Pilpres 2019

Jusuf Kalla Blak-blakan Ungkap Mahar Politik Memang Ada, Termasuk Pembiayaan Kampanye

Wapres Jusuf Kall pun sempat bercerita pengalamannya selama ikut bertarung di Pilpres hingga ia duduk sebagai Wapres

Editor: Salomo Tarigan
KOMPAS.com/ MOH NADLIR
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla 

TRIBUN-MEDAN.COM - Bola panas akibat isu mahar politik Pilpres 2019 masih bergulir. Sebagaimana yang disampaikan Wasekjen Partai Demokrat, Andi Arief menyebutkan ada dugaan kuat mahar politik Rp 1 triliun yang masing-masing terbagi Rp 500 miliar, dikucurkan Sandiga Uno ke Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN).

Sandiaga Uno yang saat ini menjadi Cawapres Prabowo Subianto.

Namun, mahar politik rupanya bukan lagi hal yang aneh di Pertarungan Pilpres.

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kall pun sempat bercerita pengalamannya selama ikut bertarung di Pilpres hingga ia duduk sebagai Wapres.

Menurutnya, saat ia menjadi Cawpres saat itu, tak mengenal istilah mahar politik seperti yang saat ini tengah ramai diperbincangakan.

tersebut, bahkan, ketika ia menjabat sebagai Ketua Umum partai Golkar.

"Pada zaman saya pimpin partai tidak ada, waktu zaman saya tiga kali ikut (pilpres) tidak ada," ujar Kalla yang ditemui di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (14/8/2018).

Baca: Ketum PKB Tanggapi Kekecewaan Pendukung Ahok soal Maruf Amin Bakal Cawapres Jokowi

Baca: CPNS 2018 - Menteri PAN-RB Diganti, Begini Kabar Terbaru BKN soal Penerimaan Pegawai Pemerintah

Dengan sambil bercanda Kalla menyatakan mahar digunakan hanya untuk orang yang menikah dan angkanya tak mencapai miliaran.

"Mahar itu kalau orang kawin. Itu maharnya simbolis sekian riyal atau tak ada yang tinggi-tinggi kalau mahar. Mana ada tinggi satu miliar, mahar satu miliar kan ndak ada. Paling 10 juta, 20 juta," kata Kalla.

Lebih lanjut, JK mengatakan jika memang ada biasanya dana tersebut digunakan untuk pembiayaan kampanye.

"Iya, bisa dana kampanye, karena kan masing-masing partai akan berkampanye. Saya kira itu lebih banyak biaya kampanye. Saya lebih cenderung untuk bahwa mereka bernegosiasi untuk biaya kampanye," ungkap JK.

Sebelumnya, elit Partai Demokrat, Andi Arief menuding Sandiaga Uno membayar PKS dan PAN masing-masing sebesar Rp 500 miliar agar bisa diterima sebagai cawapres Prabowo Subianto.

"Bener. Saya dengan sadar dan bisa dicek dalam karier politik saya, tidak pernah bohong dan data saya selalu tepat. Tapi, kita nunggu perkembangan besok karena Pak Prabowo akan hadir," ujar Andi.

Andi lalu mengungkit soal perjuangan Demokrat dalam koalisi Prabowo. Dia mengingatkan Demokrat tak pernah berselingkuh dari Gerindra cs.

Hal itu diungkapkan oleh Andi setelah mengetahui adanya perubahan sikap dari Prabowo Subianto terkait koalisi parpol dan pemilihan cawapresnya untuk Pilpres 2019.

Baca: Terbongkar Kedok Panti Asuhan, Penghuni Wanita Disiksa hingga Diperkosa

Baca: PKS Akhirnya Laporkan Andi Arief ke Polisi, Wasekjen Partai Demokrat Ini Tidak Takut, Saya Tunggu

Padahal, sebelumnya nama putra SBY sekaligus politikus baru Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sudah masuk dalam bursa cawapres Prabowo.

"Pada hari ini kami mendengar justru sebaliknya. Ada politik transaksional yang berada di dalam ketidaktahuan kami yang sangat mengejutkan. Padahal, untuk menang, bukan berdasarkan politik transaksional. Tapi dilihat siapa calon yang harus menang," kata Andi.

Kekecewaan dan kemarahan Andi Arief atas adanya politik transaksional itu membuatnya menyebut Prabowo Subianto sebagai 'Jenderal Kardus'.

Di sisi lain, pengurus PAN dan PKS membantah adanya aliran dana dari Sandiaga Uno, Wagub DKI Jakarta yang berlatar belakang pengusaha tersebut.

Sementara itu, Sandiaga Uno yang saat ini duduk dikursi Cawapres Prabowo Subianto memberikan penjelasan soal mahar politik yang belakangan menjadi perbincangan hangat.

Menurut Sandi, uang yang ia berikan itu akan digunakan untuk kegiatan kampanye Pilpres 2019.

"Tentunya apa yang menjadi konsennya Pak Andi Arief itu akan menjadi konsen Nasional, bahwa ke depan ini harus ada kejelasan, bagaimana sumbernya, bagaimana membiayai kampanye nasional," tutur Sandiaga Uno kepada wartawan, Sabtu (11/8/2018) malam tadi.

Bahkan Sandi berniat mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk berkonsultasi terkait rencana penggunaan dana yang beberapa hari belakang ini dituding sebagai mahar.

Andi Arief tanggapi aduan PKS

 Andi Arief mengatakan, dirinya tidak akan melemah. Mengenai dirinya yang dilaporkan PKS ke polisi, Andi mengatakan siap menghadapinya.

"Saya berharap masalah "critical support" terhadap koalisi kami yaitu Prabowo-Sandi biar kami akan selesaikan. Kalaupun ada yg menempuh jalur hukum itu bukan pilihan kami walu tak bisa melarang. Anak dan Istri saya agak terganggu dengan reaksi yg saya gak duga ini. Mohon maklum" terang Andi

Cuitan Andi Arief ini muncul, beberapa saat setelah kabar dirinya dilaporkan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ke polisi atas tuduhan mahar politik sebesar Rp 500 miliar, yang diterima PKS dan Partai Amanat Nasional (PAN) untuk memuluskan langkah  Sandiaga Uno sebagai cawapres Prabowo Subianto

Sehari sebelumnya, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera mengatakan, DPP PKS memang sudah melaporkan Wasekjen Partai Demokrat, Andi Arief ke kepolisian. Andi dilaporkan ke polisi karena menuduh PKS dan Partai Amanat Nasional menerima Rp500 miliar agar Sandiaga Uno bisa menjadi cawapres Prabowo Subianto.

"Setahu saya kasusnya jalan, laporan polisi jalan. DPP (yang melaporkan)," kata Mardani saat ditemui di gedung DPR, Jakarta.

Ia mengatakan, Partai Demokrat sendiri belum ada klarifikasi. Hingga kini, laporan tersebut juga tak dicabut.

Pelaporan Andi Arief ke polisi memang sebelumnya santer didengung-dengungkan.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berang dengan tudingan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief bahwa dipilihnya Sandiaga Uno sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto merupakan hasil dari politik transaksional.(tribun-medan.com/tribunbogor.com)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved