Breaking News

Jokowi: Freeport dan Gas Bintuni Beri Rp 26 Triliun, Kita Kembalikan ke Papua Rp 92 Triliun

Opini negatif Indonesia mengeruk kekayaan alam Papua dan warganya dibiarkan miskin kerap digunakan untuk memojokkan Indonesia.

Editor: Tariden Turnip
Jokowi: Freeport dan Gas Bintuni Beri Rp 26 Triliun, Kita Kembalikan ke Papua Rp 92 Triliun. Lokasi pertambangan Freeport Indonesia 

#Jokowi: Freeport dan Gas Bintuni Beri Rp 26 Triliun, Kita Kembalikan ke Papua Rp 92 Triliun 

TRIBUN-MEDAN.com - Selama ini opini negatif Indonesia mengeruk kekayaan alam Papua dan warganya dibiarkan miskin kerap digunakan untuk memojokkan Indonesia.

Faktanya Indonesia malah memberikan anggaran pada Papua dan Papua Barat melebihi kontribusi yang diterima Indonesia.     

Presiden Joko Widodo ( Jokowi) bingung mengapa masyarakat Papua memberi penilaian yang berbeda antara dirinya dan pemerintah pusat dalam hal pendekatan terhadap rakyat Papua.

Sebab, pendekatan berupa dialog dan pembangunan kesejahteraan dianggapnya berhasil.

Terlihat dari hasil Pemilu Presiden di mana dirinya dan Ma'ruf Amin menang tebal atas pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

"Pendekatan Papua yang kita lakukan adalah dialog dan kesejahteraan, itu yang kita lakukan.

Tetapi antara Jokowi dan Jakarta (pemerintah pusat) itu di lapangan persepsinya beda.

Ini yang saya mau cari tahu kenapa bisa berbeda," katanya dalam pertemuan dengan pemimpin redaksi media massa di Istana Merdeka, Selasa (3/9/2019).

Jokowi menceritakan dirinya berkunjung ke Papua minimal 2-3 kali per tahun untuk bertemu langsung tokoh-tokoh masyarakat papua, bertemu masyarakat, dan para kepala daerah.

Selama 5 tahun, sudah 12 kali dirinya ke Papua.

Itu dia lakukan untuk untuk membangun trust.

Pendekatan kesejahteraan juga nyata, kata Jokowi.

Ia mencontohkan pembangunan perbatasan Skouw. 

"Sehingga masyarakat Papua bangga terhadap daerahnya.

Lalu pengelolaan SDA, Pemda juga diberi pendapatan DAU dan DAK," katanya.

"Sebuah kekeliruan yang mengatakan bahwa Jakarta mengambil lebih banyak dari Papua daripada memberi padahal yang terjadi kebalikannya.

Freeport dan Bintuni kita mendapatkan Rp 26 triliun tahun 2018.

Nah, kita mengembalikan atau menganggarkan di APBN melalui DAU dan DAK itu Rp 92 triliun.

Itu semua dilakukan untuk mengejar ketertinggalan Papua," tambah Jokowi.

Bintuni, Papua Barat adalah lokasi ladang gas Tangguh yang punya cadangan lebih dari 500 miliar m³ (17 Tcf) cadangan gas alam terbukti, dengan taksiran cadangan potensial mencapai lebih dari 800 miliar m³ (28 Tcf).

Fasilitas Gas Alam Cair Tangguh di Teluk <a href='https://medan.tribunnews.com/tag/bintuni' title='Bintuni'>Bintuni</a> <a href='https://medan.tribunnews.com/tag/papua' title='Papua'>Papua</a> Barat

Fasilitas Gas Alam Cair Tangguh di Teluk Bintuni Papua Barat

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, menjawab pernyataan warga Papua yang merasa dianaktirikan di Indonesia.

Wiranto mengatakan, apa yang dilakukan pemerintah selama ini bukan hanya omong belaka.

Hal itu telah dibuktikan oleh kerja pemerintah untuk Papua selama empat tahun lebih ini, di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Keterangan ini disampaikan Wiranto dalam konferensi pers terkait Papua, Selasa (3/9/2019), yang disiarkan langsung oleh Kompas TV.

Dalam konferensi pers tersebut, Wiranto memaparkan beberapa upaya pemerintah dalam menangani berbagai kasus di Papua.

Salah satu di antaranya adalah kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.

Wiranto mengatakan, ada tiga kasus yang pernah terindikasi pelanggaran HAM berat di Papua.

Ketiga kasus itu yakni peristiwa di Wasior tahun 2001, Wamena rahun 2003, dan Paniai tahun 2014.

Menko Polhukam itu menyebut, sudah terjadi kerjasama antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.

Namun, ada beberapa prosedur yang harus dilalui agar kasus tersebut ditindaklanjuti.

"Pelanggaran berat HAM syaratnya harus ada proses penyelidikan, penyidikan awal, untuk masuk ke kejaksaan, di mana syarat-syarat hasil penyidikan harus dapat memenuhi persyaratan bahwa betul-betul itu pelanggaran HAM berat dengan mempunyai bukti cukup untuk ditindaklanjuti," jelas Wiranto.

Masalahnya, Wiranto menyebut, Komnas HAM dan Kejagung masih belum serasi.

Dengan kata lain, ada hambatan pada apa yang telah ditemukan Komnas HAM dan diserahkan ke Kejagung.

Ternyata, setelah diperiksa dan dianalisis, syarat-syarat tersebut belum memenuhi untuk diproses ke pengadilan.

"Sehingga dikembalikan kembali, dikembalikan kembali. Jadi ini agak memakan waktu," ungkap Wiranto.

