IPW Ungkap Inisial HM Penyandang Dana Aksi Kerusuhan 22 Mei dan Minta Titiek Soeharto Diperiksa
TERUNGKAP Donatur Rusuh 22 Mei, Muncul Nama Brigjen K, IPW Minta Titiek Soeharto Diperiksa
Ketua Dewan Pertimbangan Partai Berkarya Titiek Soeharto disoraki 'Ibu Presiden' oleh peserta doa bersama, ketika maju ke depan panggung di pelataran Masjid Agung At-Tin, Jakarta Timur, Kamis (30/5/2019) petang.
"Ibu presiden, ibu presiden, ibu presiden!" seru peserta di lokasi.
Seketika itu juga, Titiek Soeharto langsung membalas seruan tersebut, dengan berujar presiden yang saat ini tengah dibela, harus berjuang terlebih dahulu, sehingga bisa ditetapkan sebagai presiden terpilih.
"Presidennya jadi dulu, harus berjuang," jawab Titiek Soeharto.
Melanjutkan sambutan yang sempat terpotong, Titiek Soeharto menjelaskan maksud digelarnya kegiatan hari ini, tidak terlepas dari peristiwa tragis tanggal 21-22 Mei lalu, yang menewaskan pemuda-pemuda secara mengenaskan akibat bentrok dengan polisi.
Apalagi, masih ada puluhan di antaranya hingga kini masih dinyatakan hilang.
"Kita semua merasa berduka atas peristiwa tragis yang terjadi. Anak-anak dan pemuda gugur secara mengenaskan, teraniaya," tuturnya.
"Tindakan itu sudah jauh dari kata prikemanusiaan," imbuh Titiek Soeharto.
Peristiwa tersebut ia nilai sebagai bentuk hilangnya penghormatan pada hak hukum warga negara, dan pelecehan hak asasi manusia.
Titiek Soeharto berharap, mereka yang gugur dalam kerusuhan pekan lalu, bisa mendapat kemuliaan dari Tuhan.
Sedangkan mereka yang belum ditemukan atau berada dalam tahanan, bisa segera berkumpul kembali dengan sanak keluarganya.
"Yang belum ditemukan, atau dalam tahanan, segera dapat berkumpul dengan keluarganya," harap Titiek Soeharto.
Sebelumnya, Mien Uno, ibunda calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno, turut hadir dalam acara doa bersama untuk para korban kerusuhan aksi 22 Mei.
Acara tersebut digelar oleh Presidium Emak-emak Republik Indonesia di pelataran Masjid Agung At-Tin, TMII, Jakarta Timur, Kamis (30/5/2019).
Dalam sambutannya, Mien Uno menyinggung tidak adanya nilai-nilai kemanusiaan yang ditunjukkan dalam mengamankan aksi 22 Mei lalu.
"Saya berbicara sesuai dengan apa yang saya rasakan. Saya sangat berduka dengan nilai kemanusiaan yang diabaikan. Ada korban oleh peluru tajam jatuh pada aksi lalu," ujarnya di lokasi.
Menurutnya, aksi yang terjadi di depan Gedung Bawaslu itu merupakan aksi damai menuntut keadilan.
Namun, kata Mien Uno, aparat penegak hukum mempertontonkan tindakan brutal menghadapi massa aksi 22 Mei.
"Di manakah nilai-nilai kemanusiaan itu yang dipertontonkan tindakan brutal oleh para penegak hukum? Ini bukan perang, ini aksi damai," tegasnya.
Dalam acara tersebut, turut hadir keluarga korban aksi 22 Mei, yakni keluarga korban Farhan Syafero, M Reyhan Fajri, dan Harun Al Rasyid.
Sementara, bendera kuning berkibar memenuhi pelataran Masjid Agung At-Tin, ketika Presidium Emak-emak Republik Indonesia menggelar doa bersama untuk korban kerusuhan aksi 22 Mei.
Ratusan peserta acara tersebut masing-masing memegang satu buah bendera kuning di tangan kanannya.
Neno Warisman yang membuka acara, menjelaskan bahwa kegiatan ini adalah bentuk meringankan hati keluarga yang tertimpa musibah supaya tak lagi bersedih.
"Kita ingin besarkan hati keluarga. Kita semua berduka cita atas kehilangan keluarga, anak-anak, bahkan ada yang sampai sekarang belum ketemu," kata Neno Warisman.
Menurutnya, apa yang mereka lakukan hari ini adalah kegiatan kemanusiaan. Mengharap peristiwa sepekan silam tidak lagi terjadi.
"Kita ingin peristiwa itu tidak terjadi lagi," ucapnya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengaku telah mengantongi bukti berupa foto peluru tajam yang diduga digunakan aparat kepolisian, ketika bentrok antara pengunjuk rasa dan aparat kepolisian, pada aksi 21-22 Mei lalu.
"Kita menemukan ada peluru tajam. Terus kita foto sebagai bukti," ujar Fadli Zon di atas panggung acara doa bersama tragedi 21-22 Mei, di pelataran Masjid Agung At-Tin, Jakarta Timur, Kamis (30/5/2019).
Menkopolhukam Wiranto sebelumnya berkata aparat hanya dilengkapi tameng dan pentungan, sebagai perlengkapan menjaga ketertiban saat aksi unjuk rasa kemarin.
Ia kemudian menyandingkan pernyataan Wiranto tersebut, dengan temuan dirinya di lapangan.
"Seperti yang dikatakan Menkopolhukam, bilang aparat hanya dilengkapi dengan tameng dan pentungan. Malah ada senjata. Bahkan ada peluru tajam," ungkapnya.
Politikus Partai Gerindra ini sangat menyayangkan aparat kepolisian bersikap demikian. Alih-alih menangani secara persuasif, malah sifat represif yang dipilih.
Ditambah, tewasnya delapan orang dalam bentrokan kemarin, sama sekali tidak menjadi perhatian penting pemerintahan saat ini.
Pemerintah disebut sama sekali tidak berdukacita atas itu.
Padahal, kata dia, bila sebuah negara yang menganut sistem demokrasi, tewasnya delapan orang dalam unjuk rasa seharusnya jadi peristiwa besar yang patut diperhatikan.
"Sayang sekali, meninggalnya delapan orang di negara demokrasi adalah peristiwa besar. Tapi pemerintah tidak berbelasungkawa," kritiknya.
Fadli Zon juga mendorong pembentukan tim investigasi alias tim pencari fakta (TPF), untuk mengusut tuntas kasus tewasnya delapan orang saat bentrok dengan aparat kepolisian pada aksi 21-22 Mei lalu.
"Saya mendorong ada tim investigasi, tim pencari fakta," kata Fadli Zon.
Menurutnya, peristiwa tragedi berdarah ini memang harus diusut sampai ke akarnya.
Sebab, banyak kejanggalan yang terjadi, mulai dari ketidaksinkronan pernyataan Menkopolhukam Wiranto soal sikap represif polisi, hingga adanya bukti penggunaan peluru tajam.
"Saya yakin kasus ini memang harus diinvestigasi," ujarnya.
Lebih lanjut, bila ada keluarga korban yang mau didampingi untuk mengusut peristiwa ini, Fadli Zon secara sukarela akan membantu mereka lewat tim investigasi yang ditunjuk.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini, sebuah negara yang berlandaskan hukum, tidak boleh memanfaatkan produk tersebut sebagai alat kekuasaan.
Jika pemanfaatan kekuasaan itu benar terjadi, maka negara yang sebelumnya menganut sistem demokrasi, sudah tak lagi pantas menyandang status tersebut.
"Ketika hukum hanya menjadi alat kekuasaan, maka tidak bisa lagi dikatakan kita negara demokrasi," cetus Fadli Zon.
Artikel ini dikompilasi dari Wartakotalive dengan judul IPW Sebut Ada 3 Orang Penyandang Dana Aksi Rusuh 22 Mei, Salah Satunya Tokoh Partai, Fadli Zon Mengaku Temukan Bukti Peluru Tajam Saat Kerusuhan Aksi 21-22 Mei, Dijuluki Ibu Presiden Saat Doa Bersama untuk Korban Aksi 22 Mei, Titiek Soeharto Bilang Begini,
Baca: TERUNGKAP Donatur Rusuh 22 Mei, Muncul Nama Brigjen K, IPW Minta Titiek Soeharto Diperiksa