KPU Sumut Tunggu Instruksi Pusat terkait Bacaleg Bekas Narapidana Korupsi
Pihaknya sedang menginput data para bacaleg, kemudian akan dibawa ke dalam pleno menjelang penetapan Daftar Calon Tetap (DCT).
Laporan Wartawan Tribun-Medan, Fatah Baginda Gorby
TRIBUN-MEDAN.com,MEDAN - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara Mulia Banurea mengatakan pihaknya masih menunggu instruksi dari KPU Pusat terkait caleg yang berstatus eks napi korupsi.
Menurutnya putusan Mahkamah Agung (MA) bahwa larangan mantan napi korupsi maju sebagai caleg yang dimuat dalam pasal 4 ayat 3 peraturan KPU (PKPU) nomor 20 tahun 2018 bertentangan dengan UU Pemilu nomor 7 tahun 2017, harus disikapi dengan matang dan jangan berspekulasi.
"PKPU ini masih diuji, namun sebelum ada keluar peraturan baru kami masih berpegang pada PKPU no 20 tahun 2018, kita jangan ada spekulasi," katanya, Selasa (18/9/2018).
Menurut Mulia,pihaknya sedang menginput data para bacaleg, kemudian akan dibawa ke dalam pleno menjelang penetapan Daftar Calon Tetap (DCT).
Ia menjelaskan pengumuman DCT akan dilangsungkan Kamis, (20/9/2018) mendatang.
Menanggapi adanya perbedaan pandangan antara MA dan KPU, Sekretaris Golkar Sumut Irham Buana Nasution menjelaskan Golkar sebagai peserta pemilu menghormati putusan KPU yang tidak memperbolehkan napi eks korupsi mencalonkan kembali.
"Dari awal kami sudah tidak memperbolehkan para eks korupsi maju dari Partai Golkar, bahkan bila statusnya masih tersangka seperti kasus pusaran korupsi DPRD Sumut kemarin,"katanya.
Bagi Irham langkah Golkar tersebut diambil sesuai jargon Golkar Bersih dan menghadirkan para caleg yang berkualitas dari rekam jejak.
"Bahwa kemudian ada pihak baik caleg dan partai yang melakukan gugatan terhadap PKPU itu ke MA,langkah tersebut juga legal dan konstitusional," katanya.
Menurutnya langkah tersebut dilindungi Undang -Undang dan sah secara hukum.
"Kita perlu hargai itu,setiap warga negara memiliki hak konstitusional," katanya.
Namun,lanjut Irham perlu adanya titik temu dari pertentangan dua putusan terkait pencalonan eks napi korupsi tersebut.
"Sehingga upaya pemberatasan korupsi tidak terganggu di satu sisi, unsur bernegara dan demokrasi juga tidak terganggu di sisi lain,"katanya.
Titik temu tersebut,imbuh Irham tidak hanya bersifat politis saja namun juga bersifat yuridis.
Hal senada disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Yulizar Parlagutan Lubis.
Bagi Yulizar, para caleg yang telah diajukan oleh PPP khususnya PPP Sumut sudah mumpuni dan bebas dari indikasi korupsi.
"Dari awal kita tidak mengajukan caleg yang bermasalah seperti yang diatur oleh PKPU itu," katanya.
Imbasnya,kata Yulizar sampai saat ini pihaknya belum menerima satupun tanggapan masyarakat terkait nama-nama caleg yang telah diajukan.
"Tidak ada surat dalam bentuk apapun dari KPU yang disampaikan ke DPW," katanya.
Sementara itu dari kacamata pengamat, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara, Marlon Sihombing menjelaskan dari sisi etika politik akan menjadi tidak etis apabila parpol masih memberanikan diri mengajukan nama-nama yang sifatnya masih bermasalah.
"Tentunya partai juga harus menghadirkan citra yang baik di masyarakat, sehingga dapat merebut para pemilihnya," katanya.
Marlon juga mengingatkan, apabila ada unsur pemaksaan eks napi kasus korupsi agar dapat mencalonkan kembali, ia memprediksi dapat berimplikasi adanya money politics.
"Bila tetap dipaksakan pencalonan itu, saya prediksi maka tindakan money politics akan muncul dan menciderai pemilu kita," katanya
Marlon berharap parpol dapat memberikan pendidikan politik yang mencerdaskan masyarakat dengan tidak menghadirkan para caleg eks napi kasus korupsi.
"Masyarakat dapat membedakan dan para eks napi itu tidak akan mendapatkan ruang. Namun apabila upaya sosialisasi sudah dilakukan, dan apabila diperbolehkan, masyarakat masih mau memilih eks napi korupsi, maka kita harus mempertanyakan kembali pola pikir masyarakat kita," pungkasnya. (gov/tribun-medan.com)