Polri Akui Siapkan Peluru Tajam Saat Aksi 22 Mei oleh Peleton Anti Anarkis, tapi Ada SOP

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Dedi Prasetyo lantas membuat sebuah pengakuan.

CHRISTOFORUS RISTIANTO/KOMPAS.com
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Brigjen (pol) Dedi Prasetyo di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan 

TRIBUN-MEDAN.com - Foto peluru tajam dari mobil Brimob di aksi 22 Mei 2019 viral di media sosial.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Dedi Prasetyo lantas membuat sebuah pengakuan.

Ia mengatakan peluru tersebut memang benar milik pihak kepolisian.

Dedi Prasetyo lantas membeberkan alasan polisi yang menangani massa aksi 22 Mei memiliki peluru tajam.

Hal tersebut disampaikan Dedi Prasetyo saat menjadi narasumber di acara Rosi, Kompas TV, pada Kamis (23/5/2019).

Awalnya pembawa acara tersebut, Rosi meminta klarifikasi kepada Dedi Prasetyo terkait kabar yang tenagh viral di media sosial itu.

"Ada beredar di media sosial, ditemukan ada mobil polisi dan ada peluru tajam di situ, itu betul?" kata Rosi, dikutip dari YouTube Kompas TV, pada Jumat (24/5/2019).

Aparat saat berusaha membubarkan massa di sekitar Bawaslu RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019).
Aparat saat berusaha membubarkan massa di sekitar Bawaslu RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

Dedi Prasetyo mengatakan peluru tajam itu memang ditemukan di mobil Brimob.

Ia menegaskan peluru tersebut akan digunakan oleh satuan militer atau peleton anti anarkis.

"Betul saya sampaikan itu kendaraan Brimob, dan peluru tajam itu digunakan untuk peleton anti anarkis," jelas Dedi Prasetyo.

Dedi Prasetyo mengatakan namun peleton anti anarkis tak langsung menggunakan peluru tajam dalam menangani sebuah massa aksi.

Ia lantas menerangkan tahapan-tahapan penggunaan peluru.

Massa yang bertahan dekat kantor Bawaslu RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019)
Massa yang bertahan dekat kantor Bawaslu RI, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019) (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

"Peleton anti anarkis itu dibekali peluru tajam di dalam, tapi tidak langsung peluru tajam jadi ada peluru hampa, peluru karet, baru peluru tajam," tutur Dedi Prasetyo.

Ia menegaskan penggunaan peluru-peluru tersebut sesuai dengan Standart Operational (SOP).

"SOPnya juga sudah ada," ucap Dedi Prasetyo.

Peluru tajam itu berada di tangan Komandan Kompi (DANKI).

DANKI yang kemudian bertugas membagikan peluru-peluru tajam itu kepada peleton anti anarkis.

"Peluru tajam di DANKI, nanti DANKI akan membagikannya kepada peleton anti anarkis," ucap Dedi Prasetyo.

Dia menjelaskan peleton anti anarkis akan turun apabila kondisi massa aksi sudah melakukan tindakan anarkis yang masif dan membahayakan banyak pihak.

Bendera merah putih yang dibentangkan massa depan kantor Bawaslu RI di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019).
Bendera merah putih yang dibentangkan massa depan kantor Bawaslu RI di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

"Peleton anti anarkis itu turun apabila massa sudah betul-betul melakukan tindakan anarkis secara masif, artinya sudah membahayakan masyarkat, sudah membahayakan aparat, dan sudah melakukan perusakan," ucap Dedi Prasetyo.

Ia lantas menegaskan peluru tajam tersebut belum digunakan oleh Polri yang bertugas sehingga benda tersebut masih berada di dalam mobil.

"Peluru tajam itu tidak digunakan karena masih ada di situ (mobil re)," kata Dedi Prasetyo.

Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal angkat bicara soal peluru tajam yang diduga milik Polri jatuh ke tangan massa 22 Mei dan videonya viral. 

Iqbal menyatakan massa menjarah peluru tajam dari mobil Brimob di sekitaran Slipi saat terjadi kerusuhan.

Hal itu disampaikan Iqbal menanggapi video yang beredar di media sosial terkait keberadaan peluru tajam yang dimiliki polisi saat mengamankan demonstrasi penolakan hasil Pilpres 2019.

"Itu semua dijarah itu oleh perusuh," ujar Iqbal di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (23/5/2019).

Iqbal mengatakan berdasarkan SOP polisi menyediakan peluru tajam yang hanya digunakan oleh tim anti-anarkis Brimob.

Iqbal menegaskan tim tersebut sama sekali belum diturunkan selama polisi mengamankan unjuk rasa yang dimulai pada 21 Mei hingga sekarang.

Ia mengatakan, tim tersebut hanya bisa bergerak atas perintah Kapolri kepada Dankor Brimob, atau perintah Kapolri kepada Kapolda dan Kasat Brimob sesuai perkembangan situasi.

Ia memastikan sejak 21 Mei hingga hari ini belum ada perintah Kapolri untuk menurunkan tim anti-anarkis.

Iqbal mengatakan peluru tajam digunakan hanya bila nyawa personel polisi dan masyarakat sekitar terancam oleh pengunjuk rasa.

Iqbal mengungkapkan, keberadaan peluru tajam yang beredar di media sosial merupakan hasil jarahan massa perusuh di sekitaran Slipi.

Ia mengatakan, sesuai standar operasional prosedur (SOP) peluru tajam hanya disimpan di mobil Komandan Batalyon (Danyon) Brimob.

Saat itu Danyon Brimob hendak memberi pengarahan kepada anggotanya di Slipi.

Namun ternyata mobil tersebut dijarah dan semua barang termasuk peluru tajam ikut dijarah.

"Danyon itu dia akan mengarah kepada tim anti-anarkis.

Tetapi dia melihat situasi di Slipi, yang harus terpanggil melakukan briefing kepada personelnya, tapi massa menyerang, dan itu (peluru) semua dijarah itu oleh perusuh," lanjut dia.

1 Korban Tewas Akibat Peluru Tajam

Polri menuturkan bahwa satu dari korban Aksi 22 Mei yang meninggal dunia teridentifikasi diduga terkena peluru tajam.

"Satu di antaranya teridentifikasi terkena peluru tajam," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (23/5/2019).

Namun, hingga saat ini, proses autopsi masih dilakukan tim Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri untuk mengetahui penyebab kematian korban lainnya.

Dedi menuturkan, sebagian jenazah berada di Rumah Sakit Bhayangkara milik Polri dan di rumah sakit lainnya.

"Saat ini Pusdokkes masih semaksimal mungkin melakukan autopsi untuk mengetahui penyebab kematian dari para korban tersebut," ungkapnya.

Di sisi lain, ia mengatakan, aparat kepolisian masih mendalami asal dari peluru tersebut.

Apalagi, polisi sebelumnya telah mengamankan tiga senjata api yang disita setelah menangkap enam orang.

Hasil penyelidikan, senjata api itu akan digunakan dalam aksi unjuk rasa 22 Mei.

"Tentunya masih didalami lagi beberapa senjata-senjata apakah masih ada di luar atau tiga itu yang berhasil diamankan," ujar Dedi.

Selain itu, Kapolri dan Panglima TNI melarang personel pengamanan demonstrasi hasil rekapitulasi suara Pemilu 2019 menggunakan peluru tajam.

Polisi, kata Dedi, juga telah mengantongi identitas dari keenam korban tersebut. Namun, informasi itu baru akan diungkap bersamaan dengan hasil autopsi.

"Kita tunggu dari tim yang nanti akan menyampaikan secaea ilmiah apa penyebab kematian dari Pusdokkes," katanya. (Devina Halim)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Pasca Kerusuhan, Polri Akui Ada Satu Korban Tewas akibat Peluru Tajam

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved