Pahit Getir Mulia Banurea Jadi Kuli Bangunan Merangkap Kuli Panggul sebelum Memimpin KPU Sumut
Mulia menjelaskan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia bekerja sebagai kuli bangunan dengan gaji Rp 6 ribu per hari.
Laporan Wartawan Tribun-Medan, Fatah Baginda Gorby
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Sosok Ketua KPU Sumut Periode 2013-2018, Mulia Banurea ternyata memiliki kisah getir sebelum akhirnya memimpin KPU Sumatera Utara.
Mulia mengaku menjadi kuli panggul dan kuli bangunan.
Ia menjalani pekerjaan itu pada tahun 1995.
Setelah itu ia memutuskan untuk kuliah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) yang kini berubah nama menjadi Universitas Islam negeri (UIN) Sumut.
"Biar tahu, saya dulu pernah jadi kuli panggul dan kuli bangunan," kata Mulia Banurea di ruangannya, Senin, (13/7/2018).
Mulia menjelaskan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia bekerja sebagai kuli bangunan dengan gaji Rp 6 ribu per hari.
Pekerjaan itu dijalani Mulia dari Senin hingga Jumat.
Sedangkan pada Sabtu dan Minggu, Mulia mengatakan ia menjadi kuli panggul di Pelabuhan Sri Bintan Pura di Tanjung Pinang.
Setiap hari, ia memanggul barang bawaan penumpang dari terminal menuju kapal dengan jarak sekitar 1 km.
"Kadang-kadang yang diangkat koper atau barang lain. Tapi saya sering bawa bawang merah," katanya.
Untuk satu kali angkut dengan berat beban sekitar 50 kg dan jarak sekitar 1 km, Mulia Banurea menerima upah Rp100 ribu. Sayangnya honor yang diterimanya itu harus dikurangi Rp15 ribu untuk membayar tiket masuk ke area pelabuhan.
"Dalam sehari, bisa dapat 2-3 trip. Dikalikan Rp85 ribu, bisalah dapat sekitar Rp 200 ribu lebih," ucapnya.
Pria yang lahir di Dusun Namontrep I, Desa Bakal Julu, Kecamatan Siempat Nempu Hulu, Dairi pada 15 Mei 1976 itu menjelaskan jika pada siang harinya bekerja sebagai kuli panggul dan kuli bangunan, ia menyempatkan dirinya untuk les Bahasa Inggris.
"Les itu dilakukan pada malam hari untuk persiapan Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN)," katanya.
Setelah menjalani profesi tersebut, Mulia kemudian mendaftarkan diri ke universitas. Dengan berbekal pengetahuan selama ini, ia lulus di Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Negeri Medan (Unimed) dan Fakultas Ushuluddin IAIN Sumut.
"Atas saran orang tua, saya memilih IAIN Sumut dan kuliah Fakultas Ushuluddin IAIN Sumut Jurusan Tafsir Hadist," ujarnya.
Setelah menyelesaikan perkuliahan, Mulia menjelaskan ia diterima sebagai PNS di Kementerian Agama. Namun, dirinya tetap melanjutkan pendidikan dengan mengambil program Antropolgi di Pascasarjana Unimed dan tamat pada tahun 2007.
"Ketika ada pendaftaran calon anggota KPU Sumut pada 2013, saya mendaftar. Alhamdulillah lulus dan dipercaya menjadi ketua," tuturnya.

Setelah terpilih sebagai Ketua KPU Sumut, Mulia memiliki filosofi menebar kebajikan dari kebijakan.
Baginya sebagai seorang penyelenggara wajib untuk menjaga jarak dengan peserta pemilu.
"Dalam memimpin KPU secara kolektif kolegial dalam mengambil keputusan dan mendeteksi permasalahan. Sebelum menyampaikan statement ke publik,saya pasti rapat dahulu," katanya.
Hal yang paling diingatnya sewaktu memimpin KPU yakni aduan masyarakat terhadap jajaran sekretariat di KPU daerah yang berpihak.
Ia lantas mengambil tindakan dan melaporkan kejadian tersebut ke Dewan Keamanan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Saya meminta DKPP menindak temuan yang melanggar kode etik itu. Putusan DKPP kepada oknum itu yakni menurunkan pangkatnya sebagai PNS. Menunda kenaikan pangkat dengan alasan tidak menjalankan fungsi sesuai regulasi," katanya.
Baginya KPU sebagai penyelenggara haruslah profesional, berintergritas,independen, dan transparan.
Ia juga mengaku selalu membina hubungan dengan jajaran aparat kepolisian, media dan Non Goverment Organization (NGO) agar terciptanya proses demokrasi yang ideal.
(cr7/tribun-medan.com)