HOT NEWS: Kompol Fahrizal Bebas dari Penjara Usai Divonis Bersalah Tembak Mati Iparnya
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan mengadili Kompol Fahrizal dengan pidana dalam pasal 338 KUHP
Penulis: Alija Magribi |
TRIBUN-MEDAN.com - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan yang diisi Hakim Ketua Deson Togatorop dan Hakim Anggota Richard Silalahi dan Ali Tarigan mengadili mantan Wakapolres Lombok tengah dengan pidana dalam pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Namun, majelis bersepakat memvonis Kompol Fahrizal S.I.K bersalah tanpa pidana penjara.
Hal pertimbangan Majelis Hakim dalam amarnya mengingat keterangan saksi-saksi ahli yang sempat dihadirkan ke PN Medan menyebutkan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tersebut mengalami gangguan jiwa berat.
"Mengadili terdakwa Fahrizal dengan pidana melanggar Pasal 338, namun terdakwa tidak bisa dibebankan hukuman lantaran mengidap gangguan jiwa dan menetapkan Fahrizal untuk dikeluarkan dari tahanan dan dirawat di Rumah Sakit Jiwa," cetus Deson Togatorop membacakan amar putusan.
Sidang yang berlangsung di ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri Medan tersebut Fahrizal tampak tertunduk mengenakan pakaian rapi.
Putusan ini sama dengan tuntutan yang diajukan oleh JPU Randi Tambunan. Bahkan dalam pembelaannya, kuasa hukum terdakwa juga menyatakan sikap serupa.

Putusan tanpa pidana penjara didasari oleh JPU maupun Hakim mengacu pada Pasal 44 KUHP yang membebaskan seorang terdakwa dari hukuman karena mengalami gangguan jiwa.
Sementara saat dipapapah menuju mobil Fortuner yang akan mengangkutnya ke Rumah Tahanan Polda, Fahrizal enggan berkata apapun kepada wartawan yang mendekatinya.
Bahkan Fahrizal mempercepat langkahnya.
Adapun istri Fahrizal yang turut hadir di persidangan juga ikut tak berkata apapun.
Bahkan sang istri merengut usai ditanya wartawan menanggapi putusan hakim terhadap suaminya.
"Aku masih punya anak-anak, tolonglah jangan," ujarnya berlalu berlindung dibalik penasihat hukum suaminya Julisman SH.
Sementara Julisman SH yang menyempatkan waktunya melayani wawancara wartawan mengatakan akan segera berkoordinasi dengan kejaksaan untuk mengeksekusi Fahrizal ke Rumah Sakit Jiwa.
"Jadi kami apresiasi putusan majelis hakim. Menurut kami majelis hakim mempertimbangkan fakta-fakta persidangan. Karena dari awal, klien kami ini memang mengalami gangguan jiwa termasuk saat dia melakukan penembakan itu,"sebut Julisman kuasa hukum terdakwa usai persidangan.
"Eksekusinya segera ya. Apalagi Pengadilan memutus Fahrizal harus ke rumah sakit jiwa, makanya harus kita jalankan. Nantinya saat diobservasi dokter yang punya kuasa untuk memutuskan," ujar Julisman.
Seperti diketahui, Kompol Fahrizal menembak mati adik iparnya Jumingan, di rumah orangtuanya di Jalan Tirtosari Gang Keluarga, Kelurahan Bantan, Kecamatan Medan Tembung, Sumut, Rabu 4 April 2018 sekira pukul 19.30 wib malam.
Tersangka meletuskan senjata sebanyak enam kali hingga korban tewas bersimbah darah. Jasad Jumingan kemudian dibawa ke RS Bhayangkara Medan untuk otopsi.
Kemudian Fahrizal menyerahkan diri ke Polda Sumut.
Fahrizal sempat menduduki sejumlah posisi strategis di jajaran Polda Sumut, seperti Kasat Reskrim Polres Labuhan Batu, Kasat Reskrim Polresta Medan, kemudian menjadi Wakasat Reskrim Polrestabes Medan, sebelum akhirnya menempuh pendidikan Sespim.
Bisa Sembuh Makan Obat
Pada sidang lanjutan sebelumnya dugaan pembunuhan yang dilakukan Kompol Fahrizal kepada adik iparnya bernama Jumingan pada April 2018 lalu kembali digelar di Pengadilan Negeri Medan. Senin (12/11/2018).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Randy Tambunan menghadirkan dua saksi ahli psikiater dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Dokter Muhammad Ildrem Jalan Tali Air No.21, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan.
Dua saksi tersebut adalah dr Riki Wijaya Tarigan dan dr Paskahwani.
Usai disumpah, kedua dokter tersebut membenarkan bahwa Kompol Fahrizal tengah mengidap gangguan jiwa berat setelah diobservasi selama 14 hari di rumah sakit jiwa tersebut.
"Jadi Beliau ini dibawa ke RS Juli 2018. Awal-awal dia datang mengamuk. Kemudian dia ini merasa lebih senang di Rumah Sakit Jiwa ketimbang jadi tahanan Polda," ucap dr Paskahwani kepada Majelis Hakim yang dipimpin Deson Togatorop di ruang Cakra 7 Pengadilan Negeri Medan.
Kedua saksi ahli yang dihadirkan ke persidangan tersebut memberikan keterangan mengatakan penyakit Kompol Fahrizal sewaktu-waktu bisa kambuh kembali.

"Kalau ditanya bisa sembuh atau tidak. Seperti yang saya bilang tadi pak, kalau dia bisa jaga makan obat, keluarga terus menjaga pikirannya mungkin bisa stabil kembali. Memang gejala-gejalanya tidak bisa dilihat pak," ucap dr Riki Wijaya.
Lebih lanjut, Dokter Riki menjelaskan, di bidang medis, penyakit yang menimpa Kompol Fahrizal disebutkan karena ada ketidakstabilan neurotransmiter di dalam otaknya.
Neurotransmiter dijelaskan Riki sebagai proses kimia di dalam otak.
"Penyebabnya biasa masalah pikiran. Seperti kehilangan orang yang dikasihi, rumah tangga, masalah pekerjaan, pindah rumah, jumpa orang baru pun bisa. Rata-rata penyakit yang dialami seperti Kompol Fahrizal bisa tidak tampak, tapi kapanpun bisa kambuh," ungkap dr Riki kembali.
Sementara itu, dr Paskawani mengungkapkan pertama kali Kompol Fahrizal dibawa observasi ke rumah sakit jiwa sangat parah.
Menyambung keterangannya dr Paskawani menyebut pada waktu itu Kompol Fahrizal sempat membuang kopi.
"Dia meminta saya membuang kopi tersebut karena banyak ulatnya," ucap wanita tersebut.
Usai mendengarkan keterangan kedua saksi ahli, Majelis Hakim menutup persidangan dan melanjutkannya pekan depan.
Sebelum peristiwa penembakan terjadi, Fahrizal menjabat Wakapolres Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.
Lulusan Akpol berusia 41 tahun ini sempat menduduki sejumlah posisi penting di jajaran Polda Sumut, seperti Kasat Reskrim Polres Labuhan Batu, Kasat Reskrim Polresta Medan, kemudian menjadi Wakasat Reskrim Polrestabes Medan, sebelum akhirnya menempuh pendidikan Sespim.
(cr15/tribun-medan.com)