Breaking News

Kematian Paskibra Aurellia Terbaru, Tuntutan KPAI Investigasi pada Pemkot Tangsel dan Pengakuan Ortu

Kematian Paskibra Aurellia Terbaru, Tuntutan KPAI Investigasi pada Pemkot Tangsel dan Pengakuan Ortu

Editor: Salomo Tarigan
Wartakotalive/Istimewa
Kematian Paskibra Aurellia Terbaru, Tuntutan KPAI Investigasi pada Pemkot Tangsel, Pengakuan Ortu. FOto: Aurellia Qurrota Ain bersama ibundanya, Sri Wahyuni. i kediamannya 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) serius mendalami kasus meninggalnya calon Paskibraka (Capaska) Tangerang Selatan (Tangsel), Aurellia Qurratu Aini, atau Aurel.

Seperti diberitakan TribunJakarta.com sebelumnya, Aurel meninggal pada masa pendidikan dan pelatihan (diklat) Paskibraka Tangsel.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti membuat rilis terkait meninggalnya Aurel dan sistem diklat yang digali dari keterangan orang tuanya, pada Selasa (6/8/2019).

Setidaknya ada enam poin dugaan kekerasan fisik dan kekerasan psikis yang dialami Aurel dan Capaska lainnya semasa pelatihan.

Pertama adalah, Aurel pernah mengatakan kepada orang tuanya bahwa dirinya pernah ditampar saat pelatihan.

Kedua, Aurel pernah diminta memakan jeruk beserta kulitnya.

"Hal ini tentu berpotensi membahayakan kesehatan pencernaan seorang anak," terang Retno.

Ketiga adalah soal push up kepal yang dilakukan Aurel dan teman-temannya karena timnya dihukum. Hal itu menbuat luka di pergelangan tangannya.

"AQA mengaku diminta mengisi buku diary setiap hari, ditulis tangan, dijadikan PR yang harus dikumpulkan setiap pagi, harus ditulis berlembar-lembar pula," terangnya di poin keempat.

Buku harian yang sudah ditulis itu disobek pihak pelatih lantaran empat orang dari tim Aurel ada yang tidak mengumpulkan.

"Lalu diperintahkan untuk menulis kembali dari awal dengan tulisan tangan, hal ini sempat dikeluhkan AQA karena dia sangat kelelahan menulis kembali diary yang disobek oleh seniornya tersebut," jelas Rrtno di poin ke lima.

Terakhir adalah, Aurel dan kawan-kawannya sesama Capaska diminta untuk berlari keliling lapangan sambil menggendong tas ransel berat yang berisi 3 kilogram pasir, 3 liter air mineral dan 600 mililiter teh manis.

"Kekerasan dalam bentuk apapun dan dengan tujuan apapun tidak dibenarkan. Kekerasan tidak diperkenankan juga meski dengan alasan untuk mendidik dan mendisiplinkan," tegasnya.

Bagi Retno, kekerasan fisik tidak ada hubungannya dengan ketahanan fisik.

Baca: BERITA KESEHATAN: Penyebab Nasi di Rice Cooker Mudah Basi,Jangan Sepele, Simak 2 Fakta Penjelasannya

Kematian Paskibra Aurellia Terbaru, Tuntutan KPAI Investigasi pada Pemkot Tangsel, Pengakuan Ortu Foto: Wakil Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie, saat melayat almarhum Aurellia Qurratuaini, Paskibraka Tangsel di kediamannya di bilangan Cipondoh, Tangerang, Kamis (1/9/2019).
Kematian Paskibra Aurellia Terbaru, Tuntutan KPAI Investigasi pada Pemkot Tangsel, Pengakuan Ortu Foto: Wakil Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie, saat melayat almarhum Aurellia Qurratuaini, Paskibraka Tangsel di kediamannya di bilangan Cipondoh, Tangerang, Kamis (1/9/2019). (TRIBUNJAKARTA.COM/JAISY RAHMAN TOHIR)

"Jadi sulit dipahami akal sehat ketika pasukan pengibar bendera dilatih dengan pendekatan kekerasan dan bahkan dilatih ketahanan fisik dengan berlari membawa beban berat di punggungnya, apalagi anggota Paskibra tersebut semuanya masih usia anak," tegasnya.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved