Lapangan Merdeka akan Menjadi Alun-Alun Kota Medan
Konsep IAI, konsep yang bagus sebenarnya jika masyakarat bisa beraktivitas 24 jam. Seperti halnya dengan Alun-Alun Utara Jogjakarta.
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Penataan Ruang (DPKPPR) Kota Medan, Benny Iskandar mengungkap soal eksistensi Lapangan Merdeka ke depan.
Menurutnya, mereka sudah berdiskusi dengan Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI).
"Di Tata ruang, yang perlu diluruskan, Lapangan Merdeka bukan RTH tetapi Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH). Karena fungsinya sebagai alun-alun. Tidak otomatis seluruhnya hijau karena berupa hamparan," terang Benny.
Katanya, fungsi alun-alun adalah bagaimana masyarakat mau berkumpul selama 24 jam di lokasi itu.
Isu memerdekakan Lapangan Merdeka, menuntut 100 persen nol, atau tidak ada bangunan sama sekali, menurutnya harus jernih.
"Lapangan Merdeka ingin dikembalikan pada tahun berapa?. Kalau tahun 1900-an pendopo tidak ada. Hanya hamparan saja. Di tahun 1980 hingga 1990-an, terdapat tanah kosong dan sudah ada pendopo. Tetapi, hasil penelitian satu anggota IAI, suasana seperti itu hanya hidup ada pagi dan siang hari. Sementara sore dan malam tidak ada orang berkumpul," paparnya.
"Konsep IAI, konsep yang bagus sebenarnya jika masyakarat bisa beraktivitas 24 jam. Seperti halnya dengan Alun-Alun Utara Jogjakarta. Yang salah adalah kehadiran bangunan yang masif menutupi Lapangan Merdeka," kata Benny menambahkan.
Tahun lalu, lanjut Benny, sudah dibuat sayembara desain Lapangan Merdeka beserta dengan pendopo dan sekitarnya. Pihaknya juga tidak bisa memutus kontrak pihak rekanan atau investor di Merdeka Walk. Karena secara pengadilan, niaga harus dihormati.
Yang bisa dilakukan adalah mengembalikan tipikal awal bangunannya. Yaitu bangunan harus transparan sampai ke belakang.
"Dulu hanya tiang dan payung, dan tidak ada pagar, jadinya menyatu. Sekarang dapurnya menutupi Lapangan Merdeka. Nah, bagaimana memasaknya, idenya IAI adalah seperti restoran Jepang, memasaknya di tengah. Jadi ada atraksi memasak, bangunan yang menutupi harus dibuka, minimal dengan kaca," katanya.
Begitu juga dengan pagar yang mengitari. Jadi, orang duduk tidak menghadap ke jalan tetapi ke Lapangan Merdeka. Termasuk pedagang buku juga. Dalam sayembara, dibuat desain kamuflase agar terlihat hijau. Kantor polisi juga disatukan.
"Kita sudah melakukan itu. Desainnya juga sudah ada. Pendopo sedang diperbaiki. Akan ada hall, konfrensi press, galeri seni. Harusnya tahun ini. Namun, ada kendala teknis dan waktu maka dialihkan tahun 2020," katanya.
Tahap kedua setelah pembangunan kembali pendopo, di sana juga akan dibuat meterial karet seperti di Istora Senayan agar saat belari terutama anak-anak, ketika jatuh tidak membahayakan dan nyaman berolahraga.
Inilah upaya-upaya dalam menghidupkan Lapangan Merdeka menjadi alun-alun karena Medan tidak memilikinya.
DPKPPR berkerja sama dengan akademisi, IAI dan Dinas Pertamanan, bekerja bersama dan memikirkan membuat kawasan yang hidup 24 jam. Tentu belum semuanya terlibat, tambahnya.
"Kita harus bedakan, fungsinya yang mengganggu atau desainnya. Tahun ini juga disayembarakan beberapa taman yang lain seperti redesain Taman Lili Suheri," katanya.
(cr17/tribun-medan.com)