Catatan Sepakbola

Tragedi Heysel dan Kerusuhan Port Said, Cerita untuk Pak Edy

Aiman menanyakan pada Edy perihal bentuk penanganan PSSI terkait kematian suporter Persija, dan Edy menyebut akan mendapatkan sanksi.

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
bbc
Penonton terjepit saat kerusuhan di Stadion Heysel, Kota Burssel, Belgia, 29 Mei 1985 

SENIN petang, 24 September 2019, Edy Rahmayadi diwawancarai Kompas TV dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum PSSI. Pokok bahasan tentu saja terkaitpaut dengan terbunuhnya suporter Persija Jakarta oleh suporter Persib Bandung. Peristiwa ini terjadi usai laga yang mempertemukan kedua klub, Minggu.

Wawancara mula-mula berlangsung sebagaimana wawancara umumnya. Aiman Wicaksono dari Kompas TV bertanya dan Edy Rahmayadi sebagai narasumber menjawab. Namun "wawancara normal" ini berubah jadi sengit setelah Aiman melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang agaknya membuat Edy kurang berkenan.

Mulai dari pertanyaan perihal tindakan konkret PSSI untuk mengantisipasi peristiwa serupa terulang sampai singgungan tentang rangkap jabatan, yang kemudian dijawab Edy dengan kalimat," apa urusan Anda menanyakan hal itu".

Saya tidak hendak menyoroti reaksi Edy. Tidak pula hendak menakar pemahaman beliau mengenai cara kerja dan etika jurnalistik. Saya cuma mau mengedepankan satu cerita, yang mudah-mudahan dapat menjadi tolok ukur, atau katakanlah referensi, bagi beliau untuk menyikapi peristiwa pembunuhan ini.

Kita pergi ke Brussel, Belgia, 29 Mei 1985. Hari itu Liverpool berhadapan dengan Juventus di babak final Piala Champions. Sebanyak kurang lebih 58 ribu penonton memenuhi Stadion Heysel. Jumlah yang masih berada di bawah ambang batas genting. Heysel dapat menampung 60 ribu penonton.

Guna memenuhi standar keamanan, panitia penyelenggara pertandingan memisahkan suporter kedua klub. Suporter Liverpool menempati tribun utara (sektor X dan Y), sedangkan Juventus di tribun selatan (sektor O, N, dan M). Adapun tribun timur dan barat ditempati penonton yang bukan berasal dari kedua kubu.

Namun, membeludaknya jumlah suporter Juventus, membuat panitia menempatkan mereka pada sektor Z yang juga terletak di tribun utara. Mereka digabung dengan suporter netral.

Dari sini malapetaka bermula. Juventus menang 1-0, tetapi pertandingan ini justru dikenang lantaran tragedi yang menyertainya. Sebanyak 39 penonton, sebagian besar suporter Juventus, tewas akibat tribun yang runtuh. Lebih dari 600 lainnya mengalami luka-luka berat dan ringan dan harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Kenapa bisa runtuh? Penyidikan polisi sampai pada kesimpulan pondasi tribun utara pada sektor Z tidak kuat menahan beban setelah suporter Liverpool dari sektor X dan Y mencoba merangsek sektor ini untuk menyerang suporter Juventus.

Lalu kita di Port Said, Mesir, 1 Februari 2012. Bentrok suporter klub Al-Masry dan Al-Ahli yang terjadi pascapertandingan, menyebabkan 70 orang tewas dan melukai setidak-tidaknya 1.000 orang lain. Sebagaimana Persib dan Persija, dua klub Mesir ini merupakan bebuyutan. Musuh di dalam dan di luar lapangan.

Laga sebenarnya belum berakhir saat ribuan penonton terlibat baku pukul. Sebagian tumpah pula ke lapangan. Sementara suar (flaire) dan kembang api (fireworks) yang disulut, membakar sejumlah bagian stadion.

Kerusahan penonton sepakbola di Port Said, Mesir
Kerusahan penonton sepakbola di Port Said, Mesir (nyt.com)

Pada satu bagian wawancara, Aiman menanyakan pada Edy perihal bentuk penanganan PSSI terkait kematian suporter Persija, dan Edy menyebut Persib dan Persija akan mendapatkan sanksi. Seperti apa sanksinya? Apakah banned, pelarangan mengikuti Liga 1? Ataukah degradasi? Atau pengurangan poin? Misalnya, Persija mendapatkan pengurangan lima poin sedangkan Persib sepuluh poin.

Edy memang menyinggung perihal banned, tetapi sepertinya sanksi ini tidak akan dijatuhkan. Pagi-pagi Edy sudah bilang banned terlalu berat lantaran dalam peristiwa di Bandung, yang bermasalah adalah suporter, bukan klub. Pemain, pelatih, ofisial, dan para pengurus klub tidak bersalah. Banned klub akan membuat mereka jadi pengangguran.

Bagaimana dengan degradasi? Bagaimana pengurangan poin? Mungkin juga tidak. Entahlah, saya, kok, ya merasa PSSI tidak akan "sampai hati" menjungkalkan Persija dan Persib ke divisi bawah. Pula demikian pengurangan poin.

Lima dan sepuluh poin bukan jumlah yang sedikit. Dari puncak klasemen, Persib bisa langsung melorot ke nomor buncit. Belum lagi perkara psikologis. Pemain-pemain akan terpukul mentalnya. Memotong sepuluh poin pada dasarnya tiada beda dengan mendegradasi secara tak langsung.

Sumber: Tribun Medan
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved