Prada DP Keliru Artikan Hukuman Penjara Seumur Hidup, Lantang Sebut Dibui Sesuai Umur 21 Tahun
Sidang tuntutan Prada DP (Deri Permana) diwarnai kesalahpahaman dari terdakwa soal arti penjara seumur hidup.
TRIBUN MEDAN.com - Sidang tuntutan Prada DP (Deri Permana) diwarnai kesalahpahaman dari terdakwa soal arti penjara seumur hidup.
Hal ini terungkap setelah Prada DP ditanya hakim apakah sudah mengerti dengan tuntutan oditur yakni hukuman penjara seumur hidup.
Prada DP lantas salah persepsi. Hukuman seumur hidup yang dikiranya adalah hukuman bui selama dirinya hidup saat dijatuhkan vonis.
Karena itulah, ia pun dengan lantang menyebut bahwa dirinya akan dipenjara 21 tahun.
Angka itu sesuai umur Prada DP saat ini, yakni 21 tahun.
Hakim Ketua Letkol M Kazim meminta konfirmasi kepada Prada DP terkait tuntutan hukum pidana pokok yang dijatuhkan padanya.
"Terdakwa, apa sudah mengerti tuntutan hukum yang dibacakan?" tanya Hakim Ketua.
"Siap," kata Prada DP sambil menangis.
"(Penjara) 21 tahun penjara Yang Mulia," imbuhnya.
Hakim Ketua menyanggah pernyataan Prada DP yang dianggap keliru ihwal hukuman penjara seumur hidup.
"Tadi menyimak tidak tuntutan yang dibacakan oditur? Oditur, bacakan kembali tuntutan," kata Hakim Ketua lantas berbicara pada oditur.
Bagaimana sebenarnya hukuman seumur hidup?
Tuntutan atau vonis penjara seumur hidup memang kerap membuat banyak orang salah kaprah.
Ada yang mengungkapkan, bila tuntutan atau vonis seumur hidup adalah hukuman yang akan dijalani terpidana sesuai dengan usianya saat divonis atau dijatuhi hukuman.
Ada pula yang mengungkapkan, tuntutan atau vonis seumur hidup adalah hukuman yang akan dijalani terdakwa selamanya di dalam penjara sampai ia mati.
Pakar hukum dari Palembang DR Sri Sulastri SH MH menjelaskan, tuntutan atau vonis hukuman seumur hidup harus dijalani seorang terdakwa yang telah divonis di dalam penjara seumur hidupnya.
Seseorang yang divonis dengan hukuman seumur hidup akan menjalani hukuman penjara selama hidupnya sampai mati di penjara.
"Seorang yang divonis seumur hidup itu, akan dipenjara sumur hidupnya. Itulah vonis seumur hidup berdasarkan KUHP," ujarnya, Kami (22/8/2019).
Sebenarnya langkah hukum lain bagi terpidana hukuman seumur hidup bisa mendapat keringanan.
Terpidana bisa mengajukan grasi kepada Presiden untuk meminta pengampunan dari vonis hukuman seumur hidup yang diterimanya.
"Kalau grasi dikabulkan presiden, maka hukuman seumur hidup akan gugur. Tetapi hukuman akan dijadikan selama 20 tahun penjara dan itu maksimal," ungkapnya.
Namun, meminta grasi kepada Presiden tidaklah semudah yang dibayangkan.
Karena, banyak proses hukum yang harus dilalui dan berkas yang diajukan juga akan dikaji kembali.
Sebelum meminta grasi kepada presiden, biasanya ada proses hukum lain yang dilakukan. Antara lain, upaya Banding di Pengadilan Tinggi hingga Peninjauan Kembali (PK).
Selain itu, ada juga Grasi atau pengampunan dari Presiden atas putusan yang telah diterima sebelumnya.
Baca: Ibu Kota Baru Pindah ke Kaltim, Gubernur Isran Noor: Lokasi Spesifiknya Ada di Bukit Soeharto
Poin Rencana Pembunuhan
Sementara itu, dalm tuntutannya Oditur atau Jaksa Militer meyakini Prada DP telah melakukan pembunuhan berencana terhadap pacarnya sendiri, Vera Oktaria (21).
Oditur pun menjabarkan kelihaian Prada DP dalam menyusun rencana pembunuhan terhadap Vera Oktaria.
Berikut poin-poin yang menjadikan indikasi kuat pembunuhan berencana menurut Oditur yang dibacakan di persidangan.
"Benar selama berpacaran beberapa kali bertengkar, empat kali bahkan hanphone Vera dihancurkan," kata Oditur.
Oditur juga memaparkan fakta bahwa pernah didapati Prada DP bertengkar dan kedapatan membekap korban di rumah korban. Pertengkaran ini disaksikan oleh saksi Imelda Wulandari.
Menurut Oditur, Prada DP banyak menyimpan sakit hati pada Vera Oktaria.
"Sekira awal April 2019 korban tak hadir saat pelantikan di Rindam 2. Alasannya training Indomaret," kata Oditur Edwar Butarbutar. Hal ini membuat Prada DP kecewa.
Selanjutnya pada 17 April 2019, Prada DP cuti dari tugas dan menemui Vera Oktaria di rumahnya. Saat itu Prada DP mengajak Vera keluar tapi ditolak.
Keduanya sempat bertengkar saat itu, hingga akhirnya ibu korban marah dan mengusir Prada DP. “Di sini Prada DP kembali kecewa,” katanya.

Lalu pada 20 April 2019 saat akan berangkat melanjutkan pendidikan di Baturaja, Prada DP datang ke rumah korban untuk pamit.
"Saat itu terdakwa mengambil handphone lipat yang (sebelumnya) diberikan terdakwa kepada korban, dan menggantinya dengan handpone Oppo Android dengan maksud agar bisa berkomunikasi lewat video call, namun korban tidak mau menerimanya sehingga terdakwa kecewa dan sakit hati," kata Oditur lagi.
Masih pada bulan April 2019, korban pernah bercerita pada saksi Imelda, bahwa Prada DP pernah bilang lebih baik membunuh Vera daripada diambil orang lain.
Pada tanggal 3 Mei, terdakwa lari dari Latpur Rindam 2 Sriwijaya dan keesokan harinya tiba di Palembang.
Oditur menyebutkan, saat ditangkap Prada DP dalam BAP pernah mengaku lari dari pendidikan karena curiga korban sudah punya pacar lain. Prada DP ingin ke Palembang untuk membuktikannya.
Fakta ini berbeda dengan pengakuan Prada DP yang mengaku lari dari pendidikan karena takut ketinggian dan trauma.
Lalu pada tanggal 4 Mei 2019 pukul 11.00 WIB, Oditur menyebutkan Prada DP indekos di lorong Banten 5 dan bertemu dengan Sherli. Di sana ia empat kali berhubungan badan dengan Sherli.
Bukan cuma perkara hubungan badan itu yang menjadi indikasi kuat pembunuhan berencana. Dari Sherli pula Oditur mendapatkan fakta bahwa Prada DP pernah bilang Vera Oktaria tak tahu terima kasih.
Selama pertemuan dengan Sherli, Prada DP bercerita bahwa Vera Oktaria tak tahu terima kasih padahal sudah dibelikan ponsel 4 kali, dibayari sekolah dan sering dibawakan makanan.
Selanjutnya pada tanggal 7 Mei 2019, Prada DP menghubungi Vera Oktaria dan berhasil.
Ini adalah momen-momen krusial pembunuhan berencana itu. Karena Prada DP mengajak Vera bertemu dan tempat pertemuannya ialah di Stasiun Kertapati.
"Terdakwa mengajak bertemu di Stasiun Kertapati agar seolah-olah ia baru tiba dari Baturaja ke Palembang," katanya.
Padahal Prada DP sudah beberapa hari berada di Palembang. Pada pukul 20.00 di hari yang sama tanggal 7 Mei, Vera Oktaria menghubungi Prada DP dengan bertanya "kamu di mana?'
Prada DP membaca pesan itu tapi tak buru-buru menjawab.
Ia lalu menghubungi temannya Putra Baladewa dan meminta diantarkan ke Stasiun Kertapati Palembang. Ia membawa tas ransel hitam layaknya orang yang baru tiba di stasiun.
Prada DP dan Vera lalu pergi ke Jembatan Ampera Palembang. Sampai di sana Prada DP membawa Vera menuju Sungai Lilin. Dalihnya untuk bertemu dengan bibi Prada DP bernama Elsa.
Ini pun termasuk poin penting tentang indikasi kuat Prada DP merencanakan pembunuhan.
Prada DP, menurut Oditur, sengaja membawa nama Elsa dan mengajak Vera Oktaria ke sana karena korban kenal dan akrab dengan Elsa.
Tapi Prada DP berbohong, rumah Elsa bukan di Sungai Lilin tapi di Betung yang jaraknya 60 kilometer sebelum Sungai Lilin.
Prada DP memilih Sungai Lilin karena ingin membawa Vera ke hotel di sana dan di Sungai Lilin jauh dari rumah Vera.
Selain itu rencana pembunuhan jadi semakin mudah karena Prada DP punya sejumlah paman yang tinggal di sana, yakni Dodi dan Teguh.
"Tujuannya ke Sungai Lilin saat di BAP terdakwa mengaku untuk cari penginapan dan memeriksa handphone korban. Jika ada foto laki-laki maka korban akan dibunuh. Sungai Lilin jauh dari rumah korban (Palembang) dia juga banyak keluarga di sana," kata Oditur.
Bukti pembunuhan berencana juga terlihat saat itu Prada DP dan Vera sempat beristirahat di Betung untuk Vera makan sahur.
Jika memang ingin ke rumah Elsa pastinya Prada DP langsung mengajak ke rumah Elsa, namun Prada DP malah membawa ke Sungai Lilin dan pura-pura lupa di mana rumah Elsa agar bisa membawa Vera ke penginapan.
Hingga akhirnya Prada DP membunuh lalu memutilasi Vera Oktaria.(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunsumsel.com dengan judul Sempat Senang Dituntut Penjara Seumur Hidup, Prada DP Salah Persepsi, Langsung Menangis Sesegukan