Penambang Semakin Sulit Dapatkan Bijih Emas di Sungai Batal Natal: Sehari Paling Banyak Rp 100 Ribu
N merupakan satu di antara ratusan warga Mandailing Natal yang melakoni pekerjaan sebagai penambang emas di Sungai Batang Natal, Mandailing Natal.
Penulis: Tulus IT |
Laporan Wartawan Tribun Medan / Nanda F. Batubara
TRIBUN-MEDAN.com, MANDAILING NATAL -Hari mulai sore. Gumpalan awan hitam serta rintik hujan juga kian deras. Sudah waktunya bagi N (nama sengaja tidak dituliskan) untuk mengakhiri kerja.
Setelah hampir seharian penuh berada di air, N akhirnya mematikan mesin dompeng yang mengambang di permukaan sungai.
N merupakan satu di antara ratusan warga Mandailing Natal yang melakoni pekerjaan sebagai penambang emas di Sungai Batang Natal, Mandailing Natal.
Hari itu, Sabtu (19/1/2019), N sudah bekerja selama sekitar enam jam. Ia memburu bijih-bijih emas murni di sungai tersebut sejak pukul 10.00 WIB. Lalu warga Simpang Gambir, Kecamatan Lingga Bayu, Mandailing Natal, Sumut ini berhenti pada pukul 16.00 WIB.
Keberuntungan pun berpihak kepada N. Meski jumlahnya terbilang tak seberapa bila dibanding yang ia peroleh dulu, namun hasil kerja pada hari itu setidaknya sudah cukup untuk membeli keperluan esok hari.
"Ini sudah termasuk sedikit. Kalau dulu ada yang dapat sebesar batu ini," ujar N sembari menunjukkan bongkahan batu kerikil sungai sebesar kelereng.
Kisah Pemburu Liar Bijih Emas di Sungai Batang Natal, Bisa Peroleh Emas Sebesar Kelereng
Tambang Emas Ilegal di Sungai Batang Natal Terus Berlanjut, Bupati Madina Minta Disetop
Dulang Emas Pertambangan Ilegal Sungai Batang Natal, Warga Tak Hiraukan Lingkungan
Pada hari itu, N sedang bekerja sendiri. Selain menyelam berkali-kali ke dasar sungai untuk menyedot material yang diperkirakan mengandung unsur emas menggunakan mesin dompeng, N juga 'mangalimbang' sendiri.
Setelah dirasa cukup, N mulai berhenti menyelam. Kemudian, ia mengais material pasir serta kerikil kecil yang telah tersaring. Material-material itu ditampung N pada ember besar berwarna hitam, kemudian ia letakkan pada alat berbentuk piringan yang terbuat dari kayu. Mereka biasa menyebutnya 'dulang'. Dengan menggunakan alat itulah proses pemisahan antara bijih emas dengan material-material lain dilakukan.
VIDEO: TNI Gabungan Bersenjata Gagalkan Penyeludupan Mobil Mewah dari Singapura di Batam Centre
Peringati Ulang Tahun ke 70, Garuda Indonesia Beri Diskon Harga Tiket hingga 70 Persen
Proses tersebut mereka sebut 'mangalimbang'. Caranya terlihat seperti memisahkan beras dari kotoran dengan menggunakan tampah. Proses itu biasa dilakukan langsung di sungai. Sebab, selain 'diayak', pemisahan biji emas menggunakan dulang juga membutuhkan elemen air.
N mengungkapkan, penghasilannya dari menambang emas kini sudah cenderung menurun. Menurutnya, emas di Sungai Batang Natal terus berkurang.
Ahok Bebas 24 Januari, Apakah Pendukungnya Akan Golput?
Roni Fatahillah dan Antoni Nugroho Hengkang dari PSMS, Pilih Berlabuh ke Kalteng Putera
"Kalau sekarang paling sehari itu dapat Rp 80 ribu, kadang Rp 100 ribu setelah seharian 'mandompeng'. Bahkan kadang sehari itu tidak dapat apa-apa sama sekali. Sekarang (emas) sudah sedikit," kata N.
N mengatakan, emas hasil dulangannya biasa dijual ke seorang pengepul atau tauke. Pada saat ini, untuk satu gram emas biasa dihargai Rp 505 ribu hingga Rp 508 ribu. Namun, sebagian penambang juga biasa menjual emas yang mereka dapat langsung ke toko-toko di kota tanpa melalui pengepul.
Pemko Medan Akan Salurkan Bantuan Pangan Non Tunai
Wali Kota Medan Lepas Arakan Kereta Kencana Rayakan Thaipusam
"Di sini banyak yang menampung. Nanti mereka yang menjual ke toko di kota. Kadang mereka ke Panyabungan. Tapi biasanya lebih banyak yang menjual ke daerah Padangsidimpuan," katanya.
