Pengalaman Unik Yusril; Urusan Tilang Sampai ke MA, Hakim Sampai Kaget Yusril Ajukan Kasasi
Yusril Ihza Mahendra punya pengalaman unik berurusan dengan aparat penegak hukum gara-gara kasus tindak pidana ringan (tipiring) tilang.
Yusril kemudian mendatangi panitera pengadilan, lalu diberi waktu dua minggu untuk membuat memori kasasi ke Mahkamah Agung.
Yusril menyebut, tindak pidana ringan (tipiring) seperti pelanggaran lalu lintas tidak bisa banding dan hanya bisa lewat kasasi ke Mahkamah Agung.
Yusril pun menyerahkan memori kasasinya seminggu kemudian.
Dia juga meminta surat keterangan pengadilan bahwa SIM-nya sedang dijadikan barang bukti pada kasasi di tingkat Mahkamah Agung.
Lelaki yang pernah beberapa kali menjadi menteri pada zaman Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati, dan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono ini pun menunggu putusan MA.
Bertahun-tahun ia tidak tahu bagaiman cerita hasil putusan terhadap memori kasasi yang ia sampaikan.
Selama itu pula ia tak punya fisik SIM dan hanya memegang surat keterangan pengadilan.
Putusan baru keluar menjelang ia diangkat menjadi Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Putusan MA itu memenangkan Yusril pada kasus pelanggaran lalu lintas tersebut setelah delapan hingga sembilan tahun kemudian.
Baca: NIKAH SEDARAH, Pria Beristri Nikahi Adik Bungsunya yang Hamil 4 Bulan, Istri Sah Melapor ke Polisi
Yusril mengaku, bagi dirinya ini terkait prinsip.
"Tetapi perkara itu selesai, dan ternyata ya, begitu lama, proses hukum itu harus ditempuh. Tetapi bagi saya, prinsip harus dipegang, bahwa hukum tidak bisa dipermainkan.
Dan saya tidak mau kompromi. Kalau saya merasa benar, sampai kiamat pun saya akan bertahan apapun risikonya," tegas Mantan Menteri Sekretaris Negara pada Kabinet Indonesia Bersatu ini.
Ia pun sempat dinilai hanya mencari-cari masalah saja dan buang-buang waktu dan energi hingga kasasi.
"Tetapi saya pikir semua itu memang harus ditempuh supaya hukum itu harus betul-betul kita patuhi, dan kita tidak mau kompromi.
Jangan ada sogok menyogok dalam penegakkan hukum karena itu akan merusak tatanan hukum kita, sekaligus merusak tatanan kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara," tutur dia.