INILAH Senjata TNI yang Diklaim KKB Bom Fosfor, ternyata Granat Asap Buatan Pindad!
Dengan menyebarkan foto dan nama amunisi yang berbeda, menurut Aidi, kelompok separatis tidak bisa membedakan mana granat, petasan, mana bom.
TRIBUN-MEDAN.com - Kodam XVII/Cendrawasih akhirnya menunjukkan kepada media senjata TNI yang dituding Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sebagai bom fosfor saat memburu pelaku pembantaian pekerja Trans Papua di Kabupaten Nduga.
Kapendam XVII/Cenderawasih Kolonel Inf M Aidi didampingi Kepala Perlengkapan, Kolonel CPL Dwi Soemartono, Rabu (26/12/2018) siang menjelaskan, tuduhan bom yang dimaksudkan oleh kelompok separatis adalah amunisi standar.
Aidi menjelaskan, senjata standar khusus berupa granat asap berfungsi sebagai alat isyarat darat atau darat ke udara, penanda zona sasaran atau pendaratan, atau penyembunyi pergerakan tentara.
"Di sini saya klarifikasi bahwa yang mereka bilang bom itu ya ini barangnya, ini namanya granat asap bukan bom," kata Aidi sambil menunjukkan gambar dan artikel yang disebarkan oleh Human Right West Papua soal tudingan penggunaan bom.
Dengan menyebarkan foto dan nama amunisi yang berbeda, menurut Aidi, kelompok separatis tidak bisa membedakan mana granat, petasan, mana bom.
“Kami sangat memaklumi karena mungkin mereka tidak berpendidikan mengenai hal ini," kata Aidi.
Lebih detail terkait amunisi standar itu, Kolonel CPL Dwi Soemartono menjelaskan, yang diklaim sebagai bom fosfor tersebut sebetulnya adalah amunisi berjenis GT-6 AS buatan Pindad.
Dwi mengatakan, granat tangan asap berbahan selongsong alumunium dan tidak mengandung bahan peledak mematikan.
Dikatakannya, fungsinya sendiri hanya untuk tabir dengan isian bioteknik berupa bahan kimia yang bereaksi saat pin atau penggalak dibuka maka pereaksi dengan udara akan mengeluarkan asap.
"Ini otomatis karena sifat kimianya seperti itu, jadi begitu buka langsung bereksi dengan udara dengan durasi nyala 2-5 detik dan lama asap kurang lebih 25 detik," jelas Dwi.
Selanjutnya, amunisi lainnya yang juga merupakan buatan Amerika, amunisi tersebut biasanya juga digunakan Satgas Pamtas saat Rik Siap Ops.
Amunisi ini digunakan dengan jarak tembak maksimum 400 meter dengan sudut 45 derajat.
"Nah semua ini masuk dalam kategori senjata standar khusus yang digunakan oleh semua pasukan infanteri standar paling rendah, jadi kalau gunakan ini legal karena seluruh dunia gunakan ini," katanya.
TNI bantah ada korban sipil di Nduga
Kodam XVII Cenderawasih mengungkapkan tidak ada masyarakat sipil yang tertembak di Nduga, yang ada melainkan Kelompok Kriminal Bersenjata ( KKB) yang terlibat kontak senjata dengan aparat TNI dan Polri.
Aidi mengungkapkan saat proses evakusi korban PT Istaka Karya dan langkah penegakan hukum di wilayah Kabupaten Nduga, memang terjadi kontak senjata antara aparat dengan anggota KKB.
"Jika ditemukan mayat saat itu bisa saja jenazah tersebut adalah bagian kelompok separatis. Itu terjadi ketika kelompok ini menyerang anggota kita yang melakukan upaya evakuasi dan penegakan hukum terhadap perbuatan kelompok kriminal separatis bersenjata,” kata Aidi.
Dia menjelaskan, anggota KKB bisa "bersembunyi" dengan baik sebagai masyarakat sipil, PNS, ataupun anggota DPRD hingga pemerhati HAM.
Hal itu menurutnya, membuat aparat kesulitan mendeteksi mereka jika sudah membaur dengan masyarakat sipil.
“Apalagi sekitar 70 persen warga masyarakat di Kabupaten Nduga tidak memiliki data kependudukan, baik KTP maupun identitas lainnya,” tukasnya.
Akibat susahnya mengenali mereka, kata Kapendam M Aidi, kalau ada yang menjadi korban, pihak TNI maupun Polri tidak bisa mengindentifikasi apakah yang bersangkutan murni masyarakat sipil ataupun bukan.
Pada kesempatan yang sama Kapendam M Aidi menyatakan sejauh ini TNI ataupun Polri tidak pernah melakukan penyerangan lebih dulu.
Sebaliknya, pasukan tim gabungan mendapat serangan baik saat di Pos maupun saat evakuasi para korban.
“Jikapun ada serangan maka tentu akan ada perlawanan, hingga terjadi kontak tembak. Nah kalau saat kontak tembak ada yang jatuh, bisa disimpulkan itu bagian yang terlibat dari kontak tembak ini,” katanya.
Kapendam mengingatkan kembali bahwa ada juga anggota TNI gugur, luka-luka,termasuk aparat Brimob saat kontak tembak di Mbua dari jam 05.00 pagi sampai pukul 21.00 malam.
“TNI dan Polri tidak teriak-teriak dikasihani sebab itu risiko prajurit,” kata Kapendam.
Aktivitas warga berjalan normal
Terkait aktivitas masyarakat di Mbua saat ini, Kapendam mengaku sudah berjalan normal. Pada 24 Desember lalu, lanjut Kapendam, TNI-Polri merayakan Natal bersama masyarakat di Mbua.
“Artinya kehadiran TNI Polri disana bukan menghalangi orang ibadah tapi justru ikut membantu," katanya.
Sementara di Yigi sebagain besar masyarakat masih mengungsi ke Mbua dan ke hutan, itupun hanya sebagian, lantaran masyrakat masih mendengar adanya bunyi tembakan dari hutan ke kampung terutama malam hari.
Meski demikian, TNI-Polri yang ada di Yigi memberi himbauan dan pemahaman kepada masyarakat, bahwasanya kehadiran TNI-Polri di sana bukan untuk mengganggu masyarakat, tapi mencari pelaku pembantaian.
“Kehadiran aparat di sana murni untuk kepentingan masyarakat, yakni menjaga mereka untuk tak mendapat teror atau intimidasi dari kelompok ini,” pungkasnya.
Sebelumnya media Australia menyebut bahwa TNI telah menggunakan senajata kimia guna menyerang KKB.
Hal ini seperti dikutip GridHot.ID dari artikel terbitan The Saturday Paper tanggal 22 Desember 2018.
Dimana pakaian korban terlihat robek atau sengaja dipotong seukuran luka.
Tujuh orang disebut telah meninggal akibat serangan tersebut dan ribuan orang lainnya melarikan diri ke perbukitan.
Foto-foto lain yang diterima The Saturday Paper menunjukkan 'bom berujung kuning', yang dikumpulkan oleh penduduk desa.
The Saturday Paper menyebut berdasarkan foto yang mereka terima sejumlah senjata yang digunakan oleh TNI tampak seperti fosfor putih, senyawa kimia yang dilarang di bawah hukum internasional untuk digunakan sebagai senjata perang.
Dari sejumlah foto yang diterima The Saturday Paper, salah satunya disebut menunjukkan seorang pria terbalut perban basah, berupaya untuk meringankan rasa sakitnya akibat terkena senjata yang disebut sebagai fosfor putih.
Foto yang lain disebut menunjukkan seorang wanita di samping makam seseorang yang terbunuh dalam pemboman.
Adapula foto yang disebut menggambarkan beberapa peluru yang tidak meledak dengan hati-hati dikumpulkan oleh penduduk desa.
Sisanya, disebut foto-foto korban meninggal akibat serangan bom yang dilakukan TNI.
Foto-foto itu dikatakan diambil antara tanggal 4 dan 15 Desember 2018.
Tiga orang tewas berasal dari sebuah desa bernama Mbua, di wilayah Nduga.
Nama mereka adalah Mianut Lokbere, Nison Tabuni dan Mendus Tabuni.
Empat orang lainnya terbunuh di sebuah desa bernama Yigili.
"Itu terjadi pada 15 Desember 2018," kata seorang pria Mbua kepada The Saturday Paper.
“Pukul 11.25 waktu setempat. Mereka mati karena tentara Indonesia membom mereka dari helikopter," ujar sumber tersebut seperti dikutip.
Sumber mengatakan setidaknya empat desa telah diserang, dari udara, dari artileri dan dari pasukan darat.

Tentara Indonesia telah menutup daerah itu/John Roy Purba/ Istimewa.
The Saturday Paper menyebut TNI melakukan serangan udara usai insiden pembantaian pekerja Trans Papua.
Selain dugaan penyebaran fosfor putih, The Saturday Paper juga menyebut TNI menjatuhkan berbagai bahan peledak dan sejumlah pecahan peluru berkekuatan tinggi hingga menyelimuti desa-desa.
Dalam sebuah pernyataan, Departemen Luar Negeri Australia disebut mengakui kekerasan yang terjadi di wilayah Nduga.
"Pemerintah Australia sadar akan terus melaporkan kekerasan di Nduga, Papua, termasuk laporan yang tidak diverifikasi tentang dugaan penggunaan 'proyektil fosfor'," kata seorang juru bicara seperti dikutip.
“Pemerintah mengutuk semua kekerasan di Papua, yang mempengaruhi warga sipil dan pihak berwenang. Kami akan terus memantau situasi, termasuk melalui misi diplomatik kami di Indonesia,” ujar juru bicara tersebut.

Anggota TNI yang diterjunkan ke Papua/Kompas TV
Fosfor putih adalah bahan yang terbuat dari alotrop yang umum dari unsur kimia fosfor yang digunakan dalam asap, iluminasi pelacak, dan amunisi.
Sementara itu, dalam wawancara tahun 2005 dengan Radiotelevisione Italiana, Peter Kaiser, juru bicara Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (sebuah organisasi yang mengawasi CWC dan melaporkan langsung ke Majelis Umum PBB), mempertanyakan apakah senjata yang mengandung fosfor putih harus jatuh di bawah ketentuan konvensi.
Saat itu Peter menyebut bahwa Fosfor Putih tidak dilarang oleh CWC jika digunakan dalam konteks aplikasi militer yang tidak memerlukan atau tidak berniat untuk menggunakan sifat beracun fosfor putih.
Fosfor putih biasanya digunakan untuk menghasilkan asap, untuk gerakan kamuflase.
Jika itu adalah tujuan penggunaan fosfor putih, maka itu dianggap berdasarkan penggunaan yang sah menurut konvensi.
Jika di sisi lain sifat racun fosfor putih secara khusus dimaksudkan untuk digunakan sebagai senjata, yang tentu saja dilarang, karena cara konvensi terstruktur atau diterapkan, bahan kimia apa pun yang digunakan terhadap manusia atau hewan yang menyebabkan bahaya atau kematian melalui sifat racun dari bahan kimia tersebut dianggap sebagai senjata kimia. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kodam: Tak Ada Bom Digunakan di Nduga, yang Ada Granat Asap"
Penulis : Kontributor Jayapura, John Roy Purba