Wali Kota Hefriansyah Menangis di Polda Sumut, Apakah Jadi Tersangka? Begini Penjelasan Humas Polda
Beredar informasi Wali Kota Pematangsiantar Hefriasnyah diduga telah ditetapkan sebagai tersangka pungli dana insentif.
Penulis: Tommy Simatupang |
Wali Kota Hefriansyah Menangis di Polda Sumut, Apakah Jadi Tersangka? Begini Penjelasan Humas Polda
TRIBUN-MEDAN.com, SIANTAR - Polda Sumut telah dua kali memeriksa Wali Kota Pematangsiantar Hefriansyah terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) pungutan liar insentif pegawai Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
Hefriansyah diperiksa di Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) selam dua kali yakni (29/7/2019) dan hari ini (5/8/2019).
Beredar informasi Wali Kota Pematangsiantar Hefriasnyah diduga telah ditetapkan sebagai tersangka pungli dana insentif.
Namun, informasi ini dibantah oleh Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja.
Kombes Pol Tatan mengatakan sampai saat ini Hefriansyah belum ditetapkan sebagai tersangka.
Baca: Darisson Lihat Wanita Berbaju Merah Dibonceng, Curigai Sosok Pria Ini Pembunuh Kristina Br Gultom
Baca: Akui Keliru, Bupati Solok Selatan Minta Maaf Akhirnya Kembalikan Status drg Romi Sebagai CPNS
"Belum tersangka.
Belum.
Kalau ditanya itu, belum.
Itu dulu," katanya saat dihubungi via seluler, Senin (5/8/2019).
Tak hanya itu, foto Wali Kota Hefriansyah tampak menangis di Masjid di Polda Sumut beredar di media sosial.
Dalam foto itu, Hefriansyah mengenakan kemeja putih duduk di lantai dengan menutup wajah.
Kabarnya juga, Hefriansyah telah ditahan di Polda Sumut.
Hefriansyah kembali menjalani panggilan kedua di Gedung Ditreskrimsus Polda Sumut, Senin (5/8/2019).
Sebelum keluar untuk salat Magrib, Hefriansyah sempat dicecar beberapa pertanyaan oleh awak media.
"Entah apa-apa yang kalian tanya, capek aku," kata Hefriansyah saat berjalan ke Masjid.
Ditanya soal apakah banyak pertanyaan yang dilayangkan oleh penyidik, Hefriansyah malah menegur balik dan bertanya soal agama.
"Kamu Islam, ambil air wudhu dan salat dulu," ucapnya.
"Habis ini masih lanjut," sambungnya.
Selesai salat Magrib, Hefriansyah yang mengenakan pakaian berwarna putih kembali keluar Masjid untuk menuju Ditreskrimsus Polda Sumut melanjutkan penyelidikan.
"Apalagi yang mau ditanya. Ya tunggulah," katanya.
Ditanya mengapa tadi seperti jengkel saat menjawab pertanyaan, Hefriansyah pun menjawabnya dengan santai.
"Enggak ah memang gitu gayaku.
Cemana, mana pula aku jengkel sama orang," sebutnya.
Ditanya kembali soal pemanggilan kedua kali terhadap dirinya, Hefriansyah mengaku tak tahu.
"Ya saya enggak tahu, jangan kalian tanya samaku.
Pokoknya kita very very kooperatif.
Tanya saja sama mereka (penyidik), aku kan tinggal jawab saja," lugasnya.
Soal berapa banyak pertanyaan yang dilayangkan, Hefriansyah mengaku tak mengingat.
"Enggak tahu saya," katanya.
Bahkan ia sempat bercanda soal siapa yang mendampingi sewaktu berjalan menuju Gedung Ditreskrimsus Polda Sumut.
"Perkenalkan ini Mister Superman," ucapnya bercanda.
Tak lama setelahnya, Hefriansyah kembali masuk ke ke dalam Gedung Ditreskrimsus Polda Sumut untuk kembali melanjutkan pemeriksaan.
Sampai pada pukul 19.52 WIB, Hefriansyah masih menjalani pemeriksaan di Ditreskrimsus Polda Sumut.
Belum diketahui pukul berapa ia selesai pemeriksaan.
Seperti diketahui, Polda Sumut melakukan OTT di BPKAD Siantar pada 11 Juli 2019.
Unit Tipikor telah menetapkan Kepala BPKAD Adiaksa Purba dan Bendahara BPKAD Erni Zendrato sebagai tersangka pungli dana insentif pegawai sebesar 15 persen dengan barang bukti Rp 186 juta.
Polisi telah memanggil Sekretaris Daerah Budi Utari, Wali Kota Hefriansyah, dan para pegawai BPKAD.

Baca: Akui Keliru, Bupati Solok Selatan Minta Maaf Akhirnya Kembalikan Status drg Romi Sebagai CPNS
Baca: Warga Temukan Ganja Tak Bertuan Sebanyak 49 Kg, Diduga Diturunkan Mobil Avanza Asal Aceh
Baca: Arya Juna Fathan Terpilih Menjadi Paskibraka Nasional, Kepala SMA N 1 Medan Ungkap Rasa Bangga
Sebelumnya, Wali Kota Hefriansyah membantah terlibat pungli dana insentif pegawai BPKAD Siantar.
Saat ditemui di Gedung DPRD Siantar Senin (15/7/2019), Hefriansyah mengatakan tidak pernah mengurusi hak orang lain.
"Aduh, kau kan tahu mainanku.
Daki dan keringat orang gak pernah kuurus-urus biar tahu aja kalian,"katanya.
"Aku kalau bicara bolak balik setiap rapat dengan ASN.
Kerja bagus-bagus jangan macam-macam.
Harus Profesional.
Yang aneh-aneh bukan urusanku itu.
Aku setiap ada acara ingatkan ke ASN," katanya.
Sebelumnya Netty Simbolon Penasehat Hukum (PH) Tersangka Adiaksa Purba memberikan keterangan pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Polda Sumut pada Kamis 11 Juli 2019.
Keterangan pers ini disebar melalui pesan WhatsaApp, Senin (22/7/2019).
Netty Simbolon dalam keterangan pers menjelaskan kliennya Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Adiaksa Purba tidak terlibat dalam pungutan liar (Pungli) Dana Insentif pegawai sebesar 15 persen.
Netty menjelaskan dalam OTT di Kantor BPKD Jalan Merdeka, Siantar dengan barang bukti Rp 186 juta, Adiaksa sedang berada di luar kota untuk mengikuti pendidikan pemimpin tingkat daerah.
Adiaksa mengetahui adanya OTT di kantornya dari media elektronik dan konfirmasi dari para awak media.
Netty mengatakan dana insentif selalu masuk ke rekening pegawai atau penerima.
Jadi, pemotongan itu diberikan pegawai ke bendahara dengan sukarela.

Netty mengungkapkan angka pemotongan upah sebesar 15 persen itu merupakan berdasarkan pertimbangan pimpinan tersangka atau Wali Kota Siantar Hefriansyah.
Hasil pengutipan itu diserahkan untuk pemerintah guna kepentingan organisasi atau lembaga yang perlu dibantu.
Lembaga atau organisasi yang perlu dibantu itu, kata Netty melalui rekomendasi Wali Kota melalui ajudannya Rilan dan Marlon Sitorus.
Lalu, atas rekomendasi Sekretaris Budi Utari melalui staff humas Lodewijk Simanjutak untuk biaya iklan, dan bantuan hari besar agama seperti Bantuan Hari Raya Pegawai.

"Peristiwa OTT yang dipersangkakan lebih kurang Rp186 juta, tersangka tidak mengetahuinya sama sekali, karena Tersangka pun tidak tahu sama sekali berapa jumlah yang telah diterima Bendahara.
Bahkan tersangka tidak pernah memegang dana OTT tersebut karena yang memegang adalah Bendahara," ujarnya.
Netty mengungkapkan juga dana OTT itu tidak untuk kepentingan pribadi tersangka.
Ia menguraikan bahwa tersangka tidak ada melakukan pemungutan, karena tersangka tidak berhubungan langsung dengan yang dipungut 15 persen tetapi yang melakukan pemungutan adalah masing-masing Kepala Bidang yang kemudian disetor kepada bendahara Erni Zendrato.
"Bahwa dana OTT sama sekali tidak diberikan kepada tersangka, bahkan untuk jumlahnya pun sama sekali tersangkat tidak mengetahuinya karena semuanya berada dibawah penguasaan bendahara," katanya seraya mengungkapkan pungutan itu tidak menggunakan ancaman, kekerasan, penekanan, dan pemaksaan.

"Pertanyaannya adalah bagaimana mungkin Tersangka melakukan perbuatan melawan hukum sementara Tersangka tidak ada berada lagi di Pematangsiantar. Jadi tidaklah dapat dibuktikan bahwa Tersangka melakukan perbuatan melawah hukum,"tambahnya.
Netty juga mengatakan pada Jumat 19 Juli 2019, polisi telah melalukan penggeledahan di rumah tersangka Adiaksa Purba dan tidak menemukan barang bukti yang dipersangkakan.
Netty mengharapkan polisi tidak berhenti pada Adiaksa Purba dan Erni Zendrato.
Ia mengharapkan polisi juga turut memeriksa ke pimpinan tersangka yakni Wali Kota dan Sekda.
"Karena perbuatan tersebut adalah perbuatan dimana tersangka juga harus tunduk kepada perintah atasan seperti Wali Kota dan Sekretaris Daerah yang meminta anggaran yang pada prinsipnya mengetahui bahwa pos anggaran yang dimintakan tidak ada pada BPKAD," katanya.

"Bahwa kita sangat berharap agar kasus ini berjalan dengan transparan dan tidak berasumsi subjektif terhadap tersangka, tetapi merupakan serangkaian perbuatan antara pimpinan dan bawahan dalam struktural pekerjaan. Oleh karena itu kami memohon agar publik dapat melihat lebih jernih terhadap penegakan hukumnya dan mengontrol perjalanan kasus yang sedang dijalani oleh tersangka," katanya.
(tmy/tribun-medan.com).