Jatuh Bangun Pengusaha Kuliner Crunchy Banana Medan, Sempat Jualan Pakaian Namun Tutup
Sumpah Pemuda menjadi salah satu tonggak sejarah dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Sepulang dari perkuliahan, Sarah pun menyediakan pesanan pisang untuk diolah dan dijual esok harinya. "Dulu beli pisang, saya beli sendiri, saya bawa sendiri juga pisangnya ke mobil. Kotak untuk tempat olahan pisang juga saya desain sendiri dari handphone," kata
Sarah.
Ia menambahkan ayahnya dulu belum tahu, bahwa ia jualan olahan pisang ini di kampus, meskipun begitu, sang mama tetap mendukung dan membantu Sarah untuk proses pembuatan pisang.
"Saat saya jual olahan pisang di kampus, papa saya enggak tahu, tapi mama tahu, mama bantuin juga, tapi mama bilang juga agar saya kuliah saja, takutnya nanti papa marah, tapi saya selalu bilang saya senang disini, saya senang jualan pisang ini," jelas Perempuan
kelahiran Medan, 1 Agustus 1996 ini.
Di kampus, permintaan olahan pisang semakin banyak, Sarah pun kemudian dibantu oleh sahabat untuk menjual olahan pisangnya.
Seiring berjalannya waktu, dengan modal usaha Rp 2,5 juta, kini Sarah mampu meraup omset Rp 400 juta dalam satu bulan.
"Sekarang kita mampu menjual 700 kotak Crunchy Banana dengan 300 sisir pisang untuk diolah setiap harinya," ucapnya.
Ia menambahkan terkadang bila cuaca sedang hujan, penjualan olahan pisangnya juga bisa menurun. Namun, agar tetap eksis dan bertahan Sarah selalu mempromosikan bisnis olahan pisang ini. Tak segan-segan untuk promosi, ia pun menggunakan jasa manajemen untuk branding produknya.
Crunchy Banana milik Sarah kini menjadi top 25 makanan paling laris di Kota Medan jika dilihat dari banyaknya pesanan lewat Go-Jek.
"Sekarang saya sudah memiliki 18 pegawai, dan saya dekat dengan mereka (pegawai), saya bisa ajak mereka diskusi, jalan-jalan dan kumpul bersama," katanya.
Mencintai Passion
Di sela-sela pembicaraan Tribun Medan dengan Pengusaha Crunchy Banana Medan, Sarah Agnestika Sihotang, mengatakan, kini ia pun sering diundang sebagai pembicara atau narasumber untuk seminar enterpreneur.
Saat berbagai pengalaman sebagai pembicara, ia selalu membagi motto hidupnya, yaitu agar mencintai passion.
"Kita harus tahu passion kita apa, hari ini bila saya jadi dokter, saya yakin saya enggak bisa jadi apa-apa, karena passion saya bukan jadi dokter. Kita harus tahu, kita cintanya itu apa, sukanya itu apa. Sukses itu ketika kita tahu, kita cinta apa. Untuk menjadi sukses, temukanlah passion teman-teman," kata Sarah.
Diakui Sarah, bahwa ia memiliki passion bisnis atau jualan, kemungkinan karena mama juga menyukai bisnis dan jualan.
"Waktu saya kecil, Papa saya kerja di bank, mama juga kerja di bank tapi karena mama punya kita, anak-anaknya yang masih kecil, jadinya mama berhenti kerja dan menjadi ibu rumah tangga. Tapi dulu mama suka bisnis, jualan, jeruk pun dijual," ucapnya.