Ditetapkan Jadi Tersangka Dugaan Rasisme Papua, Berikut Petikan Wawancara Tribun dengan Tri Susanti
Kepolisian telah menetapkan satu orang tersangka dalam kasus dugaan rasisme di asrama mahasiswa Papua,
Setelah Mayor Inf NH Irianto Cs Diskors, Kini 7 Perwakilan Ormas Diperiksa.
Kini, Kepolisian telah menetapkan Tri Susanti sebagai tersangka dalam kasus dugaan rasisme di Asrama mahasiswa Papua, di Surabaya, Jawa Timur beberapa waktu lalu.
////
TRIBUN-MEDAN.COM - Kepolisian telah menetapkan satu orang tersangka dalam kasus dugaan rasisme di asrama mahasiswa Papua, di Surabaya, Jawa Timur beberapa waktu lalu, Tri Susanti.
Diberitakan sebelumnya, Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan tersangka dalam kasus ini diketahui bernama Tri Susanti (TS).
"Telah ditetapkan satu tersangka dengan inisial TS," ujar Dedi, ketika dikonfirmasi, Rabu (28/8/2019).
Ia menjelaskan bahwa Tri Susanti ditetapkan sebagai tersangka pasca dilakukan pemeriksaan saksi sebanyak 16 orang dan juga kepada 7 ahli lainnya.
Adapun ahli-ahli tersebut terdiri dari ahli pidana, bahasa, ITE, komunikasi, sosiologi dan antropologi.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Tri Susanti sempat blak-blakan soal aksi di depan asrama mahasiswa Papua di Surabaya tersebut.
Perempuan yang di Pileg 2019 lalu menjadi caleg Gerindra itu adalah salah satu orang yang hadir saat insiden bergejolak di asrama mahasiswa Papua di Surabaya.

Berikut ini petikan wawancara TribunJatim.com dengan Tri Susanti :
Tujuan dari aksi ormas di hari Jumat itu apa?
Ini kan kita ngomong soal Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) yang menolak bendera itu. Kita tahu yang di dalam situ siapa, arahnya kemana, yang backup siapa.
Anda sempat menjadi figur caleg Gerindra, apakah ini berkaitan dengan kepentingan atau instruksi parpol tersebut?
Kalau ditarik, mereka kan arahnya mengaitkan saya dengan partai dan 02. Saya di Parpol Gerindra itu bukan pengurus, saya hanya nyaleg dari Partai Gerindra. Saya bukan pengurus saya ini, bukan kader juga.
Bagaimana Anda bisa jadi figur caleg di Gerindra?
Saya nyaleg itu last minutes, ketika mau ditutup (pendaftarannya) saya baru masuk untuk pencalegkan. Jadi last minutes pendaftaran caleg itu ya, nah saya baru masuk. Sampai detik ini saya bukan pengurus Partai Gerindra.
Ya iya aku bukan pengurus, hanya sekedar nyaleg aja.
Anda juga tercatat sebagai Ketua Kelompok Relawan Pendukung paslon 02 Rabu Biru?
Yang kebetulan kemarin, aktif di relawan. kan (menjadi) relawan juga macam-macam, kan itu kan bukan orang partai juga.
Anda juga sempat menjadi saksi paslon 02 di Sidang MK?
Lah terus saya sebagai saksi karena, saksi di MK, itu karena saya kebetulan menemukan permasalahan di tempat tinggal saya. Jadi bukan ‘jarene’ (katanya), mengalami langsung kejadian yang untuk kesaksian di MK itu lho mas.
Saat aksi di depan asrama, Anda mewakili ormas apa?
Gak ada sama sekali. Sebenarnya saya ini bukan atas nama Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia (FKPPI), atau atas nama partai. Kan iki wes (ini kan sudah, red) panggilan jiwa untuk NKRI, bila ada sesuatu yang bisa menghancurkan NKRI, kita siap ada di barisan terdepan.
Cuma gorengan e wong-wong kan macem macem (hanya saja pengolahan isu orang-orang yang macam-macam, red).
Anda aktif sebagai anggota ormas?
Saya undangan yang saya share kan itu kan, woro woro, undangan lewat WA.
Itu kan cuma (pakai nama) susi rohmadi, pengundang Susi Rohmadi. Setelah besoknya lagi, koordinator aksi, ditulis ngunu, ditulis Susi Rohmadi. Saya gak bawa embel embel FKPPI atau apa, saya gak bawa embel-embel. Saya juga tanpa atribut kesana.
Apa penyebab ormas datang ke sana?
Nah begini ormas kesana itu setelah tiang bendera ambruk dan bendera masuk di selokan. Nah ormas dan warga datangnya ke situ kan setelah kejadian itu mas. Setelah kejadian bendera dimasukkan selokan, teman-teman lihat ke lokasi secara langsung, menyaksikan secara langsung, akhirnya kami kesitu. Akhrinya kita datang. Kita akhirnya geruduk, ngusir ataupun apa, itu kan bahasa media. Kita tahunya kan siang setelah sholat Jumat.
Kapan muncul dugaan pembuangan bendera di depan selokan asrama?
Kejadiannya itu siang. Kami ke sana itu masih siang. Setelah sholat Jumat, sekitar jam 14.00 WIB-an, kami kesana. Setelah menyaksikan bendera merah putih tersebut dimasukkan ke selokan.
Sebelum ada kabar dugaan pembuangan bendera ke selokan, ada di mana massa ormas saat itu?
Itu posisi teman-teman sudah ada, di warung kopi. Karena sebelumnya, bendera itu sudah dicabut oleh mereka dan sudah dipindahkan ke rumah tetangga, disandarkan ke pohon. Jadi benderanya itu sudah dipindah.
Terus kami, ya istilahnya, mau menanyakan pada Pak Camat Tambaksari; Lho Pak benderanya kok dipindah, tolong dikembalikan lagi? Nah jumat pagi benderanya dikembalikan ke titik semula.
Bagaimana kronologi versi Anda tentang dugaan pembuangan bendera?
Jadi kronologinya gini Mas. Hari kamis (15/8/2019) pagi Muspika (kecamatan Tambaksari) memasang bendera.
Kamis malam bendera dipindah ke rumah tetangganya, disampingkan ke pohon sebelah kiri, kalau kanan kan rumahnya Pak RT. Kirinya asrama ya. Kalau kanan rumahnya Pak RT. Itu juga ada posisi bendera dipindah kesitu.
Apakah Anda tahu siapa orang yang memindahkan letak tiang bendera tersebut?
Kalau tanya siapa pelaku? Ya gak tau, kami kan tidak 24 jam disitu.
Kamis malam sudah berpindah. Terus jumat pagi, dikembalikan oleh Muspika, iya dikembalikan seperti semula. Terus setelah sholat Jumat, mungkin posisi aparat yang jaga, enggak tahu polisi atau satpol pp yang jaga lokasi pas Jumatan, kosong disitu.
Atas penetapan ini, mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu mengatakan yang bersangkutan telah dicegah untuk bepergian ke luar negeri.
"Permohonan pencekalan telah diajukan. Surat panggilan telah disampaikan," ucapnya.
Adapun bukti yang dijadikan polisi sebagai dasar penetapan tersangka yakni rekam jejak digital.
Antara lain konten video elektronik, hingga narasi yang tersebar di media sosial.
Lebih lanjut, TS diketahui dijerat dengan Pasal 45A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 4 UU 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Rasis dan Etnis dan/atau Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 14 ayat 1 dan/atau ayat 2 dan/atau Pasal 15 KUHP.
(Tribunnews.com/Vincentius Jyestha/ TribunJatim/Luhur Pambudi)
////
Sebelumnya, Polda Jatim telah memeriksa tujuh orang perwakilan organisasi masyarakat di Gedung Ditreskrimsus Polda Jatim, Senin (26/8/2019).
Pemeriksaan terhadap mereka berkaitan dengan insiden bentrok yang sempat terjadi di Asrama Mahasiswa Papua, Jumat (16/8/2019) lalu.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera, memastikan satu di antara mereka adalah anggota Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia (FKPPI), Tri Susanti alias Susi.
"7 orang ini satunya adalah yang semua media sudah merangkumnya yaitu Susi," katanya pada awak media di ruangannya, Senin (26/8/2019).
Ia menambahkan, pemeriksaan tersebut berkaitan dengan adanya dugaan ujaran kebencian atau hate speech.
"Ya mengenai dugaan ujaran kebencian atau hate speech yang dilakukan oleh masyarakat, ormas atau organisasi kepemudaan," ujarnya.
Nantinya, ungkap Barung, para penyidik akan berfokus pada penggalian data yang mengarah pada pembuktian ketujuh orang tersebut.
"Untuk dilakukan pembuktian ataupun mengambil dari yang bersangkutan yang berhubungan dengan video yang sudah tersebar di tengah-tengah publik," pungkasnya.
Kuasa Hukum Susi, Sahid menuturkan kliennya bakal diperiksa sebagai saksi terkait penyebaran informasi yang memicu kebencian atau pun permusuhan terhadap kelompok atau golongan tertentu.
"Benar, ada surat panggilan dari Polda Jatim untuk Tri Susanti nanti siang," katanya pada awak media, Senin (26/8/2019).
Melalui surat pemanggilan yang dikeluarkan Polda Jatim, lanjut Sahid, kliennya diperiksa terkait dengan Pasal 28 ayat 2 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Dalam pasal itu berbunyi, dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA)," ujarnya.
Dalam pemeriksaan nanti, Sahid juga akan menanyakan tuduhan pasal tersebut.
Ia mengatakan, kliennya bersama dengan ormas lainnya hanya bermaksud membela lambang negara, ketertiban umum, serta menjunjung simbol merah putih.
"Justru yang membela seperti ini, kok malah jadi terperiksa.
Memang kita perlu meluruskan berita-berita saat ini yang seolah-olah dia (Susi) yang memantik kerusuhan di Papua," pungkasnya.
Sebelumnya Kodam V/Brawijaya menelusuri anggotanya yang terekam video melontarkan umpatan rasis kepada mahasiswa Papua di asrama Jalan Kalasan, Surabaya.
Kodam V/Brawaijaya membawa lima orang anggota yang bertugas di Koramil 0831/02 Tambaksari ke Polisi Militer Kodam V/Brawijaya atau (Pomdam V/Brawijaya).
Status kedinasan kelimanya dinyatakan diskors alias dibebastugaskan sementara namun dalam jangka waktu yang belum bisa ditentukan.
Dari kelima anggota yang diskors itu, satu di antaranya adalah Komandan Koramil 0831/02 Tambaksari Mayor Inf N H Irianto.
Menurut Kapendam V/Brawijaya Letkol Imam Haryadi, kelima anggota koramil itu dibebastugaskan sementara waktu selama proses penyelidikan atas dugaan ujaran rasial itu rampung.
"Dalam rangka mempermudah penyidikan beberapa orang tersebut kami skorsing," katanya kepada Tribun Jatim, Minggu (25/8/2019).
Imam mengungkapkan, mereka dibebastugaskan sejak Selasa (20/8/2019) kemarin.
Itu berarti empat hari usai insiden di depan asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Tambaksari, Surabaya, Jumat (16/8/2019).
"4 hari penyelidikan fix, kemudian kami skorsing untuk penyelidikan," katanya.
Imam mengatakan, upaya skorsing itu dimaksudkan agar proses pengusutan dan pengungkapan kasus dugaan ujaran rasial berjalan efektif.
"Dan itu dalam rangka untuk mempermudah pendidikan artinya agar konsentrasi pendidikannya agar lebih optimal," katanya.
Ditanya perihal waktu yang dibutuhkan oleh penyidik Pomdam Kodam V/Brawijaya melengkapi berkas hasil lidik hingga siap dibawa ke meja pengadilan militer.
Imam menegaskan, pihaknya memasrahkan hal itu sepenuhnya pada pihak penyidik Pomdam Kodam V/Brawijaya maupun pihak pengadilan militer.
"Nanti kami akan koordinasi pada pihak penyidik.
Melengkapi berkas sidang itu perlu waktu lama juga.
Nanti begitu sudah cukup maka kami limpahkan ke persidangan," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan ormas dan juga pria berseragam TNI mendatangi Asrama Mahasiswa Papua setelah beredar foto tiang bendera yang dipasang di depan asrama bengkok hingga menyentuh got.
Foto bendera dalam got yang diterima pimpinan RW kawasan asrama Kamasan/ISTIMEWA.
Pimpinan rukun warga menyebut foto kondisi tiang dan bendera itu menyebar di grup Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Pacar Keling, Tambaksari.
"Kondisi bendera itu kami tahu dari grup WhatsApp. Saya tidak melihat dengan mata sendiri. Tapi yang semua yang melihat pasti emosi," ujarnya.
Pimpinan RW ini enggan namanya disebut.
Siapa yang sebenarnya merusak tiang bendera?
Dorlince Iyowau, perwakilan mahasiswa Papua di Surabaya berkata kepada BBC, "Kami tidak tahu-menahu soal bendera yang jatuh di got itu."
"Kami tahu ketika TNI datang dobrak-dobrak tanpa pendekatan hukum, yang langsung main hakim sendiri dengan Satpol PP dan ormas reaksioner."
"Jadi sekali lagi kami tidak tahu soal kejadian bendera yang jatuh dan kami tidak pernah membuang bendera yang mereka maksud itu ke got," kata Dorlince.
Penghuni asrama Kamasan berhadapan dengan massa yang terdiri dari orang-orang berseragam tentara, satpol PP, polisi, dan mereka yang berbaju bebas.
Pria yang dilingkari dalam cuplikan video ini beberapa kali menudingkan tangannya ke penghuni yang berada di balik pagar.
"Jangan banyak omong kamu, keluar sini," begitu salah satu kalimat yang terdengar jelas keluar dari mulutnya.
Bersamaan dengan itu, sejumlah kata-kata rasial berupa nama-nama binatang terlontar ke arah mahasiswa Papua.
Dalam video lain yang direkam penghuni asrama, seorang mahasiswa Papua berkata, "Apa? Mau tangkap saya? Ketok pintu, kita bicara baik-baik."
Seorang perempuan dari kelompok penghuni asrama juga terdengar mengatakan, "Ada proses hukumnya, Pak. Kenapa main hakim sendiri begitu?"
Dalam video itu, seseorang berseragam tentara dan berkacamata hitam juga menuding-nudingkan tangan ke arah penghuni asrama.
"Hei kau pulang sana...," begitu salah satu penggalan kalimat yang terdengar darinya.
Sejumlah tentara yang terlihat di depan asrama Kamasan, 16 Agustus lalu/ALIANSI MAHASISWA PAPUA
Dalam video lain dari arah asrama, orang berseragam tentara lainnya berkata, "Kamu merusak bendera, tak sikat kamu."
Ia terlihat menendang pagar dan menyebut nama binatang ke penghuni asrama.
Dalam berbagai video, tampak semakin banyak orang berkumpul di depan asrama Kamasan.
Lontaran kata-kata rasial juga makin kerap terdengar.
Beberapa penghuni asrama terlihat kabur ke dalam hunian mereka untuk menghindari lemparan batu dari luar pagar.
Menurut versi mahasiswa Papua, salah satu pria berseragam tentara yang mengeluarkan kata-kata rasial adalah Komandan Koramil Tambaksari, Mayor Inf NH Irianto.
Mereka menuding kalimat yang dilontarkan Mayor Inf NH Irianto juga memprovokasi massa.

Sahura, pengacara LBH Surabaya, menyebut tentara kala itu adalah pihak yang pertama kali datang ke asrama, sebelum polisi, Satpol PP, dan anggota ormas.
BBC datang ke markas Koramil Tambaksari, Kamis (22/08/2019) untuk mengonfirmasi hal itu.
Namun seorang anggota koramil bernama Rusdi menyebut Mayor Inf NH Irianto tengah berkegiatan di markas Kodam Brawijaya.
Rusdi juga menolak memberikan kontak atasannya.
Pada hari yang sama, BBC bertemu Juru Bicara Kodam Brawijaya, Letkol Imam Haryadi.
Secara komando, Koramil Tambaksari berada di bawah Kodam Brawijaya.
Kepada Imam, BBC menunjukkan dua video yang memperlihatkan beberapa orang berseragam tentara.
Namun Imam tak dapat menjawab siapa di antara orang-orang itu yang merupakan Mayor Inf NH Irianto.
"Posisinya mereka (dalam video itu) agak kabur," kata Imam.
Juru Bicara Kodam Brawijaya, Letkol Imam Haryadi, menyebut personelnya tidak semestinya bertindak agresif dalam menyelesaikan persoalan sosial/BBC NEWS INDONESIA.
Bagaimanapun, Kepala Penerangan Kodam Brawijaya itu membenarkan bahwa seluruh orang berseragam tentara di video-video itu merupakan anggota Koramil Tambaksari.
Meski menyebut tindakan para tentara itu keliru, Imam tidak dapat memastikan siapa di antara mereka yang mengeluarkan pernyataan rasial.
"Berteriak saja tidak bagus, tidak semestinya mereka berbuat demikian. Model seperti itu tidak dibenarkan. Pasti nanti ada sanksi setelah proses hukum," ujar Imam.
Saat ini, kata Imam, Kodam Brawijaya memberhentikan sementara Irianto dari jabatan Danramil Tambaksari. Keputusan itu disebutnya untuk memperlancar penyidikan yang berjalan di Dinas Intelijen dan Polisi Piliter.
"Merujuk pasal 103 KUHP Militer, dalam menyelesaikan masalah, anggota TNI harus mengedepankan komunikasi sosial," ucap Imam.
"Metode mereka sama sekali tidak menunjukkan pembinaan teritorial."
"Putusan pencopotan jabatan, teguran, atau kurungan, semua akan ditentukan dalam proses hukum di peradilan militer," kata Imam.
Merujuk beberapa video yang direkam kelompok mahasiswa Papua dan LBH Surabaya, massa terus berada di depan asrama Kamasan hingga Jumat (16/08) malam lalu.
Saat itu, tiang bendera yang bengkok telah ditegakkan. Ormas dan warga setempat juga memasang bendera Merah Putih di tiang listrik depan asrama.
Dalam satu video mereka terdengar menyanyikan Indonesia Raya.
Sementara pada video lain, mereka melontarkan kata-kata rasial dan mengancam penghuni asrama untuk keluar Surabaya.
Malam itu, kepolisian terlihat mengerahkan kendaraan taktis.
Sahura berkata, polisi juga membawa anjing pelacak.
Kepada pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis (22/08/2019), Presiden Joko Widodo meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengusut kasus rasial di depan asrama Kamasan.
"Saya telah memerintahkan Kapolri menindak secara hukum tindakan diskriminasi ras dan etnis yang rasis secara tegas. Ini tolong digarisbawahi," kata Jokowi.
Pernyataan Jokowi itu keluar setelah Kapolda Polda Jawa Timur, Irjen Luki Hermawan, berjanji menyelidiki perkara itu bersama institusi terkait, salah satunya TNI.
Di sisi lain, Luki menyatakan pihaknya juga terus mengusut dugaan perusakan bendera. (*)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Tri Susanti Diperiksa Soal Bentrokan di Asrama Papua, Kuasa Hukum: Membela Kok Malah Jadi Terperiksa, Dan Tribunnews.com dengan judul: Pengakuan Tri Susanti sebelum jadi Tersangka Rasisme, Jelaskan Kronologi Aksi Massa di Surabaya