Desa Sulkam Berinovasi, Wisata Alam Kemping di Pinggir Sungai Ini Bisa Sembari Menjaring Ikan
Kades Sulkam telah membuka hutan tanah leluhurnya, dikelola menjadi area kemping baru di Langkat.
Penulis: Dedy Kurniawan |
TRIBUN-MEDAN.com, STABAT - Alam indah hutan tropis yang masih natural, dialiri sungai dan banyak ikan masih banyak tersembunyi di Kabupaten Langkat. Satu di antaranya di Desa Sulkam, Kecamatan Kutambaru, Kabupaten Langkat.
Kades Sulkam, Gembira Sembiring (51) yang merupakan generasi ketujuh di desa ini kini telah terinspirasi dan termotivasi untuk mengembangkan potensi desa, perputaran ekonomi warganya bisa sejahtera.
Kondisi geografis Langkat yang masih berada di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser baginya suatu potensi besar di bidang pariwisata untuk menyerap Pendapatan Asli Daerah, dan autoguna pembangunan infrastruktur.
Demi misinya itu, Kades Sulkam telah membuka hutan tanah leluhurnya, dikelola menjadi area kemping baru di Langkat.
Lokasi sama sekali belum terjamah dan sudah hampir tiga bulan belakangan ditata.
"Ini namanya Sungai Sulkam Lau Kede. Tepatnya di Dusun I Desa Sulkam, Kutambaru, Langkat. Saya terinspirasi kembangkan desa karena melihat lokasi lain. Jadi ini baru untuk kemping ground. Kelebihannya hutan yang alami dipertahankan, ada edukasi, mandi sungai, dan bisa menangkap ikan jurung, pengunjung boleh nangkap dan bakar ikanya langsung makan-makan dekat area kempingnya," katanya, Minggu (4/8/2019).
Bagi wisatawan atau pelancong dari mancanegara yang menyukai tantangan tracking, kemping di alam liar, sambil menikmati edukasi ekosistem perlu untuk menjajal lokasi ini. Suasana hutan, kicau burung, gemericik air, cahaya yang menelisik dari balik dedaunan, udara sejuk cukup membayar lelah perjalanan.
Gembira Sembiring pria dua anak ini mengatakan, khas desanya adalah ikan jurung berasa manis, karena terjaga oleh adat istiadat tak boleh ditangkap atau dijaring dengan zat kimia atau disetrum listrik. Selain itu ragam pohon dalam hutan ditumbuhi pohon pinang, karet, pokat, cokelat, durian, petai, jengkol, asam cekala, kincung, manggis, rambutan, dan bebuahan liar lainnya.
Kini Desa Sulkam dihuni 270 kepala keluarga sudah tujuh generasi yang didominasi Suku Karo, Jawa, Batak. Pertama kali desa dibuka oleh sosok tetua yang disapa Bolang atau penghulu bermarga Bangun.
"Awal sejarah desa Sulkam, pertama dibangun perumahan warga di pinggiran sungai, dibentuk perkampungan, lama kelamaan pindah ke atas kami. Sampai sekarang masih alami, masih ada rusa, kancil, beragam burung liar," jelasnya.
Ketua Taruna Desa Sulkam, Feri Ardianta (26) Sembiring, berharap inovasi Kades bisa mendapat perhatian pihak Pemkab Langkat. Terutama untuk pengembangan wisata agar masyarakat punya pilihan mata pencaharian selain bertani dan menjaring ikan sungai.
"Harapannya diperhatikan Pemkab ada bantuan diupayakan kemari supaya makin ramai, dan tertata. Kalau nanti berjalan lancar, masyarakat bisa buat tingkatkan taraf ekonominya, bisa berdagang souvenir karya lokal bahan layu, rotan bambu, ada juga penangkaran ikan jurung, penyewaan tenda rencanya ada juga," katanya.
Saat ini kondisi jalan desa akan jadi fokus pembangunan, apalagi pemerintah pusat juga telah mengucurkan anggaran Dana Desa yang cukup besar. Untuk menuju lokasi, perlu fisik yang prima, karena kondisi jalan masih tanah liat dan bebatuan cadas.
Jarak tempuh ke lokasi ini dari Medan memakan waktu 3 sampai 3,5 jam. Sejauh ini masyarakat sudah bergoyang royong dalam swakelola desa mereka, menata akses jalan, manajemen wisata. Dan sejauh ini belum ada penyerapan retribusi, alias gratis.
(dyk/tribun-medan.com)