Warga Simpang Gambir lainnya, K Nasution, menceritakan pengalaman ketika sempat ikut menjadi penambang emas di Sungai Batang Natal. Saat ini, ia tidak melakoni pekerjaan itu lagi.
Menurut Nasution, penambangan emas di Sungai Batang Natal sudah ada sejak dulu. Namun, puncaknya terjadi sekitar dua atau tiga tahun lalu.
"Saya cuma dua kali ikut menambang. Tapi saat itu memang lagi banyak-banyaknya. Sehari kadang kami bergaji Rp 1 juta sampai Rp 2 juta. Bayangkan saja sehari bisa dapat puluhan gram emas," katanya.
Nasution menambahkan, mendulang emas di Sungai Batang Natal seperti 'mencari suatu yang tidak terlihat'. Artinya, faktor keberuntungan sangat berpengaruh.
"Ada enak dan ada tidak enaknya. Namanya juga mencari yang tidak tampak. Kadang dapat banyak, kadang tidak dapat. Ada yang tambangnya besar, dapat cuma sedikit. Ada yang cuma pakai dompeng kecil, dapatnya banyak," katanya.
Tak jauh dari Simpang Gambir, tepatnya di Desa Rantobi, Kecamatan Batang Natal, terlihat aktivitas penambangan emas yang jauh lebih besar. Titik penambangan emas di lokasi ini disebut-sebut sedang naik daun. Sebab, beberapa waktu terakhir para penambang di sini memeroleh hasil yang memuaskan.
Sama seperti N, para penambang di sini juga mendulang emas di aliran Sungai Batang Natal. Bedanya, di sini ada puluhan orang. Sedangkan N hanya melakukannya sendiri. Jumlah mesin dompeng di lokasi tersebut pun lebih banyak. Terlihat ada empat unit. Selain lelaki dewasa, juga terlihat remaja dan seorang perempuan. Aktivitas pertambangan di lokasi ini terlihat menyebabkan lubang-lubang di pantai sungai.
Seorang pedagang warung asongan di sekitar lokasi mengatakan, dulunya tambang-tambang itu merupakan lokasi Galian C. Namun karena terdapat ketidaksepakatan, warga demo dan melarang aktivitas itu dilanjutkan. Setelah heboh soal emas, lokasi Galian C itu akhirnya dimanfaatkan warga setempat menjadi tambang emas.
"Dulu itu Galian C. Tapi karena taukenya tidak menepati janji memberi lima persen untuk masjid, warga demo," ujar lelaki paruh baya ini mengunakan bahasa Suku Mandailing.
Warga tersebut kemudian mengatakan bahwa penambangan emas di lokasi itu dilakukan oleh warga setempat. Untuk satu lobang, terdapat 10 hingga 15 orang.
Mereka menggunakan sistem bagi hasil. Para penambang biasanya memeroleh 70 persen, sedangkan pemilik mesin dompeng 30 persen. Namun, ia tidak menyebut pemilik mesin yang ia maksud. Termasuk indikasinya adanya oknum seperti pengusaha luar daerah yang memodali mereka.
"Tergantung hasilnya berapa. Kalau hasilnya (emas) banyak, ya dapat mereka besar," katanya.
Kemasyhuran Mandailing sebagai surga emas tidak dapat dipungkiri. Bahkan, kesohoran daerah tersebut diduga sudah menyebar sejak zaman Kerajaan Majapahit berkuasa di Nusantara.
Hal ini terindikasi dari peninggalan candi di Simangambat, Mandailing Natal. Konon, Gajah Mada sangat berambisi untuk mendatangi daerah ini. Lebih dari itu, Mandailing bahkan tertulis dalam naskah kuno Jawa Tahun 1364, Negarakertagama. Pada naskah tersebut, Mandailing ditulis dengan ejaan Mandahiling.
"Sejarah penambangan emas kuno di Mandailing belum diteliti. Tapi kompleks percandian yang ada di kawasan itu berdiri karena bagian dari dan indikasi untuk mendapatkan emas," kata sejarawan sekaligus Ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-Ilmu Sosial UNIMED Prof Ichwan Azhari.
Aktivitas penambangan emas di Sungai Batang Natal tidak hanya terdapat di dua titik lokasi. Amatan Tribun Medan, terdapat puluhan titik tambang emas mulai dari Kecamatan Batang Natal hingga Lingga Bayu. Kategorinya pun bervariasi. Ada yang dikerjakan puluhan orang, ada yang hanya melakukannya sendirian.
Aktivitas ini dapat dilihat dengan mudah bagi pengendara yang melintas jalur Panyabungan-Natal, Mandailing Natal. Sebab, aliran sungai itu berada tepat di samping badan jalan.
