Darurat Begal

Loei Wie Loen, Pedagang Mi Pangsit Diduga Korban Begal di Medan, Motor dan Uang Korban Raib

Saat telepon seluler Loei dihubungi, yang menjawab adalah seorang pria mengaku dari Polsek Medan Timur.

Editor: Tariden Turnip
TRIBUN MEDAN / DOHU LASE
Hendra melakukan ritual keagamaan terhadap jasad pamannya, Loei Wie Loen (66), di Blok 8 Balai Persemayaman Angsapura, Kamis (19/7/2018) sore. Loei, penjual mi pangsit yang diduga menjadi korban perampokan begal pada Rabu (18/7/2018) pagi. 

Laporan Wartawan Tribun Medan / Dohu Lase 

TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Jasad Loei Wie Loen (66) pedagang mi pangsit yang diduga korban begal pada Rabu (18/7/2018) kemarin, disemayamkan Blok 8 Balai Persemayaman Angsapura (BPA) Medan, Kamis (19/7/2018) siang. Rencananya, jasad Loei akan dikremasi pada Sabtu (21/7/2018) mendatang.

Loei sebelumnya ditemukan terbaring tak sadarkan diri di pinggir Jalan Letjen MT Haryono depan gedung Uniland Plaza, Kelurahan Gang Buntu, Kecamatan Medan Timur, oleh warga sekitar pukul 05.30 WIB, Rabu (18/7/2018). Kakinya penuh luka, sedangkan mata sebelah kanannya biru lebam.

Ia menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Murni Teguh Medan, dalam perjalanan dipindahkan dari ruang Unit Gawat Darurat ke ruang Intensive Care Unit.

Loei diduga kuat menjadi korban perampokan begal. Sepeda motor Supra Fit warna hitam bernomor polisi BK 2902 KM yang dikendarai  korban hilang.

Tak hanya itu, dompet yang ada di pakaian Loei tak lagi berisi uang saat diperiksa. Yang tersisa hanyalah Surat Izin Mengemudi dan Kartu Tanda Penduduk milik/atas nama Loei Wie Loen.

"Kata anggota paman saya di toko, paman saya asal mau belanja pasti bawa duit, mulai dari Rp 500 ribu sampai Rp1 juta," ungkap Hendra, keponakan kandung Loei Wie Loen.

Hendra, kala ditemui Tribun Medan di BPA Medan menuturkan, pamannya hidup sebatang kara di Jalan Sungai Deli Nomor 16-E/2 Medan, Kelurahan Kampung Masjid, Kecamatan Medan Barat. Pamannya biasa keluar rumah pagi-pagi buta setiap hari untuk berbelanja bahan-bahan mi pangsit.

"Paman saya biasa berangkat dari rumah sekitar pukul 05.00 WIB. Untuk rute perjalanannya, saya kurang tahu persis. Kemudian, ditunggu-tunggu sampai pukul 06.30 WIB, paman saya belum juga sampai ke toko, sehingga bibi saya menelepon handphone-nya. Ternyata dikabari bahwa paman saya sudah di Rumah Sakit Murni Teguh," ungkap Hendra.

Saat telepon seluler Loei dihubungi, yang menjawab adalah seorang pria mengaku dari Polsek Medan Timur.

"Pertama kali ditelepon, enggak diangkat. Kedua kalinya, diangkat oleh seseorang yang mengaku dari Polsek Medan Timur. Katanya, pihak keluarga segera datang ke Rumah Sakit Murni Teguh, karena paman saya sedang gawat. Harus datang pihak keluarga supaya menandatangani persetujuan tindakan medis," lanjut Hendra.

Singkat cerita, Hendra beserta keluarga lainnya tiba di ruang Unit Gawat Darurat (UGD) Rumah Sakit Murni Teguh sekitar pukul 08.00 WIB. Sewaktu akan dipindahkan ke ruang Intensive Care Unit (ICU), kondisi detak jantung Loei mendadak turun drastis (melemah) dan akhirnya meninggal dunia.

"Pas mau dipindahkan ke ICU, tiba-tiba kondisi paman saya drop. Di perjalanan kembali UGD, paman saya sudah enggak ada lagi," ujar Hendra sedih.

Adapun barang-barang yang masih ada dari tubuh pamannya, yakni satu unit handphone Nokia, satu buah dompet berisi Surat Izin Mengemudi dan Kartu Tanda Penduduk, dan satu buah liontin batu giok.

Disinggung soal apakah pamannya memiliki musuh, Hendra sontak membantah.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved