Divonis 7 Tahun Penjara, Bupati Pakpak Bharat Nonaktif Remigo Sebut Banyak yang Mencintainya
Sepanjang persidangan yang berlangsung selama 2 jam 20 menit tersebut, Remigo tampak gelisah dan beberapa kali mengubah tubuhnya.
Penulis: Victory Arrival Hutauruk |
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Mata Bupati Pakpak Bharat Non Aktif Remigo Yolando Berutu berkaca-kaca saat divonis penjara tujuh tahun oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan atas korupsi Rp 1,23 miliar, Kamis (25/7/2019).
Remigo yang biasanya tegar, kali ini tampak lesu mendengarkan vonis yang dibacakan Hakim Ketua Abdul Azis
Sepanjang persidangan yang berlangsung selama 2 jam 20 menit tersebut, Remigo tampak gelisah dan beberapa kali posisi tubuhnya.
Mulai dari melihat ke arah belakang, melihat ke kanan dan ke kiri, menunduk, hingga tangannya terus menempel di kepala. Beberapa kali ia juga menatap tajam ke arah hakim.
"Dengan ini menyatakan terdakwa Remigo Yolando berutu telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama melanggar Pasal 12 huruf a UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dan menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp 650 juta dan apabila tidak dibayar maka dapat diganti dengan Pidana kurungan selama 4 bulan," ungkap Hakim Abdul Azis.
Sontak putusan ini membuat seisi ruangan yang sudah dipenuhi para warga Pakpak Bharat histeris dan penuh dengan raungan tangis para ibu-ibu yang berada di dalam Ruang Sidang Cakra Satu.
Bahkan sang istri yang dikelilingi para ibu-ibu juga tampak tekujur lemas dan ikut menagis di balik selendang yang menutupi wajahnya.
Selain hukuman penjara, Hakim juga menghukum terdakwa membayarkan keseluruhan jumlah korupsi senilai Rp 1.234.567.890.
Bahkan Hakim juga mencabut Hak politik Remigo untuk dipilih selama 4 tahun penjara.
"Memerintah terdakwa tetap berada dalam tahanan dan dibebeankan uang pengganti kepada negara pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat seluruhnya sebesar 1,23 miliar dengan ketentuan jika tidak membayar uang pengganti selama 1 bulan sesudah putusan selama 1 tahun 6 bulan 6. Serta menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun," terang Hakim.
Hal yang memberatkan terdakwa disebutkan Hakim bahwa terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.
"Terdakwa dapat memberikan contoh kepada masyarakat untuk tidak melakukan korupsi, hal yang meringankan terdakwa karena terdakwa adalah tulang punggung keluarga," ungkap hakim.
Seusai putusan, Hakim Abdul Azis menanyakan kepada tanggapan terdakwa atas putusan tersebut.
Langsung saja, Remigo yang mengenakan batik cokelat lengan panjang dan celana bahan hitam tersebut berkonsultasi dengan kuasa hukumnya.
"Akan dibacakan oleh kuasa hukum saya," cetus Remigo.
"Kami memutusakan untuk pikir-pikir, sebelum mengajukan upaya hukum," ungkap salah seorang pengacara.
Langsung saja hal tersebut ditanggapi Jaksa KPK Mohammad Nur dengan pikir-pikir. "Sama kami pikir-pikir," cetusnya.
Usai diputus, Remigo meminta untuk bisa kembali ke rungan melalui para warga yang sudah menunggunya.
Para warga tampak histeris dan menangis dan dari kerumunan tersebut seorang ibu tampak berteriak "Yang kuat bapak, Tuhan memberkati," teriaknya.
Remigo tampak berjalan dan menemui istrinya Made Tirta Kusuma Dewi yang ditutupi wajahnya dengan selendang.
Para warga tampak mendatangi dan memeluk dan mencium pipi Remigo yang tampak terus menahan air matanya.
Saat ditanyai respon terhadap putusan tersebut, Remigo hanya diam seribu bahasa dan terus berjalan melewati para awak media menuju Rutan PN Medan.
Puluhan warga yang tak ingin meningalkan sang Bupati tampak mengikuti hingga menuju Rutan dan bahkan sempat melarang para awak media untuk mengambil gambar.
"Jangan ambil gambar woi, enggak ada kasihan kalian, orang lagi susah ini," teriak seorang warga.
Saat hendak dibawa menggunakan mobil Dihatsu Terios bernomor polisi BK 1716 L, para warga tetap menunggu di luar rutan.
Tribun yang mencoba mengabadikan moment-moment terakhir dibawanya Bupati Remigo, sempat diusir oleh satu satpam yang menyebutkan bahwa Remigo meminta waktu bersama warga. "Bang minta tolong, bapak Remigo minta tidak ada media yang mengambil foto, dia mau ngomong sama warga. Dia tidak mau keluar kalau ada media," cetusnya.
Akhirnya dengan perdebatan panjang, akhirnya Remigo keluar usai awak media keluar dari gerbang.
Saat menemui para warga, seorang warga tampak berteriak "Ini tidak adil pak, hukuman ini tidak adil untuk bapak," teriak seorang ibu disambut isak tangis puluhan warga yang menyambut.
Sontak, hal tersebut ditananggapi Remigo dengan berkaca-kaca dan suara terbata-bata.
Remigo mengaku dirinya tak menyangka dengan antusias warga yang menantinya selama di persidangan.
"Trimakasih sudah banyak yang mendukung saya dari keluarga dan para PNS. Saya tidak percaya banyak yang mencintai saya," cetusnya disambut dengan sorakan dan tangisan yang riuh oleh para warga.
Bahkan hinggal pukul 17.41 para warga masih terus menghadang Bupati Remigo agar tidak masuk ke mobil tahanan.
Seluruh warga berganti-gantian memeluk dan tampak memberikan semangat kepada bupatinya tersebut.
Usai diminta para pengawal tahanan (patwal) dan polisi penjaga meminta agar segera dibawa, akhirnya Remigo dibawa ke ruang tahanan Polrestabes Medan.
Kuasa Hukum Remigo, Rudi Setiawan saat dikonfirmasi menyebutkan bahwa pihaknya masih akan pikir-pikir. "Tadi kami sudah sampaikan kita pikir-pikir dulu," cetusnya.
Putusan Majelis Hakim lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK yaitu 8 tahun penjara dengan denda sebesar Rp 650 juta dengan subsider 6 bulan kurungan.
Sebelum berjalannya persidangan di ruang tahanan (rutan) dimana istri Bupati Made Tirta Kusuma Dewi yang rela menunggu duduk di luar rutan PN Medan.
Ia tampak mengenakan baju batik dress panjang dengan motif bunga berwarna biru dongker menunggu sejak pukul 10.11 WIB.
Made Tirta tampak menunggu di sofa di luar rutan sambil termenung. Belasan warga tampak menyalami para ibu dan bapak yang datang kepadanya dengan wajah lesu sejak
Ia juga tampak mencarikan sendok dan garpu untuk suaminya Remigo untuk makan siang.
Amatan Tribun hingga pukul 14.20 Mede Tirta tampak menunggu suaminya masuk ruangan sidang ditemani beberapa ibu-ibu.
Seperti diketahui, Bupati Remigo telah menjalani sidang perdana sejak 8 April 2019, artinya persidangan ini telah memakan sekitar 4 bulan dengan mendatangkan sekitar 38 saksi dengan 277 barang bukti.
Dalam dakwaan Jaksa KPK menyebutkan bahwa Remigo mendapatkan seluruh uang tersebut di 7 tempat dalam kurun waktu Maret 2018 sampai dengan 17 November 2018.
"Terdakwa menerima uang tersebut di beberapa tempat di Desa Salak I, Salak, Pakpak Bharat, lalu di Kantor BNI Cabang Pembantu Sidikalang, juga di Rumah Dinas Bupati Pakpak Bharat. Keempat di Kantor Dinas PUPR Kabupaten Pakpak Bharat, selanjutnya di Bank Sumut Cabang Pembantu Salak, juga di salah satu Hotel di Medan dan terakhir di rumah terdakwa Jalan Pasar Baru No 11 Medan," ungkap Jaksa KPK.
Perbuatan Remigo merupakan kejahatan dengan menerima hadiah atau janji yaitu menerima uang melalui Davis Anderson seluruhnya Rp 1.600.000.000.
"Ia menerima uang ini dari beberapa rekanan dengan rincian dari Dilon Bacin, Gugung Banurea dan Nusler Banurea sebesar Rp 720 juta. Lalu dari Rijal Efendi Padang sebesar Rp 580 juta dan dari Anwar Fuseng Padang sebesar Rp 300 juga. Dimana hadiah tersebut diberikan untuk melakukan sesuatu dalam jabatannya," terangnya.
Dijelaskan bahwa terdakwa Remigo mengetahui bahwa pemberian uang tersebut dimaksudkan untuk memberikan proyek pekerjaan pada Dinas PUPR Kabupaten Pakpak Bharat kepada para rekanan tersebut.
"Perbuatan tersebut jelas bertentangan dengan kewajibannya selaku Bupati. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," tuturnya.
Kasus bermula saat terdakwa pada 12 Desember 2017 mengangkat David Anderson sebagai Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Togap Tambunnan sebagai Ketua Pokja ULP.
"Setelah Pokja ULP terbentuk pada Desember 2017, Remigo memberikan arahan kepada seluruh Anggota Pokja ULP agar membantu memenangkan perusahaan-perusahaan yang diinginkan Terdakwa, namun harus ada uang “koin” sebesar 2 persen dari nilai kontrak diluar uang kewajiban atau “KW” sebesar 15 persen,"
Selanjutnya, 2 Mei 2018, Terdakwa mengangkat David Anderson menjadi sebagai Plt. PUPR Pakpak Bharat. Lalu memberikan daftar paket pekerjaan beserta nama calon pemenang kepada David.
"Diantaranya Proyek Peningkatan Jalan Traju-Sumbul - Lae Mbilulu dengan nilai proyek sebesar Rp2.037.140.000,00 dengan calon pemenang Anwar Padang, juga proyek Pengaspalan Jalan Simpang Singgabur - Namuseng dengan nilai proyek Rp 5.193.201.000,00 dengan calon pemenang Nusler Banurea. Dan proyek Pekerjaan Pengaspalan Simpang Kerajaan - Mbinanga Sitelu dengan nilai proyek Rp 4.576.105.000,00 dengan calon pemenang Rijal Padang," terangnya.
Setelah menerima daftar proyek dari Remigo, selanjutnya David menyampaikan kepada para calon pemenang agar memberikan uang sebesar 25% dari nilai proyek anggaran untuk diberikan kepada Terdakwa.
"Sebagai realisasinya, dari ketiga proyek tersebut, Terdakwa telah menerima uang melalui David dan Hendriko seluruhnya sebesar Rp1.6 miliar. Dengan rincian dari Dilon, Gugung dan Nusler Banurea sebesar Rp 720 juta," terangnya.
Jaksa KPK Mohamad Nur Azis melanjutkan bahwa Remigo melakukan pertemuan dengan Anggota DPRD Pakpak Bharat Said Boangmanalu di Rumah Dinas Bupati membicarakan permintaan proyek pekerjaan.
"Kemudian David menawarkan proyek Pengaspalan Jalan Simpang Singgabur Namuseng dengan nilai proyek Rp 5.1 miliar. Lalu Said menawarkan proyek tersebut kepada Dilon dan harus menyerahkan “uang muka” sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai proyek yaitu sebesar Rp 500 juta," jelasnya.
Pada proyek lainnya pada bulan Juni 2018, David menemui Pokja ULP menyampaikan Pekerjaan Pengaspalan Jalan Simpang Singgabur Namuseng dengan nilai proyek Rp5.193.201.000 dengan menggunakan PT ALAHTA dimana Nusler menjadi direkturnya.
"Setelah dinyatakan sebagai pemenang poka ULp Jonta Sihalogo menerima uang “koin” sebesar Rp 50 juta dari Gugung. Lalu pada Agustus 2018 David kembali menagih Nusler untuk membayar kewajiban “KW” dengan alasan ada keperluan mendesak dari Terdakwa. Selanjutnya Nusler mencairkan cek dari rekening Bank Sumut sebesar Rp120 juta diserahkan kepada David," terangnya.
Selanjutnya penerimaan uang dari Direktur PT. Tombang Mitra Utama Rijal Efendi Padang sebesar Rp 580 juta bahwa Rijal bertemu dengan Yansen (teman David) dan menyampaikan keinginannya untuk mendapatkan paket pekerjaan di Kabupaten Pakpak Bharat.
"Lalu David menjawab bahwa di Dinas PUPR ada paket pekerjaan Pengaspalan Jalan Simpang Kerajaan – Mbinanga Sitellu senilai Rp 4.576.105.000. Untuk mendapatkan proyek tersebut harus memberikan “Uang KW” kepada Remigo sebesar Rp 400 juta," tambahnya.
Beberapa hari sebelum dilakukan pelelangan, David menerima uang sejumlah Rp 380 juta dari Rijal.
"Terdakwa Remigo memerintahkan David untuk menyerahkan uang sebesar Rp 300 juta kepada Haga Bangun (Keponakan Remigo) dan sisanya sebesar Rp 80 juta dipergunakan untuk membayar rental mobil guna kepentingan kampanye pilkada Abang Remigo yang bernama Edy Berutu," terang Jaksa.
Lalu pada November 2018, David memerintahkan Rudiyar untuk menagih uang “KW” kepada Rijal. Beberapa hari kemudian, Rijal datang menemui David kemudian disepakati bahwa Rijal akan membayar uang “KW” sebesar Rp 500 juta.
"Namun Rijal hanya bersedia menyiapkan uang sebesar Rp250 juta yang akan dibayarkan terlebih dahulu oleh Tages. Lalu Tages menyampaikan kepada David bahwa Rijal hanya bersedia memberikan uang sebesar Rp 250 juta. Lalu David menghubungi Hendriko dan meminta untuk menarik uang dari rekening sebesar Rp 50 juta yang merupakan bagian dari uang “KW” dari Rijal," tutur Nur.
Kemudian tanggal 17 November 2018, Remigo memerintahkan ajudannya, Jufri Bonardo Simanjuntak untuk memberitahukan David agar mengantar uang Rp150 juta tersebut ke rumah Terdakwa di Jalan Pasar Baru No 11 Medan.
Terdakwa juga memerintahkan agar uang yang dibawa oleh David diserahkan kepada pengasuh anak Remigo RR. Kus Saparinah dan selanjutnya diantar ke kamar anak terdakwa.
"Setelah David sampai di depan rumah Terdakwa, satpam Harun membukakan pintu gerbang, selanjutnya David menuju ke dalam rumah dengan membawa uang Rp 150 juta. Tidak lama setelah turun dari mobil, Tim KPK datang lalu mengamankan terdakwa Remigo dan David beserta uang sejumlah Rp 150 juta. Lalu sisa uang yang ada di rekening Hendriko sebesar Rp105 juta disita Penyidik KPK," terusnya.
Terakhir, Jaksa KPK menjelaskan penerimaan uang dari Wakil Direktur CV Wendy, Anwar Fuseng Padang sebesar Rp 300 juta dari Proyek Peningkatan Jalan Traju-Sumbul - Lae Mbilulu dengan nilai proyek sebesar Rp2.037.140.000,00
"Pada bulan Februari 2018, David (masih menjabat sebagai Kepala ULP) menghubungi Anwar meminta uang sebesar Rp 250 juta sebagai persyaratan 25 persen uang “KW”. Lalu Anwar menyetujuinya, selanjutnya pada tanggal 1 Maret 2018, Davis menerima uang Rp 250 juta dari Anwar. Selanjutnya David menyerahkan uang tersebut kepada terdakwa Remigo," terangnya.
Pada 16 November 2018 Anwar menyerahkan uang sebesar Rp 50 juta kepada David di rumah kontrakannya, sehingga berjumlah Rp 150 juta.
"Selanjutnya pada tanggal 17 November 2018, David memberikan uang tersebut kepada Remigo di rumah Terdakwa di Jalan Pasar Baru No 11 Medan, tidak lama kemudian Tim KPK datang mengamankan Terdakwa dan David beserta uang sejumlah Rp 150 juta," tegasnya.
Bahwa Terdakwa Remigo bersama-sama dengan David dan Hendriko mengetahui uang yang seluruhnya sejumlah Rp 1,6 miliar dari Dilon Bacin, Gugun Banurea, Nusler Banurea, Rijal Efendi Padang, dan Anwar Padang dimaksudkan agar Terdakwa memberikan proyek pekerjaan pada Dinas PUPR Kabupaten Pakpak Bharat.
(vic/tribunmedan.com)