Harganya Kurang Kompetitif, MRT Dianggap Kurang Menarik Minat Warga untuk Pindah Moda
Meski menjanjikan perjalanan dalam waktu singkat dan bebas macet, namun tarifnya dianggap kurang kompetitif.
Jika dihitung-hitung pengeluaran bensin harian, masih lebih murah ketimbang naik MRT. Alasan lainnya yakni ketersediaan transportasi umum tidak sampai tempat tinggalnya sehingga memilih tetap menggunakan kendaraan pribadi.
MRT memang menawarkan kenyamanan dan kecepatan, yang tentunya berbeda dengan menggunakan kendaraan pribadi. Namun, diperkirakan persentase perpindahan dari angkutan pribadi ke MRT belum signifikan, apalagi rute yang beroperasi masih terbatas.
Melihat analisa tersebut, kata Djoko, maka MRT kurang efektif jika ditujukan untuk mengurangi kemacetan Jakarta. Paling tidak hanya bisa mengurangi kemacetan di jalan-jalan sepanjang lintasan MRT Jakarta.
Jika perpindahan menggunakan kendaraan pribadi ke kendaraan umum tidak kunjung terjadi, maka perlu pembatasan mobilitas kendaraan pribadi sepanjang Bundaran HI hingga Lebak Bulus.
"MRT Jakarta perlu daya tarik. Persiapan integrasi antarmoda, integrasi tarif, dan pembatasan kendaraan pribadi harus dilakukan," kata Djoko.
Pembatasan kendaraan pribadi dapat berupa electronic road pricing (ERP), kebijakan ganjil genap, tarif parkir mahal, dan lahan parkir yang terbatas. Hal itu menjadi tantangan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengupayakan pemakaian transportasi umum semakin tinggi.
Masih ada fase kedua dan fase berikutnya dalam pembangunan MRT hingga ke rute lainnya di Jakarta. Ditambah dengan pembangunan LRT Jabodebek yang nantinya akan teritengrasi moda transportasi lainnya. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)