Bocorkan Cerita Film Avangers, Pria Ini Dihajar Ramai-ramai oleh Pengunjung Bioskop
Saking semangatnya, pria itu dilaporkan meneriakkan isi film Avengers kepada calon penonton yang tengah mengantre tiket.
Menurut penulis psikologi Adoree Durayappah, hal tersebut berhubungan dengan teori pikiran.
"Memiliki teori pikiran berarti kita memiliki kemampuan untuk menghubungkan pikiran, keinginan, motivasi, dan niat orang lain, dan kita menggunakan ini untuk memprediksi dan menjelaskan tindakan dan perilaku orang lain," tulis Durayappah.
"Karena kita memiliki kemampuan untuk mengaitkan niat kepada orang lain dan memahami bagaimana niat itu dapat menyebabkan perilaku, cerita menjadi penting karena memungkinkan kita untuk mengomunikasikan sebab dan akibat hubungan ini," imbuhnya.
Duryappah menilah hal ini penting untuk diingat karena berarti cerita itu baik jika memenuhi fungsinya: menyampaikan informasi secara efektif kepada orang lain.
Hal ini pula yang menjadi sebab mengapa spoiler sebenarnya justru membuat cerita lebih menarik. Apalagi, biasanya, bocoran cerita film lebih mudah dipahami dan diikuti dibanding ketika seseorang harus memahami cerita itu sendiri.
"Jadi, bisa jadi begitu Anda tahu bagaimana spoiler cerita, itu secara kognitif lebih mudah. Dengan kata lain Anda lebih nyaman memproses informasi dan dapat fokus pada pemahaman yang lebih dalam tentang cerita," kata Leavitt, salah satu peneliti yang terlibat dalam studi ini.
Spoiler Sangat Mengerikan
Namun tak semua sependapat dengan hasil temuan di atas. Buktinya, beberapa orang tetap menganggap spoiler adalah sebuah "kejahatan" yang sangat mengerikan.
Hal ini diungkapkan oleh penulis Jennifer Richler dalam artikelnya di The Atlantic 2013 lalu.
Richler melihat beberapa penelitian yang mendukung pendapatnya itu. Salah satunya berasal dari Paul Bloom, profesor psikologi Yale.
Dalam bukunya yang berjudul How Pleasure Works, Bloom menyebut bahwa sesungguhnya kita (manusia) sangat membingungkan. Pasalnya, manusia lebih suka menghabiskan waktu luang dengan menjelajahi dunia fiksi dengan membaca, menonton TV atau film, dan bermain video game dibanding terlibat dalam hiburan di dunia nyata.
Dengan kata lain, manusia punya obsesi besar dengan khayalan. Bloom berpendapat, pada tingkat tertentu, kita akan sulit membedakan fakta dan fiksi.
Misalnya saja ketika melihat kue yang dibentuk seperti tinja dan membuat orang menolak memakannya meskipun tahu bahwa itu hanya kue. Contoh itu menunjukkan bahwa penampilan dan kenyataan menjadi sangat kabur.
Thalia Goldstein, profesor psikologi di Pace University, mengatakan bahwa kekaburan konsep tersebut terjadi pada tingkat neurologis. Saat itu, bagian otak yang sadar memberi tahu kita bahwa sebuah cerita tidak nyata tapi sebagian lagi berpikir sebaliknya.
Inilah mengapa spoiler menjadi sangat mengerikan. Pasalnya, bocoran kisah akan mengingatkan kita bahwa sebuah cerita hanyalah sebuah cerita.