News Video

Luhut Pandjaitan Blak-blakan Alasan Prabowo tak Pilih AHY Sebagai Cawapres

Luhut Binsar Pandjaitan mengaku tak kaget Prabowo Subianto tak memilih AHY menjadi cawapres di Pilpres 2019

Tribun Medan
Luhut Pandjaitan dan Prabowo 

TRIBUN-MEDAN.COM - Dua nama calon wakil presiden, Ma'ruf Amin dan Sandiaga Uno, menambah semarak Pilpres 2019.

Kedua tokoh ini muncul di akhir masa pendaftaran yang sebelumnya jarang dibicarakan.

Pada acara dialog dengan Najwa Shihab, Luhut Binsar Pandjaitan mengaku tak kaget Prabowo Subianto tak memilih Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi cawapres di Pilpres 2019.

Luhut dan Prabowo sudah kenal lama, keduanya merintis karir di militer, persisnya di satuan elit TNI Angkatan Darat, Kopassus.

Menurut Luhut, pilihan pas bagi Prabowo memilih Sandiaga Uno ketimbang AHY.

"Saya susah membayangkan Prabowo berpasangan dengan AHY. Saya sudah berteman lama dengan Prabowo. Kadang kita saling suka, kadang berkelahi. Kalau kami bertemu, bicaranya bebas. Saya tanya, kamu mau wakil kamu mana sih?" ucap Luhut dalam acara Catatan Najwa.

"Bang, kalau kita Mayor kan tahu berpikirnya Mayor bagaimana," jelas Luhut menirukan jawaban dari Prabowo, penonton yang hadir pun tertawa.

Tonton video kolasenya;

Ayo subscribe channel YouTube Tribun MedanTV

Baca: Mahfud MD Buka-bukaan, Ancaman Maruf Amin kepada Jokowi sebelum Dipilih Menjadi Cawapres

Baca: Hotman Paris Menguak Alasannya Tak Mau Jadi Juru Bicara Timses Prabowo Subianto-Sandiaga Uno

Baca: Sandiaga Uno Beber Penyebab Rupiah Tembus Rp 14.600 terhadap Dolar Amerika Serikat

Jika keadaan memaksa Prabowo harus berpasangan dengan AHY, Luhut yakin secara psikologis tak akan nyaman bagi Prabowo.

"Prabowo itu tidak nyaman, masak wakilnya Mayor dia Letnan Jenderal," tambah Luhut lagi.

Tak Kuat

Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengungkapkan bahwa pilihan Cawapres Jokowi dan Prabowo Subianto sama-sama diluar prediksi.

Bahkan saking diluar prediksi, banyak lembaga survei belum punya perhitungan apabila Jokowi-Ma'ruf Amin berhadapan dengan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.

"Kalau di atas kertas survei, ini bukan pilihan terbaik untuk kedua-duanya. Karena ketika dilakukan simulasi, ini bukan angka yang tinggi. Jokowi bukan dengan Maruf Amin untuk angka tertinggi, tetapi dengan Mahfud MD justru jauh lebih tinggi. Prabowo juga tidak tertinggi dengan Sandiaga, paling tinggi itu dengan AHY," jelas Yunarto Wijaya di acara Catatan Najwa itu.

Tapi kemudian pilihan itu tetap terjadi lantaran ada logika-logika politik yang menurut Yunarto Wijaya menjadi problem yang kompleks di masing-masing koalisi.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bertemu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono beserta Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Selasa (24/7/2018), di rumah SBY, Kuningan, Jakarta Selatan.
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bertemu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono beserta Komandan Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Selasa (24/7/2018), di rumah SBY, Kuningan, Jakarta Selatan. (Dok/Partai Demokrat)

Yunarto Wijaya melihat buat Jokowi memilih Ma'ruf Amin adalah pilihan yang reaktif realistis, walaupun bukan yang terbaik.

"Satu tadi Pak Luhut sudah kasih bocoran dikit tadi partai-partai (tidak setuju). Partai-partai ini kan yang menatap 2024 yang tidak bertuan. Ketua umum punya peluang yang sangat besar di 2024. Yang paling penting kan bagaimana menjaga 2024 ini tidak kemudian menjadi milik 1 orang yang sangat kuat. Nah problemnya siapapun yang menjadi Wapresnya jokowi itu kan seperti dapet tiket gratis 2024 menjadi Capres paling kuat. Sementara Pak mahfud dari sisi usia, kesehatan, dan ambisi politik sangat mungkin menjadi Capres 2024," kata Yunarto Wijaya.

Joko Widodo (kiri) dan KH Maruf Amin (kanan)
Joko Widodo (kiri) dan KH Maruf Amin (kanan) (ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)

Atas analisa itulah Yunarto Wijaya tak kaget melihat Parpol pendukung Jokowi memilih seseorang yang dari sisi usia, dan ambisi tak akan maju lagi di Pilpres 2024.

"Nah ini pilihan kedua, jadi mungkin saja ada justifikasi juga buat seorang jokowi melihat situasi di pihakn lawan 2 hari terakhir, yakni Ketika prabowo bergabung dengan sandi, dan ini tidak terlalu kuat, sehingga Pak Jokowi tidak harus memilih Cawapres yang terkuat," pungkas Yunarto Wijaya. (*)

TONTON VIDEO LAIN;

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved