Kecelakaan Ethiopian Airlines dan Lion Air Sama, Pilot Lebih Sulit Menangani Boeing 737 MAX
Indonesia dan setidaknya 40 negara lainnya, termasuk Amerika Serikat, di mana Boeing diproduksi, kini telah melarang penerbangan Boeing 737 MAX.
Perubahan-perubahan ini mengubah aerodinamika pesawat. Dan pada gilirannya bisa menyebabkan pesawat cenderung "mengangkat hidungnya" ketika berada di udara.
Dalam situasi terburuk, kondisi ini bisa berdampak pada modul kompresor dan membuatnya tidak berfungsi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kecelakaan pesawat.
Masalah teknologi otomatis dan komunikasi?
Untuk mengatasi kemungkinan dampak ini, Boeing lalu menggunakan teknologi khusus yang disebut Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS), yang secara otomatis menurunkan hidung pesawat.
Namun Boeing gagal mengomunikasikan pembaruan software ini secara komprehensif kepada maskapai maupun pilot dan tidak memasukkan materi itu ke dalam program pelatihan regulernya.
Menurut para ahli, kegagalan komunikasi ini bisa menyebabkan kecelakaan, karena software cenderung mengangkat hidung pesawat secara otomatis, ketika pilot dalam situasi tertentu justru sengaja ingin menurunkannya.
Kondisi ini membuat pesawat suatu saat berada dalam formasi "stall", yaitu kehilangan gaya angkat aerodinamik karena "hidung pesawat terangkat terlalu tinggi" sementara kecepatan terlalu rendah (biasanya jika pesawat berada dalam kemiringan lebih dari 15 derajat untuk waktu cukup lama).
Asosiasi pilot di Amerika Serikat sempat mengeritik Boeing karena komunikasi yang tidak memadai.
Memang belum jelas apakah kecelakaan hari Minggu disebabkan oleh masalah teknis yang serupa atau terkait dengan karakteristik Boeing 737 MAX.
Namun politik informasi Boeing bisa berakibat fatal bagi perusahaan maupun bagi nyawa penumpang dan awak pesawat.
Hari Senin (11/3) setelah kecelakaan Ethiopian Airlines Boeing menyatakan akan memperbaiki sesegera mungkin softwarenya untuk model 737 MAX 8 "dalam beberapa bulan ke depan.. untuk membuat pesawat yang sudah aman ini menjadi lebih aman lagi".
Korban WNI
Dalam kecelakaan itu, seorang WNI bernama Harina Hafitz menjadi salah satu korban tewas.
Pada hari Jumat (15/3/2019) waktu setempat, Kedutaan Besar RI Addis Ababa pun telah menerima sampel DNA Harina. Sampel DNA itu kemudian akan disampaikan kepada pihak berwenang setempat.
Duta Besar Indonesia untuk Etiopia Al Busyra Basnur mengatakan, pada Sabtu (16/3/2019), Menteri Transportasi Etiopia Dagmawit Mogess dan Menteri Luar Negeri Etiopia Markos Tekle memberikan sejumlah informasi kepada para Duta Besar tentang perkembangan terakhir dan langkah yang diambil Pemerintah Etiopia terkait kecelakaan pesawat Ethiopian Airlines.