Meski dilakukan secara terang-terangan, penambangan emas di sepanjang sungai ini tergolong liar atau ilegal. Namun bukan berarti pemerintah daerah dan aparat setempat hanya diam. Sejak beberapa tahun lalu, aparat dan pihak Pemkab Mandailing Natal sudah beberapa kali mendatangi lokasi tambang. Tapi hal itu tidak pernah berhasil membuat para penambang berhenti.
Sebab, terdapat beberapa alasan tertentu yang melandasi warga. Umumnya soal faktor ekonomi serta berbagai alasan lainnya. Lebih dari itu, penambangan emas di sungai tersebut sudah ada sejak lama. Namun, puncak antusias warga menambang muncul sejak empat-lima tahun terakhir.
"Dari pada orang asing yang datang menambang di sini, kan bagusan warga. Karena ini dari dulu sudah ada. Pernah juga waktu Gubernur Sumut datang kemari waktu banjir bandang. Dia juga minta penambang berhenti. Kemudian warga balik bertanya, kalau mereka berhenti nanti mau makan pakai apa? Kerja apa?" tutur warga Simpang Gambir, F Lubis.
Bupati Mandailing Natal Dahlan Hasan Nasution mengatakan, dirinya sudah berulang kali meminta warga menghentikan aktivitas pertambangan di Sungai Batang Natal. Namun, upaya itu tidak berhasil, setidaknya hingga saat ini.
"Statusnya liar tanpa izin. Saya minta agar ditutup dan dihentikan karena jelas merusak alam. Sudah sering saya minta dihentikan," kata Dahlan melalui aplikasi WhatsApp, Selasa (14/1/2019).
Keteguhan masyarakat untuk tetap mencari penghasilan dengan cara menambang emas di Sungai Batang Natal membuat Dahlan cukup repot. Bahkan, kata Dahlan, tidak ada solusi untuk membuat masyarakat berhenti. Saking kesalnya, Dahlan bahkan menyebut yang ada hanya 'solsoli'.
"Kendala ya seperti kita lihat, menambang jalan terus. Solusi tidak ada, yang ada 'solsoli'. Penyesalan dan trauma, nanti semua akan jadi penyesalan bagi kita semua," kata Dahlan.
Menurut Dahlan, tambang-tambang itu murni dilakukan oleh kelompok masyarakat setempat. Dahlan enggan mencurigai adanya oknum yang berada di balik masyarakat sehingga penambangan tersebut terus berlangsung.
"Pemiliknya masyarakat setempat," kata Dahlan.
"Kebetulan saya bukan orang yang suka curiga atau suuzon, dan nyata-nyata itu masyarakat," sambungnya.
Tak jauh berbeda dengan Dahlan, Kapolres Mandailing Natal AKBP Irsan Sinuhaji juga mengisyaratkan tidak dapat berbuat banyak. Ia lebih mengedepankan metode pendekatan secara persuasif.
5 Fakta Erick Thohir, Sepak Terjang Pengusaha Sukses Diminta Pimpin PSSI Gantikan Edy Rahmayadi
Abu Bakar Baasyir setelah Batal Bebas: Mau Ditahan Besok, Lusa, sampai Seterusnya, Gak Ada Masalah
Irsan membenarkan bahwa tambang-tambang tersebut berstatus ilegal. Menurutnya, tambang-tambang itu didulang oleh masyarakat setempat. Keberadaannya sudah ada sejak lama. Bahkan jauh hari sebelum dirinya menjabat Kapolres Mandailing Natal.
"Itu ilegal itu, sepertinya masyarakat sekitar. Kalau dilihat dari alatnya itu pakai dompeng," ujar Irsan.
Meski belum berencana melakukan penertiban, Irsan mengaku tetap mengawasi aktivitas itu sembari mengajak masyarakat agar mengingat berbagai macam akibat negatif yang dapat ditimbulkan di kemudian hari.
VIRAL, Buah Naga Segar Dibuangi ke Sungai karena Harga Murah, TONTON VIDEONYA. .
TRIBUNWIKI: 7 Daftar Hotel Murah dan Nyaman di Kota Medan yang Bisa Dijadikan Referensi Menginap
"Sudah lama sekali itu. Sementara asal tidak menggunakan zat mercury, mungkin kita awasi dulu. Masyarakat setempat cari makan, tapi perlahan kita sampaikan untuk tidak merusak alam," ujar Irsan.
Irsan menambahkan, tidak semua penambang emas di sekitar Sungai Batang Natal menggunakan zat mercury.
"Ada yang tidak pakai. Istilah mereka karbon. Itu juga ada diatur kalau tidak salah saya," kata Irsan.
(nan/tribun-medan.com)