Meskipun begitu, lanjut Wiranto, sudah ada koordinasi antara Komnas HAM dan Kejagung untuk melengkapi syarat formal dan material pada kasus Wasior dan Wamena.

Sehingga, kasus tersebut dapat dilanjutkan pada proses pengadilan.

Pada kasus Wasior, Mahkamah Militer Tinggi II pada 2003 telah mengadili delapan anggota Polri yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Sebagai catatan, kala itu, peradilan untuk anggota Polri masuk ke peradilan militer.

Sehingga, jika satu kasus telah diselesaikan di satu peradilan, tidak ada lagi penjatuhan hukuman untuk kedua kalinya.

Wiranto mengatakan, kondisi tersebut justru disalahartikan oleh warga Papua.

"Hal-hal seperti ini yang mengisyaratkan bahwa bukan karena pemerintah enggan menyelesaikan, malas menyelesaikan atau tidak mau menyelesaikan, tapi ada hal-hal teknis," ungkapnya.

Wiranto melanjutkan, hal seperti itulah yang terus digembar-gemborkan bahwa pelanggaran HAM di Papua tidak pernah diselesaikan..

Oleh karena itu, perlu diadakan dialog, apakah hukuman pelanggaran HAM berat diselesaikan secara yudisial atau nonyudisial.

"Kita kan punya lembaga adat yang menyelesaikan masalah-masalah ini dengan cara-cara kekeluargaan. Bahkan di Papua, Papua bBrat, ada istilah bakar batu. Antar suku pun kalau ada perang sampai ada yang terbunuh, ada acara adat bakar batu, selesai," kata Wiranto.

"Ini salah satu budaya yang hanya bisa kita gunakan untuk jalur penyelesaian nonyusudial masalah pelanggaran HAM," lanjutnya.

Mengenai keadilan pembangunan di Papua, Wiranto mengaku mendapat banyak berita dari dalam negeri maupun luar negeri.

Berita-berita tersebut kemudian dilansir oleh pihak-pihak yang mendeskreditkan dan mendelegitaimasi pemerintah.

"Seakan pemerintah tidak adil terhadap provinsi Papua dan Papua Barat dalam konteks pembangunan nasional. Sehingga diharapkan ada kekecewaan, ketidaksenangan dari masyarakat Papua dan Papua Barat," ungkapnya.

Wiranto memaparkan, sejak Jokowi ditetapkan menjadi presiden pada 2014 silam, salah satu orientasinya adalah membangun daerah pinggiran, termasuk Papua dan Papua Barat.

"Bukan hanya ngomong, bukan hanya rencana, tapi sudah dibuktikan 4 tahun lebih ini. Kunjungan beliau yang sering ke sana, ngecek sendiri rencana pembangunan, infrastruktur, rencana pembangunan fasilitas-fasilitas kesejahteraan masyarakat, kesehatan, pendidikan, pos lintas batas yang megah," papar Wiranto.

"Jadi, ada satu bukti nyata bahwa pemerintah betul-betul mencoba untuk melakukan akselerasi di semua bidang. Belum pembangunan lain, jalan-jalan antarkota, pelabuhan laut, pelabuhan udara, harga-harga disamakan," terangnya.

Terima Pemenang Lomba dari Yapen dan Nduga

Presiden Jokowi santap siang bersama para pemenang lomba festival Gapura Cinta Negeri.

Acara santap siang itu dilakukan di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (3/9/2019).

Namun, hanya pemenang lomba dari dua wilayah Papua yang diundang makan siang bersama Jokowi, yakni yang berasal dari Kabupaten Yapen dan Kabupaten Nduga.

Mereka yang diundang total delapan orang.

Rincinya, empat orang berasal dari Kabupaten Yapen dan empat orang laoiinnya dari Nduga.

Empat orang yang berasal dari Yapen yakni Otniel Matias Kayani, Royland Worembay, Amos Ayum, dan Peter.

Sementara empat orang dari kabupaten Nduga yakni Tekius Heluka, Giyanus Kumungga, Agung Rezki dan Oktavianus Tara Putra.

Mereka, termasuk Presiden Jokowi, kompak mengenakan baju putih.

Lomba Festival Gapura Cinta Negeri digelar pemerintah dalam rangka bulan kemerdekaan dan diikuti ribuan peserta.

Para pemenang sudah diundang ke Istana pada Selasa (2/9/2019) kemarin untuk menerima piala dari Jokowi.

Namun, tak ada penjelasan kenapa Jokowi hanya mengundang pemenang lomba dari Papua dalam acara santap siang hari ini.

Acara santap siang itu digelar tertutup.

Awak media hanya diperbolehkan mengambil gambar beberapa detik lalu diminta meninggalkan ruangan.

Wilayah Papua sendiri beberapa waktu terakhir bergejolak setelah insiden rasisme yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya.

Sejumlah aksi protes di beberapa daerah di Papua berujung kericuhan.

Jokowi sudah menyatakan ia akan segera bertemu dengan tokoh adat Papua.

Namun hingga saat ini pertemuan tersebut belum terealisasi.

#Jokowi: Freeport dan Gas Bintuni Beri Rp 26 Triliun, Kita Kembalikan ke Papua Rp 92 Triliun 

Artikel ini dikompilasi dari Kompas.com dengan judul "Jokowi Penasaran Kenapa Dirinya dan Pemerintah Dipersepsikan Beda di Papua", "Jokowi Makan Siang Bareng Pemenang Festival Gapura dari Papua" dan dari tribunnews.com berjudul: Papua Merasa Dianaktirikan, Wiranto: Pemerintah Bukan Hanya Ngomong, Sudah Dibuktikan 4 Tahun Lebih

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved