KISAH BUNG HATTA; hingga Wafat tak Mampu Beli Sepatu Bally yang Diinginkan terpaksa Lakukan Ini

Proklamator Republik Indonesia Mohammad Hatta sangat dikenal dengan gaya hidupnya yang amat sederhana.

Editor: Tariden Turnip
Kompas/JB Suratno
Bung Hatta (berdiri) ketika menjelaskan lagi pendapatnya tentang saat-saat menjelang Proklamasi Kemerdekaan di rumah bekas penculiknya, Singgih (baju batik hitam) Jumat siang kemarin. Tampak dari kiri kekanan: GPH Djatikusumo, D. Matullesy SH, Singgih, Mayjen (Purn) Sungkono, Bung Hatta, dan bekas tamtama PETA Hamdhani, yang membantu Singgih dalam penculikan Soekarno Hatta ke Rengasdengklok. 

#KISAH BUNG HATTA; hingga Wafat tak Mampu Beli Sepatu Bally yang Diinginkan terpaksa Lakukan Ini 

TRIBUN-MEDAN.com - Proklamator Republik Indonesia Mohammad Hatta sangat dikenal dengan gaya hidupnya yang amat sederhana.

Sifat itu terus bertahan, baik sebelum, saat, maupun setelah dia menjabat sebagai Wakil Presiden pertama Indonesia.

Salah satu cermin kesederhanaan Bung Hatta bisa dilihat dari cerita tentang sepatu Bally yang begitu disukainya.

Pada tahun 1950-an, Bally sudah menjadi sebuah merek sepatu bermutu tinggi yang terkenal di Indonesia.

Harganya pun tidak murah.

Bung Hatta ingin memilikinya.

Tak sengaja, dia membaca iklan sepatu itu di koran.

Di dalamnya ada informasi tentang tempat penjualan sepatu tersebut.

Hatta yang kala itu belum mempunyai cukup uang, lalu menggunting dan menyimpan potongan iklan tersebut.

Mungkin, maksudnya agar jika sudah ada rejeki maka dia tak perlu repot-repot mencari tempat di mana sepatu itu dijual.

Sayangnya, uang tabungan Hatta tidak pernah mencukupi.

Selalu saja terambil untuk keperluan rumah tangga, atau untuk membantu kerabat yang datang meminta pertolongan.

Dalam buku ”Untuk Republik: Kisah-Kisah Teladan Kesederhanaan Tokoh Bangsa” karya Faisal Basri dan Haris Munandar, salah satunya ditampilkan kisah kesederhanaan Bung Hatta.

Dalam buku itu diceritakan, bahwa hingga akhir hayatnya, Hatta tidak pernah memiliki sepatu merek Bally yang diimpikannya.

Tak lama setelah wafat pada 14 Maret 1980, keluarga Bung Hatta menemukan lipatan guntingan iklan lama dalam dompetnya.

Iklan itu adalah iklan sepatu merek Bally, yang dulu disimpannya.

Bung Hatta memilih untuk tidak memilikinya.

Padahal, dengan jabatannya sebagai wakil presiden, apalagi dia juga berasal dari keluarga yang tak kekurangan, bukan perkara sulit untuk mendapatkan sepatu itu.

Hatta bersikukuh memilih untuk tidak memilikinya karena dia memilih untuk hidup sederhana.

Selain sifat sederhana, Hatta juga dikenal sebagai tokoh yang bersih dan jujur.

Hal ini ditunjukkan Hatta ketika memarahi sekretarisnya saat di pemerintahan, I Wangsa Wijaya, yang menggunakan tiga lembar kertas Sekretariat Negara (Setneg).

Wangsa menggunakan kertas itu untuk membuat surat kantor wapres.

Hatta kemudian mengganti tiga lembar kertas Setneg tersebut dengan uang kas wapres.

Meski terkesan remeh, Hatta selalu berusaha untuk tidak mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Kertas usang di dompet Hatta menjadi saksi kesederhanaan seorang Hatta, Sang Proklamator Republik Indonesia.

Berikut perjalanan bisnis sepatu Bally yang sudah berdiri sejak 1851.

1851 

.
(BALLY)

Bally merupakan sepatu buatan Swiss yang didirikan oleh Carl Franz Bally di Schönenwerd, Swiss pada 1851. 

Dikutip dari situs ballyofswitzerland.com, ide membuat sepatu terinspirasi dari sepasang sepatu yang dilihatnya dalam perjalanan ke Paris, Perancis.

Ia kemudian membuat workshop di rumahnya di Schönenwerd, Swiss.

1857

Visi Bally yang dituangkan dalam sepatu membawanya cepat berkembang, dan mendapat sorotan.

Hingga pada 1857 ia sudah semakin memperluas pasarnya hingga ke luar Swiss.

1860

Bally sudah mempekerjakan 500 orang perajin dan menyulap Schönenwerd menjadi semacam kota perusahaan, yang juga menawarkan manfaat dari perawatan kesehatan dan fasilitas sosial.

1870

Bally mulai mengimpor mesin dari Amerika Serikat untuk semakin mengokohkan posisinya sebagai produsen sepatu nomor satu Eropa.

Pada tahun yang sama, Bally membuka toko pertamanya di Geneva, Swiss dan Montevideo, Uruguay.

1873

Merek ini melakukan ekspansi dengan membuka toko di Buenos Aires, Argentina.

1879

Pada tahun ini, Bally sudah menjadi merek bergengsi di kalangan orang-orang fesyen Paris setelah mereka membuka toko di Rue Martel, Perancis

1882 

Ekspansi bisnis Bally ke New Bond Street di London, Inggris.
Ekspansi bisnis Bally ke New Bond Street di London, Inggris. (BALLY)

Bisnis Bally semakin kuat di daratan Eropa setelah melakukan ekspansi bisnis ke New Bond Street di London, Inggris. 

Pada dekade yang sama, Bally menciptakan sebuah logo merek yang menjadi ciri khas perusahaan.

Logo tersebut menggambarkan pegunungan Austria, tanah kelahiran nenek moyang Carl Franz Bally.

1890

Bally merevolusi desain sepatu wanita dengan pump klasik modern ala Zürich.

1892

Bisnis ini kemudian dipimpin oleh kedua anak Bally, Edouard dan Arthur Bally pada 1892.

Keduanya semakin menancapkan kaki bisnis sepatu Bally pada jalur kesuksesan. Merekalah yang mewarisi koleksi sepatu yang mengedepankan desain dan fungsi itu.

1896

Inovasi berlanjut ketika Bally menggabungkan teknik Goodyear ke dalam pembuatan sepatu buatan tangan.

1916

Bally kemudian menjelma menjadi perusahaan multinasional pertama.

Pekerja yang terlibat mencapai 7.000 orang di seluruh dunia dan memproduksi empat juta pasang sepatu berkualitas.

1927

"Bally Lab" dibuka di Schönenwerd sebagai pusat riset dan pengembangan yang fokus pada proses produksi dan teknik pembuatan.

1930an

Produser film dan pionir industri periklanan asal Jerman Julius Pinschewer membuat material iklan sepatu Bally dengan menampilkan Charlie Chaplin sebagai bintangnya.

1942 

Museum Bally
Museum Bally (BALLY)

Museum Bally dibuka di Schönenwerd sebagai dedikasi atas sejarah pembuatan sepatu yang ditorehkan oleh Bally. 

Sepatu Bally kemudian menjadi semacam signature yang mencitrakan kenyamanan, kulit berkualitas, konstruksi detil, serta inovasi.

Bisnis ini membuat sebuah perubahan pola kebiasaan pada masanya. Bally terus menyempurnakan bentuk-bentuk koleksi sepatunya.

Kemudian terciptalah sebuah alas kaki yang memperkenalkan lubang-lubang, jahitan tipe baru serta tenun pita.

1953 

Sepatu boots Bally Reindeer-Himalaya yang dipakai dalam pendakian pertama Gunung Everest oleh Sherpa Tenzing Norgay pada 1953
Sepatu boots Bally Reindeer-Himalaya yang dipakai dalam pendakian pertama Gunung Everest oleh Sherpa Tenzing Norgay pada 1953 (BALLY)

Bally juga sukses mendapatkan penghargaan tertinggi di abad ke-20. 

Penghargaan tersebut berupa pendakian pertama Gunung Everest oleh Sherpa Tenzing Norgay pada 1953 mengenakan sepasang sepatu boots Bally Reindeer-Himalaya.

Kecintaan Bally pada material yang indah dan semangat petualangan tidak pernah hilang. Bally hingga kini menjadi tolok ukur untuk gaya yang timeless alias tidak termakan waktu.

2000-an

Bisnis ini pun terus berkembang, termasuk mulai menjangkau pasar Asia dan Amerika Selatan pada era 2000an.

Dalam kurang dari satu dekade, Bally membuka tokonya di Jepang, Hong Kong, Singapura, Austtalia, Malaysia, Arab Saudi, Brazil, Lebanon, dan Turki.

Bally juga menjadi produk mewah pertama yang ditawarkan ke masyarakat Tiongkok.

2014

Pablo Coppola ditunjuk sebagai direktur desain Bally pada 2014. Ia membuat setiap koleksi busana pria maupun wanita menjadi ready to wear.

Moto Pablo sejak kedatangannya adalah "lebih sedikit adalah lebih banyak (less is more)" dan visinya adalah membuat suasana intim antara perajin aksesori dan busana ready to wear.

2015

Maret 2015, studio Zagliani menjadi bagian dari Bally.

Zagliani dikenal luas sebagai pakar pembuat tas buatan tangan yang membuat koleksinya dari bahan kulit paling lembut, mewah dan eksotis.

Nilai-nilai itu kini mengalir dalam setiap produk Bally.

#KISAH BUNG HATTA; hingga Wafat tak Mampu Beli Sepatu Bally yang Diinginkan terpaksa Lakukan Ini 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bung Hatta dan Sepatu Bally, Cermin Kesederhanaan Sang Proklamator..."

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved