Di Maria, Aguero, Benega, Otamendi, dan Mascherano, selain Si Cabalero bengak itu. Mascherano dan Otamendi, biarpun posisi mereka beda, sebenarnya bisa. Sayangnya, beselemak kali main orang tu dua. Otamendi panas tak ketentuan, mau begadoh aja kerjanya. Waktu lawan Nigeria, bola Mascherano bolak-balik kepotong. Kelamaan main jadi stopper di Barcelona bikin dia lupa bagaimana caranya jadi gelandang."

"Masalahnya, selain Mascherano, memang tak ada pemain senior lain yang bisa jadi bos di lapangan. Artinya, pemain yang disegani, yang bisa diterima dan cakapnya didengarkan oleh pemain lain," ujar Zainuddin menyambung.

"Betul, betul itu, Pak Guru," sahut Mak Idam.

"Benega seposisi dengan Requelme. Sama-sama playmaker. Cumak, ya, itulah, kayaknya sejak lahir dia memang enggak bakat jadi pemimpin."

"Atau cemana kalok gini," kata Tok Awang menyela.

"Tetap Messi yang jadi bosnya, tapi pemain-pemain yang lain bantu dia. Ambil peran jugaklah, istilahnya. Jangan sikit-sikit kasih bola ke Messi."

"Susah itu, Tok," sahut Sudung.

"Sepanjang Messi masih di lapangan, pasti dia tetap jadi sentral. Kecuali kejadiannya kayak Portugal di final Piala Eropa. Ada yang bikin Messi keluar seperti Si Payet melibas Ronaldo."

"Eh, apa cerita kelen ini bawak-bawak Ronaldo?" tiba-tiba Ocik Nensi menyerobot.

Padahal sedari tadi, riuh percakapan tak membuat dia bergeser sedikitpun dari sinetron berlabel 'kisah nyata' berjudul; Aku Selalu Mimpi Buruk karena Punya Suami Tampan.

"Bukan soal Ronaldo ini, Cik. Soal Messi," kata Jek Buntal.

"Alamakjang, asyik Si Messi ini aja lah yang kelen ributi. Gampang itu, suruh aja cukur brewoknya, pasti jadi tampan dia kayak Alain Delon. Kalok udah tampan pasti bagus lagi mainnya macam Ronaldo."

"Siapa Alain Delon tu, Cik?" tanya Sudung.

"Bintang pilim Argentina." Wak Razoki tergelak.

"Oi, Cik, Alain Delon orang Perancis."

"Oh, iyanya, kapan dia pindah?" (t agus khaidir)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved